Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik memastikan proses penghitungan dan rekapitulasi suara hasil Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024, yang dilakukan secara manual dan berjenjang, aman dari tindakan peretasan (hack).
"Jadi autentikasi hasil penghitungan suara maupun rekapitulasi dilakukan secara manual, tidak dilakukan secara digital," kata Idham dalam diskusi daring bertajuk "Ngeriii... Data Pemilih Bocor" seperti dipantau di Jakarta, Sabtu.
Penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam UU tersebut, kata Idham, rekapitulasi suara dilakukan secara manual dan berjenjang, mulai dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga secara nasional.
"Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tidak mengatur penggunaan teknologi elektronik secara spesifik," kata Idham.
Meskipun KPU menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), Idham mengatakan sistem tersebut hanya bertujuan sebagai alat bantu agar masyarakat mengetahui perkiraan hasilnya terlebih dulu dan tidak dijadikan sebagai hasil resmi.
"Kami harus memenuhi pemenuhan informasi publik berkaitan dengan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi perolehan hasil suara Pemilu 2024," jelasnya.
Sementara itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah melakukan forensik digital sebagai langkah penanganan dalam dugaan kasus kebocoran data yang dialami KPU.
BSSN melakukan itu untuk mencari penyebab dari dugaan kebocoran data tersebut.
"Dalam penanganan insiden siber yang terjadi di KPU, BSSN sedang melakukan analisis dan forensik digital dari sisi aplikasi dan server untuk mengetahui root couse dari insiden siber yang terjadi," kata Juru Bicara BSSN Ariandi Putra di Jakarta, Jumat.
Terkait tindak lanjut terhadap penanganan dugaan kebocoran data tersebut akan disampaikan secara langsung oleh KPU sebagai pemilik sistem elektronik terkait.
Sebelumnya, dugaan kebocoran data pemilih di KPU terjadi setelah muncul peretas anonim bernama "Jimbo" yang mengklaim telah meretas situs KPU dan mengakses data pemilih dari situs tersebut.
Akun tersebut membagikan 500 ribu data contoh dalam satu unggahan di situs BreachForums. Situs tersebut biasanya digunakan untuk menjual data-data hasil peretasan.
Jimbo juga memverifikasi kebenaran data dengan beberapa tangkapan layar dari situs cekdptonline.kpu.go.id. Dalam unggahannya, Jimbo mengungkapkan dari 252 juta data yang diperolehnya, terdapat beberapa data yang terduplikasi.
Setelah dilakukan penyaringan, ditemukan 204.807.203 data unik. Angka tersebut hampir sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU yang mencapai 204.807.222 pemilih dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia serta 128 negara perwakilan.
Data yang berhasil diakses Jimbo itu mencakup informasi pribadi, seperti NIK, nomor KK, nomor KTP, nomor paspor pemilih di luar negeri, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, serta kode TPS.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Jadi autentikasi hasil penghitungan suara maupun rekapitulasi dilakukan secara manual, tidak dilakukan secara digital," kata Idham dalam diskusi daring bertajuk "Ngeriii... Data Pemilih Bocor" seperti dipantau di Jakarta, Sabtu.
Penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam UU tersebut, kata Idham, rekapitulasi suara dilakukan secara manual dan berjenjang, mulai dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga secara nasional.
"Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tidak mengatur penggunaan teknologi elektronik secara spesifik," kata Idham.
Meskipun KPU menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), Idham mengatakan sistem tersebut hanya bertujuan sebagai alat bantu agar masyarakat mengetahui perkiraan hasilnya terlebih dulu dan tidak dijadikan sebagai hasil resmi.
"Kami harus memenuhi pemenuhan informasi publik berkaitan dengan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi perolehan hasil suara Pemilu 2024," jelasnya.
Sementara itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah melakukan forensik digital sebagai langkah penanganan dalam dugaan kasus kebocoran data yang dialami KPU.
BSSN melakukan itu untuk mencari penyebab dari dugaan kebocoran data tersebut.
"Dalam penanganan insiden siber yang terjadi di KPU, BSSN sedang melakukan analisis dan forensik digital dari sisi aplikasi dan server untuk mengetahui root couse dari insiden siber yang terjadi," kata Juru Bicara BSSN Ariandi Putra di Jakarta, Jumat.
Terkait tindak lanjut terhadap penanganan dugaan kebocoran data tersebut akan disampaikan secara langsung oleh KPU sebagai pemilik sistem elektronik terkait.
Sebelumnya, dugaan kebocoran data pemilih di KPU terjadi setelah muncul peretas anonim bernama "Jimbo" yang mengklaim telah meretas situs KPU dan mengakses data pemilih dari situs tersebut.
Akun tersebut membagikan 500 ribu data contoh dalam satu unggahan di situs BreachForums. Situs tersebut biasanya digunakan untuk menjual data-data hasil peretasan.
Jimbo juga memverifikasi kebenaran data dengan beberapa tangkapan layar dari situs cekdptonline.kpu.go.id. Dalam unggahannya, Jimbo mengungkapkan dari 252 juta data yang diperolehnya, terdapat beberapa data yang terduplikasi.
Setelah dilakukan penyaringan, ditemukan 204.807.203 data unik. Angka tersebut hampir sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU yang mencapai 204.807.222 pemilih dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia serta 128 negara perwakilan.
Data yang berhasil diakses Jimbo itu mencakup informasi pribadi, seperti NIK, nomor KK, nomor KTP, nomor paspor pemilih di luar negeri, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, serta kode TPS.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023