Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mengejar kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar terhadap 20 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Pulau Dewata yang masih belum memenuhi ketentuan itu dengan batas waktu hingga 31 Desember 2024.
“Ada strateginya, pertama penambahan modal melalui investor strategis dan kedua, melalui merger,” kata Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu di sela evaluasi kinerja BPR/BPR Syariah Bali dan Nusa Tenggara periode Semester 1-2024 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Untuk mempercepat pemenuhan modal inti BPR itu, pihaknya beberapa waktu lalu sudah mengumpulkan pemegang saham pengendali (PSP) di BPR yang belum memenuhi modal inti minimum tersebut untuk mencari penanam modal strategis atau opsi merger.
Dari pertemuan intensif itu, pihaknya mendapatkan optimisme dari sebagian besar PSP untuk segera memenuhi modal inti minimum, kemudian ada juga PSP yang masih moderat dan ada beberapa yang terus didorong untuk segera mendapat investor strategis.
Baca juga: OJK Bali minta BPR perkuat permodalan guna tingkatkan daya saing
Selain opsi mencari investor strategis atau merger, BPR yang belum memenuhi modal inti Rp6 miliar juga dapat menambah modal dari investor lama yakni dari PSP.
Ada pun total BPR di Bali saat ini mencapai 131 bank, lebih banyak dibandingkan provinsi tetangga di regional yakni Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 22 BPR dan 11 BPR di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Meski begitu, Kristrianti optimistis 20 BPR di Bali tersebut dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum karena kinerja khususnya dana pihak ketiga (DPK) BPR cukup tebal.
“Jadi kalau dilihat (BPR) Bali itu DPK-nya itu tebal artinya punya uang. Itu saya yakin dan optimis pasti mampu,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan kepada BPR tersebut terkait batas waktu pemenuhan modal inti yakni tidak ada pemunduran yakni tetap pada 31 Desember 2024, sesuai Peraturan OJK Nomor 5/POJK.03/2015 yang sudah berlangsung selama sembilan tahun.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Bali I Ketut Komplit menjelaskan pihaknya sudah melakukan komunikasi intensif dengan OJK hingga anggota perhimpunannya.
Senada dengan Kristrianti, ia juga optimistis 20 BPR yang belum memenuhi modal inti minimum itu dapat terpenuhi sebelum batas waktu 31 Desember 2024.
Baca juga: OJK ingatkan penguatan daya saing BPR di Bali
“Sudah dipetakan ada BPR yang masih ada lagi sedikit yang belum bisa memenuhi modal waktu dekat tapi masih dalam proses, mudah-mudahan semuanya terpenuhi,” imbuhnya.
Sementara itu, sesuai pasal 22 dalam POJK Nomor 5 tahun 2015, BPR yang belum mencapai modal inti minimum Rp6 miliar dikenakan sanksi dan kewajiban penggabungan (merger) atau peleburan (konsolidasi) atau diambilalih (diakuisisi) dan atau mendapatkan investor baru.
Ada pun sanksinya diatur dalam pasal 22 ayat 1 peraturan itu yakni penurunan tingkat kesehatan BPR, larangan membuka jaringan kantor, larangan melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing dan layanan perangkat perbankan elektronik.
Kemudian pembatasan wilayah penyaluran dana menjadi satu kabupaten yang sama dengan lokasi kantor BPR dan pembatasan renumerasi kepada anggota dewan komisaris dan atau direksi BPR atau imbalan kepada pihak terkait.
Pemenuhan modal inti minimum bertujuan untuk mendukung industri BPR yang sehat, kuat dan produktif untuk mendukung sektor riil terutama usaha mikro kecil.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024