DPRD Bali menerima tujuh tuntutan masyarakat yang tergabung dalam Yayasan Kesatria Keris Bali, yang menuntut kelab malam Atlas atas dugaan kasus penistaan agama.

“Kami terima aspirasi tujuh poin dari masyarakat, bagaimana pun itu aspirasi untuk menjaga simbol-simbol keagamaan yang ada di Bali,” kata Wakil Ketua DPRD Bali I Wayan Disel Astawa, di Denpasar, Bali, Jumat.

Ia dan seluruh anggota dewan yang menerima seratusan masyarakat itu sepakat bahwa simbol Agama Hindu dalam hal ini Dewa Siwa tidak dapat digunakan sembarangan apalagi di tempat hiburan malam.

Sebagian besar perwakilan fraksi juga sepakat agar kelab malam yang menayangkan visual Dewa Siwa sebagai latar pertunjukan disc jockey yang mengiringi pengunjung menari di bawah gemerlap lampu itu ditutup sebagai bentuk ketegasan Umat Hindu.

Baca juga: Gubernur Bali minta usut penggunaan latar Dewa Siwa di Atlas

Penggunaan simbol dewa yang disucikan Umat Hindu dinilai sebagai penistaan agama, namun Disel Astawa sendiri ingin agar kasus ini dikaji apakah pihak pengusaha melakukannya dengan kesengajaan atau terdapat alasan lain.

“Saya sudah menugaskan Komisi I dan IV DPRD Bali melakukan tinjauan ke lapangan, gali informasi benar atau tidak terjadi kesengajaan terkait pemasangan visual, selanjutnya setelah ada hasil kita kembali pertemuan dengan pihak-pihak terkait sehingga nanti ada keputusan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan politik,” ujarnya.

Ketua Yayasan Kesatria Keris Bali I Ketut Putra Ismaya Jaya sendiri mengatakan tindakan dugaan penistaan agama ini telah menyakiti Umat Hindu sehingga mereka mendorong agar dilakukan penutupan khusus kelab malam sebab di dalam Atlas juga terdapat kelab pantai.

Ratusan masyarakat ini menyadari banyak Umat Hindu yang bekerja di kelab daerah Canggu tersebut, namun menurut mereka solusi lainnya yang bisa dilakukan dengan menutup dan mengganti peruntukan kelab itu.

Adapun tujuh poin tuntutan yang dibawa ke DPRD Bali sendiri antara lain adalah desakan penutupan sementara dan pemanggilan pihak kelab malam Atlas, membuat permohonan maaf tertulis dan terbuka dari pihak manajemen maupun pelaku.

Baca juga: Anggota DPRD Bali tanyakan pengusaha kelab gunakan visual Dewa Siwa

“Selama ini kita lihat di media sosial beredar ada ucapan tertulis permohonan maaf atas keteledoran, tapi tidak secara langsung melalui media sosial mereka padahal mereka punya TikTok, Facebook, YouTube,” ujar Ismaya.

Ketiga, mereka meminta proses hukum yang tegas, serta mendesak dewan segera membuat perda tentang larangan penggunaan simbol Hindu untuk hal-hal yang tidak pantas,. Apabila penyataan ini tidak diindahkan dewan, maka mereka berniat turun ke jalan menutup sendiri kelab Atlas.

Selain membahas Atlas, Yayasan Kesatria Keris Bali turut memasukkan kelanjutan kasus FINNS Beach Club dalam tuntutannya, di mana tahun lalu FINNS juga melakukan tindakan dugaan penistaan agama dengan menyalakan kembang api di pantai lokasi Umat Hindu bersembahyang.

Terakhir, mereka meminta adanya ketegasan dari seluruh pihak berwenang apabila ke depan terjadi kembali ulah pengusaha yang melakukan penistaan agama.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2025