Denpasar (Antara Bali) - Mantan Bupati Klungkung I Wayan Candra yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menggelar acara nonton bareng film berjudul "Soekarno" di Studio 21 Mal Bali Galeria, Kuta, Kabupaten Badung, Jumat petang.

Dia mengajak para pelajar dan simpatisan PDIP dari sejumlah daerah di Bali serta pasangan Jegeg-Bagus Kabupaten Klungkung.

Mantan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) saat PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri diberangus rezim Orde Baru itu berbaur dengan mereka di satu-satunya gedung bioskop yang masih tersisa di Pulau Dewata itu.

Candradidampingi putranya, Maha Dwija Santya, yang saat ini duduk di jajaran pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesua (KONI) Kabupaten Klungkung.

Film kisah perjuangan Bung Karno ini diputar perdana secara serentak di kota-kota besar di Indonesia. Film tersebut bercerita tentang perjalanan Bung Karno dari kecil hingga perlawanannya terhadap penjajahan Belanda dan Jepang.

Soekarno yang dulu bernama Kusno tubuhnya kurus dan sering sakit-sakitan. Oleh bapaknya, nama Kusno diganti menjadi Soekarno dan pada masa perjuangan hingga kemerdekaan akrab dipanggil Bung Karno.

Besar harapan anak kurus itu menjelma menjadi ksatria layaknya Adipati Karno. Harapan bapaknya terpenuhi, umur 24 tahun, Bung Karno berhasil mengguncang podium, berteriak "Kita Harus Merdeka Sekarang!!!"

Akibat pernyataan itu, sebagaiaman dikisahkan dalam film, dia harus dipenjara. Dituduh menghasut dan memberontak seperti komunis. Namun semangat yang membara di benar Bung Karno tak pernah padam. Dia makin menggugat dengan pledoinya yang sangat terkenal "Indonesia Menggugat".

Pledoi itulah yang mengantarkan Soekarno menuju pengasingannya di Ende, Nusa Tenggara Timur, dan Bengkulu.

Di Bengkulu, hatinya tertambat pada gadis muda bernama Fatmawati. Padahal saat itu Bung Karno masih menjadi suami Inggit Garnasih.

Inggit harus rela melihat sang suami tercinta jatuh hati kepada Fatmawati, yang tidak lain merupakan ibu kandung Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

Di tengah kemelut rumah tangganya, Jepang datang memulai peperangan di Asia Timur Raya. Berahi politik Bung Karno kembali memuncak sampai akhirnya Belanda takluk kepada Jepang.

Sesuatu yang dulu dianggap raksasa bagi Bung Karno, kini lenyap. Kemerdekaan Indonesia seolah diambang mata.

Sementara itu Hatta dan Sjahrir, rival politik Bung Karno di masa muda mengingatkan bahwa Jepang tidak kalah bengisnya dengan Belanda.

Tapi Bung Karno punya sudut pandang berbeda. Bung Karno malah memanfaatkan kekuatan Jepang untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Hatta terpengaruh, tapi Sjahrir tidak.

Bekerja sama dengan Jepang sama saja memosisikan Indonesia menjadi bagian dari fasisme sebagai musuh utama Amerika, Inggris, dan Australia.

Soekarno tidak peduli dan yakin bahwa bekerja sama dengan Jepang harus dilakukan untuk meraih kemerdekaan bagi Indonesia.

Bersama Hatta, Soekarno berupaya mewujudkan cita-citanya. Bung Karno selalu tergiang wejangan Cokroaminoto di atas kereta kuda, "manusia itu sama misteriusnya dengan alam, tapi jika kau bisa menggenggam hatinya, mereka akan mengikutimu".

"Banyak hal yang bisa diteladani dari kisah hidup Bung Karno ini," ujar Candra usai nonton bareng itu.

Menurut dia, semangat pergerakan dan perjuangan Bung Karno di masa penjajahan bisa dijadikan teladan bagi bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan.

"Nilai-nilai Marhaenisme, kerakyatan, solidaritas, dan nasionalisme dari Bung Karno, sangat penting untuk kita teladani. Mudah-mudahan muncul Soekarno-soekarno baru dari generasi saat ini," ujar pemilik perusahaan Candra Grup itu yang sangat terkesan dengan kisah perjalanan hidup Bung Karno.

"Terima kasih Pak Candra yang telah memberi kesempatan nonton film ini," ujar Gede, pemuda asal Nusa Penida yang ikut nonton bareng film itu.

Demikian juga dengan Jegeg Tribuana Akadewi Sudjana, siswi SMA yang menyatakan keinginannya untuk menyerap nilai-nilai perjuangan Bung Karno.

Baginya, Bung Karno sangat jenius karena sudah bisa berbahasa asing saat muda. Padahal, saat itu pendidikan masih sangat dibatasi oleh penjajah.

"Semangatnya untuk menjadi yang terbaik bagi bangsa sangat luar biasa. Sampai belajar pidato di kamar, diintip oleh teman-temannya gara-gara benci sama penjajah," ujarnya.  (M038)

Pewarta: Oleh IK Sutika

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013