Pasangan Calon Peserta Pilkada Bali Nomor Urut 2 Wayan Koster-Giri Prasta menjanjikan penyelesaian persoalan agraria di Gilimanuk, Jembrana, seperti saat membantu warga Sumberklampok.
Wayan Koster dalam keterangan yang diterima di Denpasar, Rabu, mengatakan dari aduan warga, total 155 hektare lahan milik negara di Gilimanuk sudah diberikan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) ke Pemkab Jembrana.
Semestinya akan lebih mudah penyelesaiannya, namun warga mengadu hingga saat ini Pemkab Jembrana belum memberi rekomendasi.
"Kalau di sini sudah menjadi kewenangan HPL Pemkab Jembrana, jadi sebenarnya lebih mudah, prosesnya sudah benar, ada permohonan oleh warga untuk SHM (sertifikat hak milik) agar diproses bupati, kemudian mencari rekomendasi ke DPRD agar bupatinya bisa lepas dalam bentuk hibah ke warga menjadi SHM," kata Koster.
“Ini seharusnya bisa, saya terharu karena di sini warga tinggal di lahan luasnya 1 sampai 3 are, saya memohon doa agar prosesnya bisa lancar ya," sambungnya.
Koster bercerita saat periode pertama menjadi Gubernur Bali banyak persoalan agraria yang dituntaskan seperti di Sumberklampok, Buleleng, namun kasus di Gilimanuk statusnya berbeda dan dinilai semestinya lebih mudah ditangani bupati.
Di Desa Sumberklampok luas lahan pemerintah 612 hektare telah ditempati warga sejak 1930, lama kelamaan warga menetap secara permanen dan Wayan Koster akhirnya menuntaskan persoalan agraria itu.
"Dari total jumlah lahan itu warga minta 60 persen, tapi saat itu saya kasih 70 persen (458 hektare), sertifikatnya saya urus gratis, baik lahan tempat tinggal dan perkebunannya," kata Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu.
Selain Sumberklampok, beberapa yang dijadikan contoh kesuksesan menyelesaikan konflik agraria seperti di Badung, Klungkung, dan Denpasar.
"Masa kita gusur masyarakatnya, itu tidak boleh, kasihan mereka, saya tidak ambil pola seperti itu," ujarnya.
Aduan persoalan agraria ini sendiri disampaikan langsung oleh tokoh masyarakat Gilimanuk bernama Gede Bangun Nusantara yang secara langsung desanya didatangi Wayan Koster untuk simakrama.
Bersama ratusan warga, mereka mengucap syukur karena salah satu pasangan calon hadir ke daerah paling ujung barat Pulau Dewata yang jarang tersentuh.
"Kami di sini statusnya sewa kepada Pemkab Jembrana, sudah bertahun tahun warga Gilimanuk mengajukan agar mendapat SHM ke pemkab, namun hingga saat ini belum, warga Gilimanuk akhirnya kompak berjuang bersama dan mendapat rekomendasi dari DPRD Jembrana yang menyatakan warga Gilimanuk bisa mendapat SHM sesuai dengan undang-undang yang berlaku," kata dia bercerita.
Di lahan seluas 155 hektare itu, ia menyebut ada 2.200 KK yang tinggal dan hanya menempati kisaran 80 hektare saja, sementara masih ada sekitar 60 hektar menjadi hak pengelolaan Pemkab Jembrana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Wayan Koster dalam keterangan yang diterima di Denpasar, Rabu, mengatakan dari aduan warga, total 155 hektare lahan milik negara di Gilimanuk sudah diberikan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) ke Pemkab Jembrana.
Semestinya akan lebih mudah penyelesaiannya, namun warga mengadu hingga saat ini Pemkab Jembrana belum memberi rekomendasi.
"Kalau di sini sudah menjadi kewenangan HPL Pemkab Jembrana, jadi sebenarnya lebih mudah, prosesnya sudah benar, ada permohonan oleh warga untuk SHM (sertifikat hak milik) agar diproses bupati, kemudian mencari rekomendasi ke DPRD agar bupatinya bisa lepas dalam bentuk hibah ke warga menjadi SHM," kata Koster.
“Ini seharusnya bisa, saya terharu karena di sini warga tinggal di lahan luasnya 1 sampai 3 are, saya memohon doa agar prosesnya bisa lancar ya," sambungnya.
Koster bercerita saat periode pertama menjadi Gubernur Bali banyak persoalan agraria yang dituntaskan seperti di Sumberklampok, Buleleng, namun kasus di Gilimanuk statusnya berbeda dan dinilai semestinya lebih mudah ditangani bupati.
Di Desa Sumberklampok luas lahan pemerintah 612 hektare telah ditempati warga sejak 1930, lama kelamaan warga menetap secara permanen dan Wayan Koster akhirnya menuntaskan persoalan agraria itu.
"Dari total jumlah lahan itu warga minta 60 persen, tapi saat itu saya kasih 70 persen (458 hektare), sertifikatnya saya urus gratis, baik lahan tempat tinggal dan perkebunannya," kata Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu.
Selain Sumberklampok, beberapa yang dijadikan contoh kesuksesan menyelesaikan konflik agraria seperti di Badung, Klungkung, dan Denpasar.
"Masa kita gusur masyarakatnya, itu tidak boleh, kasihan mereka, saya tidak ambil pola seperti itu," ujarnya.
Aduan persoalan agraria ini sendiri disampaikan langsung oleh tokoh masyarakat Gilimanuk bernama Gede Bangun Nusantara yang secara langsung desanya didatangi Wayan Koster untuk simakrama.
Bersama ratusan warga, mereka mengucap syukur karena salah satu pasangan calon hadir ke daerah paling ujung barat Pulau Dewata yang jarang tersentuh.
"Kami di sini statusnya sewa kepada Pemkab Jembrana, sudah bertahun tahun warga Gilimanuk mengajukan agar mendapat SHM ke pemkab, namun hingga saat ini belum, warga Gilimanuk akhirnya kompak berjuang bersama dan mendapat rekomendasi dari DPRD Jembrana yang menyatakan warga Gilimanuk bisa mendapat SHM sesuai dengan undang-undang yang berlaku," kata dia bercerita.
Di lahan seluas 155 hektare itu, ia menyebut ada 2.200 KK yang tinggal dan hanya menempati kisaran 80 hektare saja, sementara masih ada sekitar 60 hektar menjadi hak pengelolaan Pemkab Jembrana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024