Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan isu ecotourism (pariwisata berbasis lingkungan) sudah selayaknya mendapat perhatian lebih dari pemangku kebijakan dan pelaku usaha pariwisata di Pulau Dewata.

"Seiring dengan pemulihan sektor pariwisata di Bali, perlu dikelola dengan baik agar eksistensi lingkungan dan budaya Bali tetap lestari," kata Trisno dalam acara Suryaloka (Survei Bicara dan Laporan Perekonomian Bali Terkini) di Denpasar, Kamis.

Acara Suryaloka juga dirangkaikan dengan Seminar Literasi Ecotourism bertajuk Mengakselerasi Perekonomian Bali melalui Stabilisasi Inflasi dan Pengembangan Pariwisata Berbasis Ecotourism.

Seminar menghadirkan narasumber Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali Gusti Ayu Diah Utari, Duta Besar Keliling RI Wilayah Pasifik Tantowi Yahya, akademisi Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Sunarta MSi dan Founder Eco Tourism Bali Suzy Hutomo

Menurut Trisno, ecotourism mendorong aktivitas wisata yang ramah terhadap lingkungan dan mewajibkan adanya tanggung jawab dari wisatawan untuk turut menjaga destinasi wisata.

"Prinsip ecotourism sejatinya selaras dengan program Nangun Sat Kerthi Loka Bali dan UU Provinsi Bali 2023 untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali melalui perwujudan program Bali Era Baru," ujarnya.

Dengan ecotourism, kata Trisno, pariwisata menjadi bermanfaat untuk lingkungan yang lestari dan jangka panjang serta berkeadilan terhadap lingkungan. "Intinya Bali dapat menjadi hijau yang berkelanjutan," ucapnya.

Trisno menambahkan, sebagai daerah wisata utama Indonesia, perekonomian Bali memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor pariwisata. Hal tersebut terbukti dari pangsa lapangan usaha terbesar di Provinsi Bali berkaitan dengan pariwisata dan pendukungnya mencapai 51,78 persen terhadap total PDRB.

Pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Bali mencapai 4,84 persen (yoy) dan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2021 sebesar -2,46 persen (yoy).

Selanjutnya ekonomi Bali pada triwulan I 2023 menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi yakni sebesar 6,04 persen (yoy) dan menduduki peringkat enam sebagai provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia.

Sedangkan Deputi Kepala KPwBI Provinsi Bali Gusti Ayu Diah Utari menyampaikan pembangunan pariwisata yang tidak berkelanjutan dapat berdampak pada pembangunan yang terkonsentrasi pada pusat pariwisata sehingga menyebabkan pertumbuhan dan distribusi pendapatan masyarakat yang tidak merata.

Selain itu akan berdampak negatif pada lingkungan. Dengan daya lingkungan yang tidak mampu mengakomodir kebutuhan wisatawan yang semakin banyak berdampak negatif pada pada lingkungan seperti kerusakan terumbu karang, erosi pantai dan polusi udara serta air.

"Selanjutnya juga risiko kejahatan atau tingkat kriminalitas meningkat seperti pencurian, penipuan dan perdagangan manusia," katanya.

Duta Besar Keliling RI Wilayah Pasifik Tantowi Yahya mengatakan dalam tren global, masa depan itu adalah yang terkait dengan berkelanjutan, digital, inklusif dan teknologi.

Tantowi menambahkan, jika berkaca dari New Zealand itu mereka mempertahankan betul antara keseimbangan jumlah penduduk dengan wisatawan yang datang juga keseimbangan alam dan jumlah manusia.

"Jadi ketika sudah mendekati angka jumlah penduduk, maka ada protes dari masyarakat yang mau tidak mau harus didengar pemerintah," ujarnya.

Sedangkan terkait dengan Bali, lanjut Tantowi, maka titik keseimbangan akan tercapai ketika kita sudah mendapatkan jumlah ideal wisatawan yang datang ke Bali sesuai daya tampung geografis dan demografis (sosial budaya).

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023