Denpasar (Antara Bali) - Dua ekor kerbau jantan dengan berat lebih dari 500 kg/ekor "dirakit" seperti halnya petani membajak di sawah yang dibuat sedemikian rupa untuk menarik dua buah pedati.

Di antara kedua pedati itu terdapat tempat untuk berdirinya sais, seseorang yang mengendalikan kerbau agar berlari kencang di tanah lapang dalam istilah masyarakat setempat disebut Mekepung.

Kegiatan unik dan menarik itu dilakukan secara rutin oleh masyarakat Kabupaten Jembrana, Bali barat seusai panen di sawah. Mekepung yang biasa dilakukan masyarakat dalam tingkat banjar, desa, kecamatan bahkan kabupaten.

Kegiatan adu kecepatan lari kerbau yang dikendalikan oleh masing-masing sais diiringi dengan alunan Jegong, instrumen musik tradisional khas Bali barat yang terbuat dari bahan baku bambu.

Semakin keras suara jegog, semakin semangat sais memukul punggung kedua kerbau, sehingga larinya kencang. Kerbau yang dilengkapi dengan berbagai hiasan dikendalikan oleh seseorang (sais) untuk diadu kecepatan dengan pasangan kerbau lainnya di tanah lapang.

Atraksi mekepung yang satu-satunya hanya ada di Bali barat diharapkan bisa dihidupkan kembali untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata, di samping melestarikan seni budaya, kata Wakil Gubernur Bali, Anak Agung Ngurah Puspayoga.

Makepung sebagai warisan budaya semestinya dilakukan secara berkesinambungan sehabis panen di sawah dan tidak boleh ditiadakan.

"Ini komitmen kita. Makepung itu semangat masyarakat Jembrana. adalah warisan budaya," kata Puspayoga saat bertemu dengan ratusan warga di Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana.

Makepung merupakan kearifan lokal yang terus harus dijaga dan dilestarikan, sehingga berkembang dalam kehidupan sehari-hari.

Puspayoga yang juga calon Gubernur Bali berpasangan dengan Dewa Nyoman Sukrawan diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai, dalam kesenian Makepung itu terkandung nilai-nilai lokal masyarakat Jembrana yang tumbuh dan berkembang secara turun temurun.

Oleh sebab itu semua pihak hendaknya mempunyai komitmen untuk menjaga warisan budaya dan kearifan lokal di Pulau Dewata. "Bahkan nilai lokal, warisan budaya dan kearifan lokal yang sudah punah kita hidupkan lagi," ujarnya.

Hal itu penting dilakukan, karena seni dan budaya Bali merupakan roh masyarakat Bali. Itu yang bisa menghidupkan Bali yang pada akhirnya bisa memberikan kontribusi kepada bangsa melalui sumbangan pariwisata Bali yang berbasis budaya.


Langkah Tepat

Seorang tokoh masyarakat Jembrana, Wayan Mawa menilai, komitmen untuk melestarikan Mekepung di Bali barat merupakan langkah yang sangat tepat dan terpuji.

Menghidupkan kembali kesenian Mekepung merupakan kewajiban mutlak yang harus diemban pemimpin Bali ke depan, karena Mekepung menjadi ikon warga Jembrana yang tidak semestinya ditiadakan sejak beberapa tahun belakangan ini.

Warga Jembrana selama ini bersatu padu memberikan kontribusi positif. Bersatu padu memacu kreativitas menunjukkan eksitensi memajukan Jembrana dan Bali. Mekepung itu sudah turun temurun, ujar Mawa.

Upaya membangkitkan kembali semangat mekepung itu sangat relevan dengan keinginan Pemkab Jembrana yang mengusulkan kesenian jegong yang biasa digunakan untuk mengiringi mekepung itu sebagai warisan budaya dunia (WBD).

Keunikan dan kekhasan pada musik Jegong yang berkembang hampir di seluruh banjar, baik di pedesaan dan kota di Kabupaten Jembrana mendorong Pemkab setempat untuk mendaftarkan ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia.

Alunan instrumen musik yang merdu itu semakin mendapat tempat di hati masyarakat Pulau Dewata, terbukti di samping panggung kehormatan setiap pembukaan Pesta kesenian Bali (PKB), aktivitas tahunan seniman Pulau Dewata, Jegog dipercaya mengiringi atraksi budaya.

Keindahan jegog -- mendayu-dayu, keras dan sayup-sayup itu, sanggup memberikan semangat terhadap kehidupan umat manusia, khususnya setiap penonton yang menyaksikan, termasuk wisatawan mancanegara.

Bahkan kesenian jegog dalam perkembangannya sudah mendunia, karena Sekaa (grup) Jegog Suar Agung dari Jembrana pimpinan Ketut Suwentra (65) hampir setiap tahun mengadakan lawatan ke Jepang dan negara di belahan dunia lainnya. (*/ADT)

Pewarta: Oleh : I Ketut Sutika

Editor : I Nyoman Aditya T I


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013