Jakarta (Antara Bali) - Dugaan kecurangan dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Kubu
Raya dengan membagi-bagikan uang kepada masyarakat diungkap para saksi
dari pemohon (Muda-Harjo) dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi,
Rabu.
Diungkapkan Syaifudin, salah seorang saksi dari pihak pemohon yang menyatakan sewaktu bergabung dalam tim Kompak yang dibentuk untuk memenangkan pasangan Rusman Ali-Suhermanus, dia pernah menerima uang Rp12,3 juta untuk dibagikan kepada masyarakat.
"Ceritanya saya diajak teman yang bernama Abdul Kholiq untuk masuk ke tim Kompak. Dalam pertemuan itu, saya sempat difoto oleh pak UI yang menjadi penggerak dari tim Kompak dan saya ketahui dia juga anggota DPRD Kubu Raya," kata Syaifudin, saat memberikan keterangan kepada para hakim konstitusi.
Dia menjelaskan, foto itu dilakukan oleh UI untuk menjaga anggota tim kompak agar tidak bergabung pada tim kandidat lain.
"Karena telah bergabung pada tim Kompak, tugas saya adalah mencari dukungan dari masyarakat untuk kandidat Cabup Rusman Ali-Suhermanus. Saya berhasil mengajak 176 orang masyarakat yang terdiri dari RT, tokoh agama, tokoh masyarakat untuk mencoblos pasangan nomor urut lima," tuturnya.
"Karena berhasil mempengaruhi masyarakat untuk mendukung pasangan nomor urut lima itu, pada 17 September saya mendapatkan uang Rp12,3 juta pada 17 September, di Hotel Mahkota kamar 504. Dalam pertemuan itu ada sekitar 30 orang yang menghadiri pertemuan itu, kami mendapatkan uang semua, ada yang mendapatkan Rp12 juta lebih, bahkan ada yang mencapai Rp24 juta," tuturnya.
Syaifudin mengatakan, uang itu diberikan Muhklis yang merupakan staf dari UI, bahkan UI juga ada di situ menyaksikan penyerahan uang itu.
"Setelah mendapat uang itu saya disuruh menandatangani surat perjanjian, dan KTP saya ditahan. Namun, saat saya minta fotocopy surat itu, saya tidak pernah diberikan copy-an surat itu sampai saat ini," katanya.
Setelah menerima uang itu, sesuai dengan arahan yang ada, dia menyerahkannya kepada 176 masyarakat dengan catatan masyarakat yang menerima uang itu harus mendukung pasangan nomor lima.
"Sampai saat ini saya masih memiliki surat pernyataan masyarakat tersebut sebagai buktinya," kata Syaifudin.
Saksi lainnya, Abdul Muin mengaku bertugas sebagai koordinator tim Kompak. Tugasnya adalah merekrut tokoh masyarakat desa Padang Tikar Dua untuk mengajak masyarakat lainnya mendukung pasangan nomor urut lima. Bahkan dia mengaku berhasil merekrut relawan yang juga bertugas sebagai anggota TPS 06 desa padang Tikar Dua.
"Di Desa Padang Tikar Satu saya menangani lima TPS. Sementara itu di desa Padang Tikar Dua saya berhasil merekrut ketua KPPS nya untuk masuk dalam tim kompak. Setelah pencoblosan saya menerima uang Rp23.350.000 dari pak UI dan sesuai perintah, uang itu dibagikan kepada pemilih," katanya.
Namun, lanjut Abdul Muin, karena dia sakit, uang itu tidak sempat dibagikan sehingga empat TPS yang ditanganinya di desa Padang Tikar Satu kalah semua. Namun, untuk TPS 06, karena uangnya sudah diberikan kepada masyarakat, TPS itu berhasil memenangkan pasangan nomor urut lima.
"Sebagian uang yang belum saya bagikan sampai saat ini uang itu masih ada dengan saya," kata Abdul Muin.
Saksi berikutnya, Jamaludin yang mengaku mencoblos di TPS 05, Desa Batu Ampar menyatakan menerima uang sebesar Rp200.000 dari ketua RT08/RW07, Jailin. Uang itu diberikan untuk dirinya, istri, anak dan menantunya.
"Zailin memberikan uang itu, agar kami memilih pak Rusman Ali. Karena telah diberi uang itu, kami sekeluarga lalu mencoblos pak Rusman Ali," tuturnya.
Dia juga mengaku melihat dengan mata kepalanya sendiri, Zailin dan dua anak buahnya membagikan uang kepada 84 KK yang ada di RT-nya. Alhasil, pasangan Rusman Ali-Suhermanus menang dengan perolehan suara 169 sementara Muda-Harjo hanya mendapatkan 66 suara.
Saksi lainnya, Adi Rahmat, menyatakan dia diberi kepercayaan oleh Rusdi yang merupakan tim nomor urut lima untuk membagikan uang sebesar RpRp2.500.000 kepada masyarakat yang sebelumnya telah didata oleh Rusdi.
"Sementara saya sendiri mendapat Rp300ribu, atas jasa membagikan uang itu," tuturnya.
Sementara itu, saksi lainnya, Rusdi juga menyatakan menerima uang dari Hamdu yang merupakan tim Permata yang juga dibentuk untuk pemenangan Rusman ali-Suhermanus. Dia mendapatkan uang Rp4.800.000 dari Hamdu yang menyatakan uang itu merupakan titipan dari tim nomor urut lima.
"Uang itu kemudian saya bagikan kepada 96 masyarakat. Di TPS saya yang menang pak Rusman Ali dengan perolehan suara 220 dan pak Muda hanya 97 suara," katanya.
Saksi lainnya, Diana Norika, warga Jalan Lingkar Ambawang, Kecamatan Sungai Ambawang mengaku mendapat uang Rp240ribu dari Jamaludin yang tak lain adalah tetangganya sendiri.
"Pak Jamaludin mengatakan kalau uang itu dari pak Rusman Ali, namun saya tidak berani menggunakannya. Sesuai saran kakak saya, Ernawati, uang itu dibawanya ke Panwaslu Kecamatan pada malam itu juga untuk dijadikan bukti politik uang. Besoknya saya kemudian ke panwaslu kemudian, sorenya petugas dari Polresta datang kerumah saya untuk melakukan pemeriksaan terhadap bukti yang saya serahkan kepada Panwas," kata Diana.
Selang beberapa hari, lanjut Diana, abang ipar dari Jamaludin datang ke rumahnya, bahkan sampai empat kali. Dia menyuruh Diana untuk menandatangani surat yang menyatakan kalau dirinya tidak pernah menerima uang dari Jamaludin.
"Namun, saya tidak mau, karena kenyataannya memang saya mendapatkan uang dari pak Jamaludin. Sampai saat ini laporan saya masih diproses di Polresta," tuturnya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Diungkapkan Syaifudin, salah seorang saksi dari pihak pemohon yang menyatakan sewaktu bergabung dalam tim Kompak yang dibentuk untuk memenangkan pasangan Rusman Ali-Suhermanus, dia pernah menerima uang Rp12,3 juta untuk dibagikan kepada masyarakat.
"Ceritanya saya diajak teman yang bernama Abdul Kholiq untuk masuk ke tim Kompak. Dalam pertemuan itu, saya sempat difoto oleh pak UI yang menjadi penggerak dari tim Kompak dan saya ketahui dia juga anggota DPRD Kubu Raya," kata Syaifudin, saat memberikan keterangan kepada para hakim konstitusi.
Dia menjelaskan, foto itu dilakukan oleh UI untuk menjaga anggota tim kompak agar tidak bergabung pada tim kandidat lain.
"Karena telah bergabung pada tim Kompak, tugas saya adalah mencari dukungan dari masyarakat untuk kandidat Cabup Rusman Ali-Suhermanus. Saya berhasil mengajak 176 orang masyarakat yang terdiri dari RT, tokoh agama, tokoh masyarakat untuk mencoblos pasangan nomor urut lima," tuturnya.
"Karena berhasil mempengaruhi masyarakat untuk mendukung pasangan nomor urut lima itu, pada 17 September saya mendapatkan uang Rp12,3 juta pada 17 September, di Hotel Mahkota kamar 504. Dalam pertemuan itu ada sekitar 30 orang yang menghadiri pertemuan itu, kami mendapatkan uang semua, ada yang mendapatkan Rp12 juta lebih, bahkan ada yang mencapai Rp24 juta," tuturnya.
Syaifudin mengatakan, uang itu diberikan Muhklis yang merupakan staf dari UI, bahkan UI juga ada di situ menyaksikan penyerahan uang itu.
"Setelah mendapat uang itu saya disuruh menandatangani surat perjanjian, dan KTP saya ditahan. Namun, saat saya minta fotocopy surat itu, saya tidak pernah diberikan copy-an surat itu sampai saat ini," katanya.
Setelah menerima uang itu, sesuai dengan arahan yang ada, dia menyerahkannya kepada 176 masyarakat dengan catatan masyarakat yang menerima uang itu harus mendukung pasangan nomor lima.
"Sampai saat ini saya masih memiliki surat pernyataan masyarakat tersebut sebagai buktinya," kata Syaifudin.
Saksi lainnya, Abdul Muin mengaku bertugas sebagai koordinator tim Kompak. Tugasnya adalah merekrut tokoh masyarakat desa Padang Tikar Dua untuk mengajak masyarakat lainnya mendukung pasangan nomor urut lima. Bahkan dia mengaku berhasil merekrut relawan yang juga bertugas sebagai anggota TPS 06 desa padang Tikar Dua.
"Di Desa Padang Tikar Satu saya menangani lima TPS. Sementara itu di desa Padang Tikar Dua saya berhasil merekrut ketua KPPS nya untuk masuk dalam tim kompak. Setelah pencoblosan saya menerima uang Rp23.350.000 dari pak UI dan sesuai perintah, uang itu dibagikan kepada pemilih," katanya.
Namun, lanjut Abdul Muin, karena dia sakit, uang itu tidak sempat dibagikan sehingga empat TPS yang ditanganinya di desa Padang Tikar Satu kalah semua. Namun, untuk TPS 06, karena uangnya sudah diberikan kepada masyarakat, TPS itu berhasil memenangkan pasangan nomor urut lima.
"Sebagian uang yang belum saya bagikan sampai saat ini uang itu masih ada dengan saya," kata Abdul Muin.
Saksi berikutnya, Jamaludin yang mengaku mencoblos di TPS 05, Desa Batu Ampar menyatakan menerima uang sebesar Rp200.000 dari ketua RT08/RW07, Jailin. Uang itu diberikan untuk dirinya, istri, anak dan menantunya.
"Zailin memberikan uang itu, agar kami memilih pak Rusman Ali. Karena telah diberi uang itu, kami sekeluarga lalu mencoblos pak Rusman Ali," tuturnya.
Dia juga mengaku melihat dengan mata kepalanya sendiri, Zailin dan dua anak buahnya membagikan uang kepada 84 KK yang ada di RT-nya. Alhasil, pasangan Rusman Ali-Suhermanus menang dengan perolehan suara 169 sementara Muda-Harjo hanya mendapatkan 66 suara.
Saksi lainnya, Adi Rahmat, menyatakan dia diberi kepercayaan oleh Rusdi yang merupakan tim nomor urut lima untuk membagikan uang sebesar RpRp2.500.000 kepada masyarakat yang sebelumnya telah didata oleh Rusdi.
"Sementara saya sendiri mendapat Rp300ribu, atas jasa membagikan uang itu," tuturnya.
Sementara itu, saksi lainnya, Rusdi juga menyatakan menerima uang dari Hamdu yang merupakan tim Permata yang juga dibentuk untuk pemenangan Rusman ali-Suhermanus. Dia mendapatkan uang Rp4.800.000 dari Hamdu yang menyatakan uang itu merupakan titipan dari tim nomor urut lima.
"Uang itu kemudian saya bagikan kepada 96 masyarakat. Di TPS saya yang menang pak Rusman Ali dengan perolehan suara 220 dan pak Muda hanya 97 suara," katanya.
Saksi lainnya, Diana Norika, warga Jalan Lingkar Ambawang, Kecamatan Sungai Ambawang mengaku mendapat uang Rp240ribu dari Jamaludin yang tak lain adalah tetangganya sendiri.
"Pak Jamaludin mengatakan kalau uang itu dari pak Rusman Ali, namun saya tidak berani menggunakannya. Sesuai saran kakak saya, Ernawati, uang itu dibawanya ke Panwaslu Kecamatan pada malam itu juga untuk dijadikan bukti politik uang. Besoknya saya kemudian ke panwaslu kemudian, sorenya petugas dari Polresta datang kerumah saya untuk melakukan pemeriksaan terhadap bukti yang saya serahkan kepada Panwas," kata Diana.
Selang beberapa hari, lanjut Diana, abang ipar dari Jamaludin datang ke rumahnya, bahkan sampai empat kali. Dia menyuruh Diana untuk menandatangani surat yang menyatakan kalau dirinya tidak pernah menerima uang dari Jamaludin.
"Namun, saya tidak mau, karena kenyataannya memang saya mendapatkan uang dari pak Jamaludin. Sampai saat ini laporan saya masih diproses di Polresta," tuturnya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013