Denpasar (Antara Bali) - Pengamat seni Budaya Bali Kadek Suartaya menilai sendratari sebagai seni pertunjukan yang cukup digemari masyarakat Pulau Dewata berpengaruh signifikan terhadap perkembangan kesenian lainnya di daerah ini.

"Sebagai sebuah ekspresi budaya, sendratari telah menjadi media komunikasi estetik-etik-humanis yang mampu bersanding dengan seni pop global kapitalistik yang kering dengan nilai-nilai kemanusiaannya," kata Kadek Suartaya, S.S.Kar, M.Si. yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Minggu.

Kandidat doktor Kajian Budaya Universitas Udayana itu mengatakan bahwa eksistensi sendratari di tengah kehidupan sosial budaya Bali menjadi hal yang unik dan menarik.

Dalam perjalanan sejarah, kata dia, sendratari sejak kemunculannya di Bali pada tahun 1962 dipentaskan secara khusus di arena Pesta Kesenian Bali (PKB) sejak 1979 terus berkesinambungan hingga sekarang.

Suartaya mengatakan bahwa sendratari baru disebut-sebut dalam penelitian atau buku tentang seni pertunjukan yang terbit pada tahun 1970-an, baik yang ditulis peneliti asing maupun buku-buku hasil penelitian sarjana Indonesia.

"I Made Bandem dan Frederik E. deBoer dalam bukunya Kaja and Kelod Balinese Dance in Transition (1981) memberikan gambaran menyeluruh mengenai tari Bali masa kini, termasuk pula aspek-aspek umum dari teater Bali," ujar Suartaya.

Buku tersebut mengupas sendratari pada subjudul "Tarian Sekuler di Luar Pura". Bandem dan deBoer mendeskripsikan tentang sejarah dan perkembangan sendratari sejak muncul di Bali pada tahun 1962.

Selain itu, secara sekilas disinggung konsep artistik seni pertujukan sendratari, ornamen dalam kebyar ikut memberi kontribusi terhadap keberadaan sendratari. (*/ADT)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013