Praktisi hukum Dr Yonathan Andre Baskoro menekankan pentingnya pembentukan undang-undang (UU) terkait teknologi keuangan (fintech) yang memuat sanksi pidana untuk menekan pertumbuhan pinjaman online (pinjol) ilegal.

“Sanksi pidana terhadap perusahaan penyelenggara pinjol ilegal belum ada karena undang-undangnya belum ada,” katanya di Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Bali, Rabu.

Menurut dia, sanksi pidana selama ini diterapkan kepada perusahaan penyelenggara pinjol yang legal ketika mereka melanggar aturan, sehingga pinjol abal-abal terus tumbuh karena belum ada sanksi pidana.

Di sisi lain, Satuan Tugas Waspada Investasi atau yang saat ini bernama Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) melakukan blokir atau penutupan kegiatan apabila ada temuan pinjol ilegal.

“Makanya masih banyak (pinjol ilegal) yang tumbuh, karena ketika ditemukan, sanksi hanya dibekukan atau ditutup,” imbuh pengacara tersebut.

Untuk itu, ia berharap apabila ada undang-undang, selain memuat sanksi pidana, UU itu juga dapat menjadi acuan pembentukan badan khusus terkait pengawasan fintech.

Badan tersebut, kata dia, sudah diterapkan di sejumlah negara termasuk salah satunya di China.

Terkait perlindungan pengguna pinjaman online, lanjut dia, saat ini para pelaku pinjol ilegal dapat dijerat diantaranya melalui Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi hingga UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Meski begitu, lanjut dia, adanya regulasi tersebut dinilai perlu lebih diperkuat lagi agar menimbulkan efek jera terhadap pinjol ilegal.

“Kita sudah punya UU Perlindungan Data Pribadi. Cuma dalam pelaksanaan penindakan, belum maksimal. Ada sanksi pidana jika membocorkan data pribadi, itu seharusnya lebih dikuatkan lagi,” katanya.

Pentingnya pembentukan UU terkait teknologi keuangan termasuk hukum pidana dalam penanganan pinjol tersebut termuat dalam disertasi Yonathan berjudul “Perlindungan hukum terhadap pengguna jasa keuangan digital (financial technology) pinjaman online".

Ia berharap karyanya tersebut dapat menjadi masukan untuk mempertegas sanksi hukum terhadap pinjol ilegal.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Pasti mencatat sejak 2018 hingga Februari 2023, sebanyak 4.567 perusahaan pinjol ilegal telah ditutup.

Satgas Pasti juga mencatat sejak Januari-September 2024 melakukan pemblokiran terhadap 2.741 entitas keuangan Ilegal.

Dari 2.741 aktivitas keuangan ilegal tersebut sebanyak 2.500 entitas di antaranya adalah pinjol ilegal dan 241 investasi ilegal.



 

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024