Jakarta (Antara Bali) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan dapat mempengaruhi karakter anak saat yang menyaksikan siaran tersebut.
"Karena itu saya meminta Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI untuk memperhatikan tayangan yang mengandung unsur kekerasan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar di Jakarta, Selasa.
Linda juga KPI untuk mengawasi siaran yang berbau kriminal, pelecehan seksual bahkan acara mistik yang kemungkinan memiliki dampak negatif pada anak. Menurut Linda, media penayangan elektronik mempunyai dampak yang besar terhadap pola pikir penonton, khususnya anak.
"Tayangan televisi juga turut membentuk watak penonton, khususnya anak," katanya. Linda berharap, KPI dapat melindungi anak dari siaran televisi yang kurang baik untuk anak.
Selain itu, Linda juga menyesalkan banyaknya tayangan televisi yang sering menggunakan anak sebagai objek kriminal, pelecehan seksual, bahkan seringkali digunakan sebagai objek lawakan. Menurutnya, lawakan dengan menggunakan anak sebagai objek bahan tertawaan bukanlah hal yang lucu. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Karena itu saya meminta Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI untuk memperhatikan tayangan yang mengandung unsur kekerasan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar di Jakarta, Selasa.
Linda juga KPI untuk mengawasi siaran yang berbau kriminal, pelecehan seksual bahkan acara mistik yang kemungkinan memiliki dampak negatif pada anak. Menurut Linda, media penayangan elektronik mempunyai dampak yang besar terhadap pola pikir penonton, khususnya anak.
"Tayangan televisi juga turut membentuk watak penonton, khususnya anak," katanya. Linda berharap, KPI dapat melindungi anak dari siaran televisi yang kurang baik untuk anak.
Selain itu, Linda juga menyesalkan banyaknya tayangan televisi yang sering menggunakan anak sebagai objek kriminal, pelecehan seksual, bahkan seringkali digunakan sebagai objek lawakan. Menurutnya, lawakan dengan menggunakan anak sebagai objek bahan tertawaan bukanlah hal yang lucu. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013