Mataram (Antara Bali) - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Nusa Tenggara Barat Badrun AM mengatakan tayangan televisi terutama yang menyangkut program tayangan religi cukup merisaukan masyarakat, karena lebih menonjolkan pertunjukan ketimbang dakwah.
"Masalah yang cukup merisaukan kami bahwa televisi adalah arena pertunjukan yang suka sekali 'mengeksagerasi' sebuah tayangan, sehingga yang lebih menonjol kepermukaan adalah pertunjukannya, sementara pesan dari tayangan itu hilang," katanya pada diskusi publik soal tayangan telvisi di Mataramn, Sabtu.
Forum Komusi Dosen Fakultas Syariah IAIN Mataram bekerja sama dengan KPID NTB menggelar diskusi publik mengangkat tema "Fenomena Tayangan Religi" Antara Nilai Agama dan Kepentingan Bisnis" yang diikuti sejumlah dosen senior, pemuka agama dan mahasiwa.
Ia mengatakan, tayangan itu sengaja dikemas pengelola TV karena terkait dengan "rating" (persentase jumlah penonton suatu acara TV) yang juga terkait dengan bisnis.
Dia mengatakan, dulu ketika sebuah tayangan sientron berjudul "Faris" yang kemudian berubah judul menjadi "Inayah" ada seorang kyai mengadu terkait dengan sebuah sinetron dengan adegan seorang istri yang berjilbab suka berkata kotor dan menampar suaminya.
"Tayangan itu bisa memunculkan stigma atau pandangan bahwa muslimah itu seorang yang suka berkata-kata kotor dan melakukan tinadakan kekerasan terhadap suaminya. Ini perlu mendapat perhatian dan para pengelola stasiun televisi," ujarnya.
Karena itu, kata Badrun, yang perlu dipahami bahwa televisi tidak bisa disamakan dengan media lain.Tayangan televisi berdampak terhadap mental para pemirsa terutama dari kalangan anak-anak terutama tayangan yang bernuansa religi. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Masalah yang cukup merisaukan kami bahwa televisi adalah arena pertunjukan yang suka sekali 'mengeksagerasi' sebuah tayangan, sehingga yang lebih menonjol kepermukaan adalah pertunjukannya, sementara pesan dari tayangan itu hilang," katanya pada diskusi publik soal tayangan telvisi di Mataramn, Sabtu.
Forum Komusi Dosen Fakultas Syariah IAIN Mataram bekerja sama dengan KPID NTB menggelar diskusi publik mengangkat tema "Fenomena Tayangan Religi" Antara Nilai Agama dan Kepentingan Bisnis" yang diikuti sejumlah dosen senior, pemuka agama dan mahasiwa.
Ia mengatakan, tayangan itu sengaja dikemas pengelola TV karena terkait dengan "rating" (persentase jumlah penonton suatu acara TV) yang juga terkait dengan bisnis.
Dia mengatakan, dulu ketika sebuah tayangan sientron berjudul "Faris" yang kemudian berubah judul menjadi "Inayah" ada seorang kyai mengadu terkait dengan sebuah sinetron dengan adegan seorang istri yang berjilbab suka berkata kotor dan menampar suaminya.
"Tayangan itu bisa memunculkan stigma atau pandangan bahwa muslimah itu seorang yang suka berkata-kata kotor dan melakukan tinadakan kekerasan terhadap suaminya. Ini perlu mendapat perhatian dan para pengelola stasiun televisi," ujarnya.
Karena itu, kata Badrun, yang perlu dipahami bahwa televisi tidak bisa disamakan dengan media lain.Tayangan televisi berdampak terhadap mental para pemirsa terutama dari kalangan anak-anak terutama tayangan yang bernuansa religi. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013