Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.181,6 triliun hingga Oktober 2022 dari target APBN Rp2.266,2 triliun atau melonjak 44,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu Rp1.510,2 triliun.
“Pendapatan negara kita Rp2.181,6 triliun. Pertumbuhan penerimaan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebetulnya sudah mulai recovery,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Jakarta, Kamis.
Realisasi pendapatan negara meliputi penerimaan perpajakan Rp1.704,5 triliun yang meningkat 47 persen dari Rp1/159,6 triliun pada Oktober 2021 serta PNBP Rp476,5 triliun yang meningkat 36,4 persen dari Rp349,2 triliun dibanding periode sama tahun lalu.
Penerimaan perpajakan ini terdiri dari penerimaan pajak Rp1.448,2 triliun yang naik 51,8 persen dari periode sama tahun lalu Rp953,8 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp256,3 triliun yang naik 24,6 persen dari Rp205,8 triliun.
Baca juga: Menkeu: IsDB bantu Rp4,2 triliun perkuat layanan kesehatan Indonesia
Realisasi penerimaan pajak secara rinci meliputi PPh non migas Rp784,4 triliun atau 104,7 persen dari target serta PPN dan PPnBM Rp569,7 triliun atau 89,2 persen dari target.
Kemudian PBB dan pajak lainnya Rp26 triliun atau 80,6 persen dari target serta PPh Migas Rp67,9 triliun atau 105,1 persen dari target.
Kinerja penerimaan pajak ini dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis yang rendah pada 2021 serta implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP).
Sementara untuk penerimaan kepabeanan dan cukai meliputi bea masuk yang tumbuh 32,12 persen didorong harga komoditas terutama gas yang masih tinggi.
Baca juga: Menkeu: Dana Pandemi bukti G20 hasilkan aksi konkret untuk dunia
Penerimaan kepabeanan dan cukai juga didorong oleh cukai yang tumbuh 19,45 persen terutama dari penerimaan CHT yang didorong efek kenaikan tarif tertimbang sebesar 10,9 persen.
Bea keluar (BK) yang tumbuh 44,85 persen dikontribusi oleh ekspor produk kelapa sawit karena tarif bea keluar yang tunggu pada awal tahun yaitu Januari sampai Mei, perubahan tarif pada Juni dan flush out serta adanya peningkatan volume ekspor komoditas tembaga.
Terakhir, untuk penerimaan PNBP sebesar Rp476,5 triliun yang merupakan 98,9 persen dari target meliputi PNBP SDA Migas Rp117,2 triliun dan SDA Non Migas Rp86,1 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
“Pendapatan negara kita Rp2.181,6 triliun. Pertumbuhan penerimaan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebetulnya sudah mulai recovery,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Jakarta, Kamis.
Realisasi pendapatan negara meliputi penerimaan perpajakan Rp1.704,5 triliun yang meningkat 47 persen dari Rp1/159,6 triliun pada Oktober 2021 serta PNBP Rp476,5 triliun yang meningkat 36,4 persen dari Rp349,2 triliun dibanding periode sama tahun lalu.
Penerimaan perpajakan ini terdiri dari penerimaan pajak Rp1.448,2 triliun yang naik 51,8 persen dari periode sama tahun lalu Rp953,8 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp256,3 triliun yang naik 24,6 persen dari Rp205,8 triliun.
Baca juga: Menkeu: IsDB bantu Rp4,2 triliun perkuat layanan kesehatan Indonesia
Realisasi penerimaan pajak secara rinci meliputi PPh non migas Rp784,4 triliun atau 104,7 persen dari target serta PPN dan PPnBM Rp569,7 triliun atau 89,2 persen dari target.
Kemudian PBB dan pajak lainnya Rp26 triliun atau 80,6 persen dari target serta PPh Migas Rp67,9 triliun atau 105,1 persen dari target.
Kinerja penerimaan pajak ini dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis yang rendah pada 2021 serta implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP).
Sementara untuk penerimaan kepabeanan dan cukai meliputi bea masuk yang tumbuh 32,12 persen didorong harga komoditas terutama gas yang masih tinggi.
Baca juga: Menkeu: Dana Pandemi bukti G20 hasilkan aksi konkret untuk dunia
Penerimaan kepabeanan dan cukai juga didorong oleh cukai yang tumbuh 19,45 persen terutama dari penerimaan CHT yang didorong efek kenaikan tarif tertimbang sebesar 10,9 persen.
Bea keluar (BK) yang tumbuh 44,85 persen dikontribusi oleh ekspor produk kelapa sawit karena tarif bea keluar yang tunggu pada awal tahun yaitu Januari sampai Mei, perubahan tarif pada Juni dan flush out serta adanya peningkatan volume ekspor komoditas tembaga.
Terakhir, untuk penerimaan PNBP sebesar Rp476,5 triliun yang merupakan 98,9 persen dari target meliputi PNBP SDA Migas Rp117,2 triliun dan SDA Non Migas Rp86,1 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022