Jaksa Penuntut Umum membeberkan skenario pemungutan dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) tanpa dasar alias ilegal, dari ribuan mahasiswa di Universitas Udayana dalam sidang terhadap tiga staf rektorat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Denpasar, Bali, Jumat (20/10).

Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan yang dipimpin Ketua Majelis Putu Ayu Sudariasih beranggotakan Gede Putra Astawa dan Nelson menghadirkan tiga orang terdakwa Nyoman Putra Sastra, I Ketut Budiartawan dan I Made Yusnantara.

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Sefran Haryadi dijelaskan bahwa terdakwa Nyoman Putra Sastra (NPS) bersama-sama dengan saksi I Ketut Budiartawan, I Made Yusnantara, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara (masing-masing dalam berkas perkara terpisah) dalam kurun waktu antara bulan Mei 2018 sampai dengan Juni 2022 secara tanpa hak telah memungut biaya atau sumbangan pengembangan institusi (SPI) terhadap calon mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018/2019 sampai dengan tahun 2022/2023.

Padahal sumbangan pengembangan institusi tersebut, tidak termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 51/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

JPU menyatakan ketentuan tersebut seharusnya menjadi dasar pungutan tarif layanan sebagaimana amanat Pasal 9 Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Baca juga: Rektor Universitas Udayana jalani sidang dakwaan kasus korupsi dana SPI

Bahkan, terdakwa bersama dengan saksi yang lain telah membuat fitur penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri dan menginput Program Studi (prodi) serta nilai SPI yang tidak sesuai dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana tentang Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana ke dalam laman/website/sistem pendaftaran penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri, yang pada tahun 2018 beralamat https//:e-registrasi.unud.ac.id dan pada tahun 2019 berubah menjadi https//:utbk.unud.ac.id.

"Padahal terdakwa telah mengetahui bahwa beberapa program studi tersebut tidak masuk dalam keputusan rektor terkait sumbangan pengembangan institusi dimaksud bahkan untuk tahun akademik 2020/2021, terdakwa NPS telah menyadari bahwa surat keputusan rektor mengenai SPI belum ditetapkan, namun terdakwa tetap menginputnya dalam fitur SPI laman pendaftaran online tersebut belum ditetapkan oleh Rektor Universitas Udayana," kata JPU di muka persidangan.

Terdakwa NPS membuat agar tidak ada pilihan untuk melakukan pendaftaran tanpa mengisi/memilih besaran SPI, sehingga tidak ada pilihan lain bagi para calon mahasiswa untuk melanjutkan pendaftaran dan mengikuti seleksi jalur mandiri selain melalui aplikasi yang ada.

Setelah dinyatakan lulus seleksi dan belum ditetapkan sebagai mahasiswa baru sudah diwajibkan membayar sumbangan pengembangan institusi, bahkan terdapat 401 orang calon mahasiswa baru yang memilih program studi yang berdasarkan surat keputusan rektor Universitas Udayana tidak dikenakan sumbangan pengembangan institusi.

Baca juga: BEM tetap kawal kasus korupsi SPI, tersangka rektor Universitas Udayana

JPU mendakwa terdakwa telah menginput program studi yang dikenakan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) pada fitur SPI laman https://e-registrasi.unud.ac.id, yang tidak sama atau tidak sesuai dengan Keputusan Rektor Universitas Udayana yakni terdapat enam program studi strata satu (S1) pada Fakultas Ilmu Budaya yakni program studi Sastra Indonesia, Sastra Bali, Sastra Jawa Kuno, Arkeologi, Sejarah dan Antropologi serta 3 program studi program diploma (D3) yang juga dimasukkan dalam fitur SPI pada laman pendaftaran https://e-registrasi.unud.ac.id, dengan jumlah mahasiswa baru sebanyak 71 orang dengan nilai pungutan seluruhnya sejumlah Rp357.450.100.

JPU mengungkapkan calon mahasiswa baru seleksi jalur mandiri pada Universitas Udayana tahun akademik 2018/2019 sampai dengan 2022/2023 dibuat tidak dapat memilih nominal SPI lain selain mengisi dan atau memilih besaran SPI pada laman pendaftaran untuk bisa melakukan pendaftaran sebagai calon mahasiswa karena SPI merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam pendaftaran dan penerimaan Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri.

Setelah mengisi besaran level SPI barulah calon mahasiswa bisa melanjutkan ke tahap berikutnya. Apabila calon mahasiswa tidak mengisi besaran SPI sesuai dengan level SPI yang tercantum, maka calon mahasiswa tidak bisa melanjutkan ke tahap pendaftaran berikutnya sampai keluar kartu ujian (UTBC/UTBK).

Selanjutnya calon mahasiswa yang telah mendapatkan Kartu Ujian mengikuti ujian sesuai sesi yang tersedia dan SPI dibayarkan setelah calon mahasiswa tersebut dinyatakan lulus ujian.

Apabila calon mahasiswa yang telah dinyatakan lulus ujian (UTBC/UTBK) tersebut tidak membayar administrasi keuangan (UKT dan SPI) sesuai dengan jadwal dapat dibatalkan kelulusannya atau tidak dapat mendaftar ulang.

JPU menyatakan total penerimaan uang SPI periode tahun akademik 2018/2019 sampai dengan tahun akademik tahun 2022/2023 adalah sebesar Rp335.352.810.691 yang berasal dari 9.801 orang calon Mahasiswa baru Universitas Udayana seleksi jalur mandiri yang dipungut hanya didasarkan atas Keputusan Rektor Universitas Udayana padahal berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.05/2015 dan PMK Nomor 95/PMK.05.2020 tidak ada mencantumkan SPI sebagai salah satu tarif layanan yang dapat dipungut oleh Badan Layanan Umum Universitas Udayana.

Bahkan sebagian dari total penerimaan tersebut, yakni sebesar Rp4.244.902.100 dari 401 calon mahasiswa dipungut tanpa dasar sama sekali.

Pewarta: Rolandus Nampu

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023