Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja mengatakan potensi kenaikan biaya pendidikan terkait tahun ajaran baru 2024/2025 menjadi salah satu risiko pemicu inflasi pada Juli 2024 di provinsi setempat.
"Selain itu, yang perlu diwaspadai juga terkait potensi kenaikan permintaan barang dan jasa selama liburan sekolah," ujar Erwin, di Denpasar, Kamis.
Risiko inflasi lainnya, kata Erwin lagi, karena penurunan pasokan beras dan cabai rawit seiring dengan berakhirnya panen raya. Kemudian berlanjutnya kenaikan harga rokok secara gradual akibat kenaikan cukai rokok pada awal tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, perkembangan harga Provinsi Bali pada Juni 2024 secara bulanan cenderung menurun, sehingga mengalami deflasi sebesar -0,55 persen (month to month/mtm), lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,10 persen (mtm).
Baca juga: BI Bali sebut bunga gumitir berpotensi dorong inflasi
Secara tahunan, inflasi Provinsi Bali menurun dari 3,54 persen (year on year/yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 2,71 persen (yoy) atau kembali ke kisaran target 2,5±1 persen.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi penyumbang deflasi utama pada Juni 2024. Sementara, berdasarkan komoditasnya, deflasi terutama bersumber dari penurunan harga bawang merah, tomat, sawi hijau, kubis, dan buncis.
Penurunan harga bawang merah dan tomat didorong oleh peningkatan pasokan sejalan dengan panen raya di berbagai sentra produksi di Bali seperti wilayah Songan dan Kintamani, serta dari luar Bali terutama Bima NTB.
Sedangkan penurunan harga sawi hijau terjadi seiring dengan panen yang terjadi di wilayah Bengkel dan Bedugul, Kabupaten Tabanan.
"Inflasi Bali yang kembali terjaga dapat terwujud sebagai hasil dari terus berlanjutnya kolaborasi dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah, baik di tingkat Provinsi Bali maupun kota/kabupaten," katanya lagi.
Baca juga: BI: Bali hadapi tiga tantangan besar wujudkan pariwisata yang berkualitas
Erwin menambahkan, TPID provinsi dan sembilan kabupaten/kota di Bali secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K antara lain pengembangan produksi padi dengan teknologi Hazton di berbagai wilayah di Bali, untuk mempercepat masa panen dan meningkatkan produksi.
Selain itu, TPID juga mendorong perluasan dan monitoring pelaksanaan program Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen (Genta Paten) komoditas cabai rawit untuk mendorong peningkatan pasokan; peningkatan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) komoditas pangan di Provinsi Bali maupun dengan wilayah lain.
Selanjutnya pemberian dukungan fasilitasi distribusi dan prasarana pertanian; serta peningkatan komunikasi oleh kepala/pejabat daerah guna menjaga keyakinan masyarakat terhadap stabilitas pasokan dan harga.
"Melalui langkah-langkah tersebut, kami meyakini inflasi Provinsi Bali pada tahun 2024 akan tetap terjaga dan terkendali dalam kisaran target 2,5±1 persen," ujar Erwin pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
"Selain itu, yang perlu diwaspadai juga terkait potensi kenaikan permintaan barang dan jasa selama liburan sekolah," ujar Erwin, di Denpasar, Kamis.
Risiko inflasi lainnya, kata Erwin lagi, karena penurunan pasokan beras dan cabai rawit seiring dengan berakhirnya panen raya. Kemudian berlanjutnya kenaikan harga rokok secara gradual akibat kenaikan cukai rokok pada awal tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, perkembangan harga Provinsi Bali pada Juni 2024 secara bulanan cenderung menurun, sehingga mengalami deflasi sebesar -0,55 persen (month to month/mtm), lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,10 persen (mtm).
Baca juga: BI Bali sebut bunga gumitir berpotensi dorong inflasi
Secara tahunan, inflasi Provinsi Bali menurun dari 3,54 persen (year on year/yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 2,71 persen (yoy) atau kembali ke kisaran target 2,5±1 persen.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi penyumbang deflasi utama pada Juni 2024. Sementara, berdasarkan komoditasnya, deflasi terutama bersumber dari penurunan harga bawang merah, tomat, sawi hijau, kubis, dan buncis.
Penurunan harga bawang merah dan tomat didorong oleh peningkatan pasokan sejalan dengan panen raya di berbagai sentra produksi di Bali seperti wilayah Songan dan Kintamani, serta dari luar Bali terutama Bima NTB.
Sedangkan penurunan harga sawi hijau terjadi seiring dengan panen yang terjadi di wilayah Bengkel dan Bedugul, Kabupaten Tabanan.
"Inflasi Bali yang kembali terjaga dapat terwujud sebagai hasil dari terus berlanjutnya kolaborasi dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah, baik di tingkat Provinsi Bali maupun kota/kabupaten," katanya lagi.
Baca juga: BI: Bali hadapi tiga tantangan besar wujudkan pariwisata yang berkualitas
Erwin menambahkan, TPID provinsi dan sembilan kabupaten/kota di Bali secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K antara lain pengembangan produksi padi dengan teknologi Hazton di berbagai wilayah di Bali, untuk mempercepat masa panen dan meningkatkan produksi.
Selain itu, TPID juga mendorong perluasan dan monitoring pelaksanaan program Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen (Genta Paten) komoditas cabai rawit untuk mendorong peningkatan pasokan; peningkatan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) komoditas pangan di Provinsi Bali maupun dengan wilayah lain.
Selanjutnya pemberian dukungan fasilitasi distribusi dan prasarana pertanian; serta peningkatan komunikasi oleh kepala/pejabat daerah guna menjaga keyakinan masyarakat terhadap stabilitas pasokan dan harga.
"Melalui langkah-langkah tersebut, kami meyakini inflasi Provinsi Bali pada tahun 2024 akan tetap terjaga dan terkendali dalam kisaran target 2,5±1 persen," ujar Erwin pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024