Pengusaha Budi Said, yang dikenal sebagai crazy rich atau orang superkaya di Surabaya, didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun dalam kasus dugaan korupsi jual beli logam mulia emas PT Antam Tbk.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Nurachman Adikusumo mengungkapkan perbuatan korupsi dilakukan Budi Said dengan menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp35,07 miliar yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam.
"Selain itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas Antam dari Antam kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022," kata Nurachman dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Selain didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsinya, yakni antara lain dengan menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.
Atas perbuatannya, JPU mendakwa Budi Said dengan pidana sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Budi Said juga terancam pidana sesuai Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
JPU membeberkan Budi Said melakukan transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 di bawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dan prosedur penjualan emas Antam.
Transaksi dilakukan bersama-sama dengan penghubung atau broker, Eksi Anggraeni, Marketing Representatif Asisten Manager atau Kepala BELM Surabaya 01 Antam Endang Kumoro, General Trading and Manufacturing Service Antam Pulogadung sekaligus tenaga perbantuan di BELM Surabaya 01 Antam Ahmad Purwanto, serta Bagian Administrasi Kantor atau Back Office BELM Surabaya 01 Antam Misdianto.
Budi Said pada awalnya bersama-sama dengan Eksi menerima 100 kilogram emas Antam dari Endang, Ahmad, dan Misdianto pada BELM Surabaya 01 melalui pengiriman dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulogadung Antam.
Kala itu, Budi Said telah mengetahui penerimaan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi jumlah dan berat emas dari yang seharusnya, yaitu 41,86 kilogram emas Antam, dengan jumlah pembayaran transaksi pembelian emas Antam oleh dirinya sebesar Rp25,25 miliar sesuai faktur dan penetapan harga resmi dari Antam.
"Dengan demikian, Budi Said telah mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,13 kilogram yang tidak ada pembayarannya," tutur JPU.
Untuk memenuhi permintaan Budi Said dengan nama pribadi maupun atas nama Eksi, baik Endang, Ahmad, dan Misdianto menyerahkan emas Antam dengan berat yang tidak sesuai faktur.
Ketiganya juga menyesuaikan pembayaran Budi Said maupun atas nama Eksi dengan mencatatkan ke dalam faktur seolah-olah telah melakukan transaksi pembelian emas Antam dengan jumlah berat dan harga resmi yang ditetapkan sesuai prosedur penjualan Antam.
JPU menambahkan Endang, Ahmad, dan Misdianto pun tidak mencatatkan stok opname yang sebenarnya pada BELM Surabaya 01 atas transaksi pembelian emas Budi Said maupun atas nama Eksi, sehingga menurut sistem EMAS seolah-olah terlihat sama dengan stok fisik riil yang ada di brankas BELM Surabaya 01.
"Akibatnya terjadi kekurangan fisik emas Antam pada BELM Surabaya 01 seberat 152,8 kilogram," tambah JPU.
Lantaran telah mendapatkan kemudahan pembelian emas dengan bantuan Eksi, Endang, Ahmad, dan Misdianto, Budi Said pun memberikan sejumlah uang kepada Eksi berupa upah (fee) lebih kurang sebesar Rp92,09 miliar dan Ahmad senilai Rp500 juta.
Kemudian kepada Endang berupa keping emas seberat 50 gram, satu unit mobil Innova warna hitam tahun 2018 dengan nomor polisi B 2930 TZM, uang tunai Rp60 juta, serta Misdianto berupa satu unit mobil Innova warna putih tahun 2018 dengan nomor polisi N 1273 FG, uang sebesar Rp515 juta, dan 22 ribu dolar Singapura.
Setelah itu, Budi Said melalui Eksi juga telah meminta BELM Surabaya 01 mengeluarkan surat keterangan perihal kekurangan penyerahan emas oleh Antam kepada Budi Said sebanyak 1.136 kilogram dengan harga Rp505 juta per kilogram dari transaksi jual beli emas Antam di bawah harga resmi Antam.
Atas permintaan tersebut, Ahmad dan Endang yang tidak memiliki dasar dan wewenang telah membuat dan mengeluarkan surat keterangan yang ditandatangani oleh Endang.
"Padahal nyatanya Antam tidak pernah menetapkan nilai harga resmi penjualan emas sebagaimana harga tersebut, tidak ada faktur penjualan atas pengakuan transaksi, dan tidak ada pembayaran oleh Budi atas pengakuan kekurangan penyerahan emas dimaksud," ungkap JPU menjelaskan.
Lebih lanjut, untuk mendapatkan emas Antam dari transaksi yang tidak benar, Budi Said menggunakan surat keterangan tersebut sebagai dasar gugatan perdata kepada Antam seolah-olah Antam memiliki kewajiban kekurangan serah emas Antam kepada Budi sebanyak 1.136 kilogram dengan harga Rp505 juta per kilogram, yang nyatanya tidak benar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Nurachman Adikusumo mengungkapkan perbuatan korupsi dilakukan Budi Said dengan menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp35,07 miliar yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam.
"Selain itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas Antam dari Antam kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilogram berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022," kata Nurachman dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Selain didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsinya, yakni antara lain dengan menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.
Atas perbuatannya, JPU mendakwa Budi Said dengan pidana sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Budi Said juga terancam pidana sesuai Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
JPU membeberkan Budi Said melakukan transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 di bawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dan prosedur penjualan emas Antam.
Transaksi dilakukan bersama-sama dengan penghubung atau broker, Eksi Anggraeni, Marketing Representatif Asisten Manager atau Kepala BELM Surabaya 01 Antam Endang Kumoro, General Trading and Manufacturing Service Antam Pulogadung sekaligus tenaga perbantuan di BELM Surabaya 01 Antam Ahmad Purwanto, serta Bagian Administrasi Kantor atau Back Office BELM Surabaya 01 Antam Misdianto.
Budi Said pada awalnya bersama-sama dengan Eksi menerima 100 kilogram emas Antam dari Endang, Ahmad, dan Misdianto pada BELM Surabaya 01 melalui pengiriman dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulogadung Antam.
Kala itu, Budi Said telah mengetahui penerimaan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi jumlah dan berat emas dari yang seharusnya, yaitu 41,86 kilogram emas Antam, dengan jumlah pembayaran transaksi pembelian emas Antam oleh dirinya sebesar Rp25,25 miliar sesuai faktur dan penetapan harga resmi dari Antam.
"Dengan demikian, Budi Said telah mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,13 kilogram yang tidak ada pembayarannya," tutur JPU.
Untuk memenuhi permintaan Budi Said dengan nama pribadi maupun atas nama Eksi, baik Endang, Ahmad, dan Misdianto menyerahkan emas Antam dengan berat yang tidak sesuai faktur.
Ketiganya juga menyesuaikan pembayaran Budi Said maupun atas nama Eksi dengan mencatatkan ke dalam faktur seolah-olah telah melakukan transaksi pembelian emas Antam dengan jumlah berat dan harga resmi yang ditetapkan sesuai prosedur penjualan Antam.
JPU menambahkan Endang, Ahmad, dan Misdianto pun tidak mencatatkan stok opname yang sebenarnya pada BELM Surabaya 01 atas transaksi pembelian emas Budi Said maupun atas nama Eksi, sehingga menurut sistem EMAS seolah-olah terlihat sama dengan stok fisik riil yang ada di brankas BELM Surabaya 01.
"Akibatnya terjadi kekurangan fisik emas Antam pada BELM Surabaya 01 seberat 152,8 kilogram," tambah JPU.
Lantaran telah mendapatkan kemudahan pembelian emas dengan bantuan Eksi, Endang, Ahmad, dan Misdianto, Budi Said pun memberikan sejumlah uang kepada Eksi berupa upah (fee) lebih kurang sebesar Rp92,09 miliar dan Ahmad senilai Rp500 juta.
Kemudian kepada Endang berupa keping emas seberat 50 gram, satu unit mobil Innova warna hitam tahun 2018 dengan nomor polisi B 2930 TZM, uang tunai Rp60 juta, serta Misdianto berupa satu unit mobil Innova warna putih tahun 2018 dengan nomor polisi N 1273 FG, uang sebesar Rp515 juta, dan 22 ribu dolar Singapura.
Setelah itu, Budi Said melalui Eksi juga telah meminta BELM Surabaya 01 mengeluarkan surat keterangan perihal kekurangan penyerahan emas oleh Antam kepada Budi Said sebanyak 1.136 kilogram dengan harga Rp505 juta per kilogram dari transaksi jual beli emas Antam di bawah harga resmi Antam.
Atas permintaan tersebut, Ahmad dan Endang yang tidak memiliki dasar dan wewenang telah membuat dan mengeluarkan surat keterangan yang ditandatangani oleh Endang.
"Padahal nyatanya Antam tidak pernah menetapkan nilai harga resmi penjualan emas sebagaimana harga tersebut, tidak ada faktur penjualan atas pengakuan transaksi, dan tidak ada pembayaran oleh Budi atas pengakuan kekurangan penyerahan emas dimaksud," ungkap JPU menjelaskan.
Lebih lanjut, untuk mendapatkan emas Antam dari transaksi yang tidak benar, Budi Said menggunakan surat keterangan tersebut sebagai dasar gugatan perdata kepada Antam seolah-olah Antam memiliki kewajiban kekurangan serah emas Antam kepada Budi sebanyak 1.136 kilogram dengan harga Rp505 juta per kilogram, yang nyatanya tidak benar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024