Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM memanfaatkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, 15–16 November, untuk memperkenalkan lebih luas kepada delegasi asing mengenai fasilitas visa rumah kedua (second home visa) di Indonesia.

Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham RI Prof. Widodo Ekatjahjana di sela-sela kegiatannya di Badung, Bali, Selasa, menjelaskan bahwa KTT G20 merupakan momen yang tepat bagi imigrasi untuk mempromosikan layanan terbarunya itu.

"Mudah-mudahan ini seiring dengan pandemi turun, dan kami promosi (second home visa) di KTT G20, mudah-mudahan ini makin menggairahkan (perekonomian), mendongkrak sektor pariwisata di sini," kata Widodo selepas menghadiri acara peluncuran second home visa.

Pada acara peluncuran yang dihadiri pelaku wisata dan perwakilan warga negara asing dari kelompok pengusaha, Widodo menyampaikan bahwa layanan visa rumah kedua itu memungkinkan para WNA, yang memenuhi syarat, untuk tinggal di Indonesia selama 5–10 tahun.

Sasaran penerima second home visa, kata Widodo, para pebisnis global atau wisatawan lanjut usia yang ingin tinggal lebih lama dan berbisnis di Indonesia.

Ia melihat kebijakan ini kemauan di lapangan, kemudian berdiskusi dengan teman-teman agent. Ada kecenderungan, ada keinginan mereka mendapat kemudahan keimigrasian untuk mengurus visa izin tinggal.

"Sekarang kami coba luncurkan kebijakan stimulan yang bersifat nonfiskal untuk menjaring mereka dan mengajak mereka ke dalam (Indonesia), terutama mereka pemegang kapital besar, miliarder dunia biar datang ke Indonesia," kata Widodo.

Baca juga: Imigrasi luncurkan "second home visa" demi dongkrak investasi

Walaupun demikian, Plt. Dirjen Imigrasi belum dapat memperkirakan seberapa besar pengaruh layanan visa rumah kedua itu terhadap perekonomian. Adapun alasannya, itu membutuhkan kajian lebih lanjut.

Namun, Widodo optimistis kebijakan second home visa dapat berkontribusi positif pada perekonomian nasional, khususnya di Bali, mengingat layanan visa kunjungan saat kedatangan/visa on arrival (VoA) terbukti mampu berkontribusi pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Mudah-mudahan second home visa ini mengikuti langkah-langkah, terobosan yang dilakukan VoA," kata Widodo.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali Anggiat Napitupulu pada acara yang sama menyampaikan bahwa PNBP dari layanan VoA di Bali mencapai lebih dari Rp300 miliar per 1 Oktober 2022.

"Sejak diberlakukan VoA terbaru, ada 11.000 WNA masuk ke Bali, dan sejauh ini sudah lebih dari Rp300 miliar dengan VoA sampai 1 Oktober," kata Anggiat.

Kebijakan second home visa yang diluncurkan di Bali, Selasa, berpedoman pada Surat Edaran Nomor IMI-0740.GR.01.01 Tahun 2022 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal Terbatas Rumah Kedua yang terbit pada hari Selasa (25/10).

WNA yang mendapatkan visa rumah kedua dapat tinggal di Indonesia selama 5–10 tahun untuk bekerja, berinvestasi, dan kegiatan lainnya yang berkontribusi pada perekonomian Indonesia.

Permohonan visa dapat melalui laman visa-online.imigrasi.go.id dengan melampirkan beberapa dokumen sebagai syarat, yaitu paspor kebangsaan yang sah dan masih berlaku paling singkat 36 bulan, proof of fund berupa rekening milik WNA atau penjamin dengan nilai minimal Rp2 miliar atau setara, pasfoto berwarna terbaru ukuran 4 cm x 6 cm dengan latar belakang putih, dan daftar riwayat hidup.

Sementara itu, tarif PNBP untuk second home visa sebesar Rp3 juta sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2 Tahun 2022. Pembayaran tarif PNBP second home visa dapat dilakukan di luar wilayah Indonesia melalui portal yang tersedia.
 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022