Apakah ada yang lebih indah daripada perdamaian? Apakah ada yang lebih keren daripada "unity in diversity"? Apakah ada yang lebih baik daripada kemanusiaan?
Ya, keindahan dan kemanusiaan yang keren itu kini digaungkan ke seluruh dunia dari sebuah forum para pemimpin agama dunia di Bali, Indonesia.
Andaikan tokoh humanis KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) masih hidup, tentu cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang suka humor itu akan tersenyum, atau bahkan bangga, karena berkumpulnya para pemimpin lintas agama di dunia pada 2-3 November 2022 itu merupakan cita-citanya semasa hidup.
Gus Dur adalah juga tokoh agama dan tokoh pluralis, namun ia lebih suka dan akhirnya berwasiat agar batu nisannya ditulisi "The humanist died here" (Di sini berbaring seorang humanis).
Saat menyampaikan testimoni pada Haul Ke-11 Gus Dur di Gedung PWNU Jatim (30/12/2020), Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan Gus Dur lebih suka disebut humanis (tokoh kemanusiaan), karena toleransi itu ada bila sisi kemanusiaan seseorang itu lebih dominan.
Begitulah Gus Dur. Ya, humanisme (kemanusiaan) itu yang disampaikan Gus Dur ke seluruh dunia. Di AS, Gus Dur yang memimpin Indonesia hanya dalam 22 bulan itu pernah bilang bahwa "Di negeri saya, saya lindungi minoritas, maka tolong negara Anda juga melindungi minoritas."
Nah, nilai-nilai kemanusiaan yang dimasyarakatkan Gus Dur itulah yang menjamin kondusivitas kehidupan berbangsa dan bernegara, yang kini dicoba-teruskan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang juga merupakan salah seorang kader terbaik Gus Dur.
Nilai-nilai kemanusiaan yang diperjuangkan Gus Dur itulah yang agaknya terlihat dalam "G20 Religion Forum" (R20) di Nusa Dua, Badung, Bali, 2-3 November 2022, yang mempertemukan para pemimpin agama dan sekte-sekte dunia dengan peserta utama dari negara-negara anggota G20 dan negara nonanggota Presidensi G20. Indonesia sebagai inisiator sekaligus tuan rumah Forum R20 yang pertama.
Total yang terkonfirmasi hadir ada 32 negara dengan 338 partisipan, 124 berasal dari luar negeri. Forum tersebut menghadirkan 45 pembicara dari lima benua, di antaranya Rabbi Prof Alan Brill (Amerika Serikat), Rabbi Prof Silvina Chemen (Argentina), Uskup Matthew Hassan Kukah (Nigeria), Elder Gary E Stevenson (Amerika Serikat), H Imam Addaruqutni (PP Muhammadiyah), KH Ulil Abshar Abdalla (Lakpesdam PBNU), dan sederet nama perempuan inspiratif.
Nilai-nilai kemanusiaan itu sempat disebut Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri pembukaan G20 Religion Forum (R20) di Nusa Dua, Badung, Bali, secara virtual. Menurut Jokowi, tokoh-tokoh agama dari agama yang berbeda telah menjadi bagian utama dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Tokoh-tokoh agama yang berbeda ini juga menjadi bagian utama untuk mempersatukan Indonesia pada 1945. Indonesia dipersatukan oleh toleransi dan persatuan, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, unity in diversity. Gotong royong lintas tokoh agama yang bersatu dalam perbedaan dan kemajemukan itu menjadi kebanggaan Indonesia.
Tokoh agama yang berbeda juga menjadi penting untuk menyukseskan program pembangunan pemerintah Indonesia, seperti penanganan pandemi COVID-19 dengan masjid, gereja, pura, vihara, serta klenteng, menjadi pusat literasi masyarakat. Tentu, R20 juga menjadi penting untuk mencegah isu identitas, membatasi penyebaran kebencian kelompok, serta kekerasan.
Minoritas didengar
Setidaknya, Forum R20 menjadi forum yang memosisikan agama sebagai solusi, bukan justru menjadi problem. Hal itu agaknya yang diapresiasi Silvina Chemen, seorang rabi atau pendeta Yahudi, dalam Plenary Session 4 G20 R20.
Silvina menyampaikan apresiasi kepada penyelenggara R20 karena memberikan ruang bagi minoritas untuk didengar. Dia adalah seorang rabi perempuan, seorang minoritas dalam dunia rabi yang didominasi oleh laki-laki, seseorang yang tinggal di Argentina, yang bukan merupakan negara terkuat di dunia. Karena itu dia ingin menyampaikan terima kasih, karena kaum mayoritas telah memberi ruang kepadanya.
Silvina menyampaikan terima kasih karena Forum R20 yang diinisiasi PBNU itu telah memberikan ruang bagi orang-orang yang butuh didengar untuk bersatu dan menjadi lebih kuat, serta memberi ruang bagi orang-orang untuk memberikan jawaban atas berbagai kesulitan yang kini dihadapi oleh dunia.
Agama dapat berkontribusi pada kemanusiaan melalui banyak hal, tidak terbatas pada pemujaan/kegiatan di tempat ibadah masing-masing. Melalui forum ini, semua kembali mendalami ajaran-ajaran para leluhur dan ajaran-ajaran mengenai kepercayaan masing-masing untuk mencari poin-poin kedamaian dan keadilan, dan kemanusiaan. Masing-masing manusia dapat menjadi penjamin satu sama lain untuk dapat hidup berdampingan tanpa saling membedakan.
R20 juga dinilai strategis oleh Guru Besar Universitas San Diego Amerika Serikat Prof Ahmet T Kuru. Minoritas kerap kali mengalami diskriminasi dan pengucilan dari mayoritas. Hal demikian terjadi di berbagai tempat dengan faktor yang begitu beragam, baik atas dasar etnis, suku, hingga agama.
Karenanya, pemenuhan hak-hak bagi masyarakat minoritas merupakan satu hal yang dapat menjadi solusi bagi terwujudnya perdamaian dunia. Pemenuhan hak-hak minoritas benar-benar menjanjikan.
Jika hal tersebut bisa dimainkan peranannya oleh agama, berarti agama dapat menunjukkan fungsinya sebagai solusi bagi problem umat manusia, bukan sebagai masalah.
Kuru melihat bahwa sebetulnya sudah ada upaya untuk mewujudkan hal tersebut, baik dari Yahudi, Islam, ataupun kelompok agama yang lain. Hal ini tampak dari presentasi dari setiap narasumber yang memberikan jawaban tentang bagaimana mereformasi tradisi Yahudi, (Kristen) Mormon, dan Islam dalam memenuhi hak-hak minoritas.
Penilaian senada juga disampaikan Direktur Beit Midrash for Judaism and Humanity, Rabbi Yakov Nagen, yang merupakan delegasi asal Amerika. Ia sangat bersyukur berada di ajang R20 yang menjadi forum penting untuk menjembatani beragam sudut pandang keagamaan di berbagai belahan dunia. Bagi orang-orang Timur Tengah yang telah sangat menderita, kita membutuhkan agama untuk menyatukan kita.
Rabbi Yakov Nagen, yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur The Blickle Institute, itu meyakini, kolaborasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) dalam menginisiasi R20 menjadi gerbang utama dalam upaya mencapai perdamaian global, termasuk di Timur Tengah.
R20 telah membawa harapan dan perdamaian dalam meredam berbagai konflik antarmanusia, etnis, dan agama, yang mengatasnamakan agama, padahal agama mengajarkan tentang dialog dan perdamaian dengan sesama manusia, meskipun berada di tengah perbedaan, karena perbedaan adalah sunnatullah (hukum alam) untuk saling mengenal. Apalagi, Indonesia telah membuktikan persatuan justru membawa kemajuan, termasuk Bali yang merupakan "Pulau Hindu" untuk semua agama.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: R20, Gus Dur, dan Perdamaian Dunia
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
Ya, keindahan dan kemanusiaan yang keren itu kini digaungkan ke seluruh dunia dari sebuah forum para pemimpin agama dunia di Bali, Indonesia.
Andaikan tokoh humanis KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) masih hidup, tentu cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang suka humor itu akan tersenyum, atau bahkan bangga, karena berkumpulnya para pemimpin lintas agama di dunia pada 2-3 November 2022 itu merupakan cita-citanya semasa hidup.
Gus Dur adalah juga tokoh agama dan tokoh pluralis, namun ia lebih suka dan akhirnya berwasiat agar batu nisannya ditulisi "The humanist died here" (Di sini berbaring seorang humanis).
Saat menyampaikan testimoni pada Haul Ke-11 Gus Dur di Gedung PWNU Jatim (30/12/2020), Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan Gus Dur lebih suka disebut humanis (tokoh kemanusiaan), karena toleransi itu ada bila sisi kemanusiaan seseorang itu lebih dominan.
Begitulah Gus Dur. Ya, humanisme (kemanusiaan) itu yang disampaikan Gus Dur ke seluruh dunia. Di AS, Gus Dur yang memimpin Indonesia hanya dalam 22 bulan itu pernah bilang bahwa "Di negeri saya, saya lindungi minoritas, maka tolong negara Anda juga melindungi minoritas."
Nah, nilai-nilai kemanusiaan yang dimasyarakatkan Gus Dur itulah yang menjamin kondusivitas kehidupan berbangsa dan bernegara, yang kini dicoba-teruskan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang juga merupakan salah seorang kader terbaik Gus Dur.
Nilai-nilai kemanusiaan yang diperjuangkan Gus Dur itulah yang agaknya terlihat dalam "G20 Religion Forum" (R20) di Nusa Dua, Badung, Bali, 2-3 November 2022, yang mempertemukan para pemimpin agama dan sekte-sekte dunia dengan peserta utama dari negara-negara anggota G20 dan negara nonanggota Presidensi G20. Indonesia sebagai inisiator sekaligus tuan rumah Forum R20 yang pertama.
Total yang terkonfirmasi hadir ada 32 negara dengan 338 partisipan, 124 berasal dari luar negeri. Forum tersebut menghadirkan 45 pembicara dari lima benua, di antaranya Rabbi Prof Alan Brill (Amerika Serikat), Rabbi Prof Silvina Chemen (Argentina), Uskup Matthew Hassan Kukah (Nigeria), Elder Gary E Stevenson (Amerika Serikat), H Imam Addaruqutni (PP Muhammadiyah), KH Ulil Abshar Abdalla (Lakpesdam PBNU), dan sederet nama perempuan inspiratif.
Nilai-nilai kemanusiaan itu sempat disebut Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri pembukaan G20 Religion Forum (R20) di Nusa Dua, Badung, Bali, secara virtual. Menurut Jokowi, tokoh-tokoh agama dari agama yang berbeda telah menjadi bagian utama dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Tokoh-tokoh agama yang berbeda ini juga menjadi bagian utama untuk mempersatukan Indonesia pada 1945. Indonesia dipersatukan oleh toleransi dan persatuan, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, unity in diversity. Gotong royong lintas tokoh agama yang bersatu dalam perbedaan dan kemajemukan itu menjadi kebanggaan Indonesia.
Tokoh agama yang berbeda juga menjadi penting untuk menyukseskan program pembangunan pemerintah Indonesia, seperti penanganan pandemi COVID-19 dengan masjid, gereja, pura, vihara, serta klenteng, menjadi pusat literasi masyarakat. Tentu, R20 juga menjadi penting untuk mencegah isu identitas, membatasi penyebaran kebencian kelompok, serta kekerasan.
Minoritas didengar
Setidaknya, Forum R20 menjadi forum yang memosisikan agama sebagai solusi, bukan justru menjadi problem. Hal itu agaknya yang diapresiasi Silvina Chemen, seorang rabi atau pendeta Yahudi, dalam Plenary Session 4 G20 R20.
Silvina menyampaikan apresiasi kepada penyelenggara R20 karena memberikan ruang bagi minoritas untuk didengar. Dia adalah seorang rabi perempuan, seorang minoritas dalam dunia rabi yang didominasi oleh laki-laki, seseorang yang tinggal di Argentina, yang bukan merupakan negara terkuat di dunia. Karena itu dia ingin menyampaikan terima kasih, karena kaum mayoritas telah memberi ruang kepadanya.
Silvina menyampaikan terima kasih karena Forum R20 yang diinisiasi PBNU itu telah memberikan ruang bagi orang-orang yang butuh didengar untuk bersatu dan menjadi lebih kuat, serta memberi ruang bagi orang-orang untuk memberikan jawaban atas berbagai kesulitan yang kini dihadapi oleh dunia.
Agama dapat berkontribusi pada kemanusiaan melalui banyak hal, tidak terbatas pada pemujaan/kegiatan di tempat ibadah masing-masing. Melalui forum ini, semua kembali mendalami ajaran-ajaran para leluhur dan ajaran-ajaran mengenai kepercayaan masing-masing untuk mencari poin-poin kedamaian dan keadilan, dan kemanusiaan. Masing-masing manusia dapat menjadi penjamin satu sama lain untuk dapat hidup berdampingan tanpa saling membedakan.
R20 juga dinilai strategis oleh Guru Besar Universitas San Diego Amerika Serikat Prof Ahmet T Kuru. Minoritas kerap kali mengalami diskriminasi dan pengucilan dari mayoritas. Hal demikian terjadi di berbagai tempat dengan faktor yang begitu beragam, baik atas dasar etnis, suku, hingga agama.
Karenanya, pemenuhan hak-hak bagi masyarakat minoritas merupakan satu hal yang dapat menjadi solusi bagi terwujudnya perdamaian dunia. Pemenuhan hak-hak minoritas benar-benar menjanjikan.
Jika hal tersebut bisa dimainkan peranannya oleh agama, berarti agama dapat menunjukkan fungsinya sebagai solusi bagi problem umat manusia, bukan sebagai masalah.
Kuru melihat bahwa sebetulnya sudah ada upaya untuk mewujudkan hal tersebut, baik dari Yahudi, Islam, ataupun kelompok agama yang lain. Hal ini tampak dari presentasi dari setiap narasumber yang memberikan jawaban tentang bagaimana mereformasi tradisi Yahudi, (Kristen) Mormon, dan Islam dalam memenuhi hak-hak minoritas.
Penilaian senada juga disampaikan Direktur Beit Midrash for Judaism and Humanity, Rabbi Yakov Nagen, yang merupakan delegasi asal Amerika. Ia sangat bersyukur berada di ajang R20 yang menjadi forum penting untuk menjembatani beragam sudut pandang keagamaan di berbagai belahan dunia. Bagi orang-orang Timur Tengah yang telah sangat menderita, kita membutuhkan agama untuk menyatukan kita.
Rabbi Yakov Nagen, yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur The Blickle Institute, itu meyakini, kolaborasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) dalam menginisiasi R20 menjadi gerbang utama dalam upaya mencapai perdamaian global, termasuk di Timur Tengah.
R20 telah membawa harapan dan perdamaian dalam meredam berbagai konflik antarmanusia, etnis, dan agama, yang mengatasnamakan agama, padahal agama mengajarkan tentang dialog dan perdamaian dengan sesama manusia, meskipun berada di tengah perbedaan, karena perbedaan adalah sunnatullah (hukum alam) untuk saling mengenal. Apalagi, Indonesia telah membuktikan persatuan justru membawa kemajuan, termasuk Bali yang merupakan "Pulau Hindu" untuk semua agama.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: R20, Gus Dur, dan Perdamaian Dunia
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022