Nusa Dua (Antara Bali) - Miliuner asal Amerika Serikat George Soros mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memasukkan masalah akses hukum dan keadilan dalam agenda Tujuan Pembangunan Millennium atau MDGs pada pertemuan panel tingkat tinggi di Nusa Dua, pada 25-27 Maret 2013.
"Salah satu penyebab kemiskinan adalah tidak adanya keadilan hukum bagi masyarakat yang tidak diuntungkan, maka akses terhadap hukum dan keadilan harus jadi salah satu agenda MDGs," kata Soros dalam keterangan persnya di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Minggu.
Untuk mendorong akses terhadap hukum dan keadilan, dia menekankan dibutuhkannya tenaga paralegal, yakni relawan bukan pengacara (lawyer) yang dilatih untuk menjalankan pekerjaan pengacara di luar pengadilan.
"Tenaga paralegal sangat dibutuhkan karena tenaga pengacara cukup mahal," kata Soros yang dalam pertemuan tersebut diundang sebagai peserta mewakili sektor swasta.
Pertemuan tersebut akan dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Perdana Menteri Inggris David Cameron, dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf yang ditunjuk Sekjen PBB Ban Ki-moon sebagai pimpinan pertemuan.
Soros adalah pendiri dan penyandang dana Open Society Foundation (OSF), salah satu organisasi yang didanai oleh Soros Foundation. OSI memiliki lembaga di Indonesia bernama Yayasan Tifa, yayasan yang membiayai banyak kegiatan lembaga swadaya masyarakat, termasuk mendanai kegiatan-kegiatan akses terhadap hukum dan keadilan.
Sementara itu, Mas Achmad Santosa dari Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) mendukung agenda Soros bahwa akses terhadap hukum dan keadilan merupakan salah satu cara untuk menghapus kemiskinan.
"YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) sudah lama menjalankan bantuan-bantuan hukum, baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan dengan tujuan agar masyarakat memiliki akses terhadap hak-hak hukum, hak-hak ekonomi, dan hak-hak budaya," kata pengurus YLBHI itu. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Salah satu penyebab kemiskinan adalah tidak adanya keadilan hukum bagi masyarakat yang tidak diuntungkan, maka akses terhadap hukum dan keadilan harus jadi salah satu agenda MDGs," kata Soros dalam keterangan persnya di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Minggu.
Untuk mendorong akses terhadap hukum dan keadilan, dia menekankan dibutuhkannya tenaga paralegal, yakni relawan bukan pengacara (lawyer) yang dilatih untuk menjalankan pekerjaan pengacara di luar pengadilan.
"Tenaga paralegal sangat dibutuhkan karena tenaga pengacara cukup mahal," kata Soros yang dalam pertemuan tersebut diundang sebagai peserta mewakili sektor swasta.
Pertemuan tersebut akan dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Perdana Menteri Inggris David Cameron, dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf yang ditunjuk Sekjen PBB Ban Ki-moon sebagai pimpinan pertemuan.
Soros adalah pendiri dan penyandang dana Open Society Foundation (OSF), salah satu organisasi yang didanai oleh Soros Foundation. OSI memiliki lembaga di Indonesia bernama Yayasan Tifa, yayasan yang membiayai banyak kegiatan lembaga swadaya masyarakat, termasuk mendanai kegiatan-kegiatan akses terhadap hukum dan keadilan.
Sementara itu, Mas Achmad Santosa dari Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) mendukung agenda Soros bahwa akses terhadap hukum dan keadilan merupakan salah satu cara untuk menghapus kemiskinan.
"YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) sudah lama menjalankan bantuan-bantuan hukum, baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan dengan tujuan agar masyarakat memiliki akses terhadap hak-hak hukum, hak-hak ekonomi, dan hak-hak budaya," kata pengurus YLBHI itu. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013