Dokter RS Mata Bali Mandara Dr. Novita Rismawati, SpM (Pediatric Opthalmology) memberi penjelasan mengenai kondisi mata biru yang langka dan dimiliki oleh bocah asal Buleleng bernama Ketut Adi (9).
"Istilah di medis Heterokromia Iridium, dapat menjadi bagian dari kondisi genetik. Irisnya saja yang berubah dan memang kebanyakan adalah karena genetik atau keturunan," kata Dr. Novita di Denpasar, Kamis.
Sebelumnya, Ketut Adi ramai dibahas di sosial media lantaran memiliki keunikan karena matanya berwarna biru terang, warna tersebut berbeda dengan mata orang Indonesia dan cenderung dimiliki keturunan Eropa.
Pada bagian iris di kedua matanya berwarna biru, kondisi ini hampir serupa dengan ayahnya. Ayah dari anak laki-laki kelas 3 di SDN 1 Kenderan, Buleleng itu juga memiliki mata biru, namun hanya pada mata bagian kiri, pun juga warnanya tak seterang Ketut Adi.
Baca juga: RSUD "Bali Mandara" Denpasar hadirkan layanan kedokteran nuklir
"Kalau yang seperti ini saya rasa karena keturunan, karena saya tidak cek langsung. Perubahan warna iris ini ada juga yang sakit lain tapi harus dicek lagi semuanya. Jadi, harus dikomparasi apa memang murni mata saja atau yang lainnya," ujar dokter Novita.
Mengenai kondisi Heterokromia Iridium, dokter RS Mata Bali Mandara tersebut menjelaskan bahwa tak ada hal yang membahayakan selain beresiko silau ketika melihat sinar matahari.
"Kalau dia murni umumnya tidak ada gangguan penglihatan, jadi hanya warna saja. Tapi memang ada beberapa yang lebih rentan dengan sinar matahari dan cepat merasa silau. Rata-rata memang begitu, ada juga yang bawaan, tidak ada masalah bisa beraktivitas biasa dan mungkin sudah terbiasa," ujar Dr. Novita kepada media.
Untuk kondisi serupa Dr. Novita mengaku baru pertama kali mendapati ini di Bali. Sebelumnya, temuan iris mata biru yang murni disebut pernah ada di Bandung, Jawa Barat.
Selain itu, di Minangkabau Sumatera Barat juga pernah ditemukan kondisi mata biru, namun disebabkan oleh Sindrom Waardenburg.
Baca juga: RSUD Bali Mandara Denpasar siapkan 10 ruang rawat inap VVIP untuk delegasi G20
"Sindrom Waardenburg itu ada gangguan lain. Sindrom itu adalah kumpulan, makanya harus dicek lagi. Tapi kalau seandainya sindrom itu ada, selain matanya dia harus dicek yang lain. Biasanya ada gangguan pendengaran atau kadang tipe yang berat itu motoriknya ada yang bermasalah," ujarnya.
Namun dari yang ia ketahui, dalam kasus mata biru yang dimiliki bocah asal Banjar Dinas Delod Peken, Desa Adat Buleleng, Kabupaten Buleleng, itu, tidak ada masalah, karena kehidupan sehari-harinya berlangsung normal.
"Mungkin orang ini memang ada pembawa dari gen. Dia tetap akan begitu, kehidupannya seperti biasa," kata Dr. Novita menerangkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Istilah di medis Heterokromia Iridium, dapat menjadi bagian dari kondisi genetik. Irisnya saja yang berubah dan memang kebanyakan adalah karena genetik atau keturunan," kata Dr. Novita di Denpasar, Kamis.
Sebelumnya, Ketut Adi ramai dibahas di sosial media lantaran memiliki keunikan karena matanya berwarna biru terang, warna tersebut berbeda dengan mata orang Indonesia dan cenderung dimiliki keturunan Eropa.
Pada bagian iris di kedua matanya berwarna biru, kondisi ini hampir serupa dengan ayahnya. Ayah dari anak laki-laki kelas 3 di SDN 1 Kenderan, Buleleng itu juga memiliki mata biru, namun hanya pada mata bagian kiri, pun juga warnanya tak seterang Ketut Adi.
Baca juga: RSUD "Bali Mandara" Denpasar hadirkan layanan kedokteran nuklir
"Kalau yang seperti ini saya rasa karena keturunan, karena saya tidak cek langsung. Perubahan warna iris ini ada juga yang sakit lain tapi harus dicek lagi semuanya. Jadi, harus dikomparasi apa memang murni mata saja atau yang lainnya," ujar dokter Novita.
Mengenai kondisi Heterokromia Iridium, dokter RS Mata Bali Mandara tersebut menjelaskan bahwa tak ada hal yang membahayakan selain beresiko silau ketika melihat sinar matahari.
"Kalau dia murni umumnya tidak ada gangguan penglihatan, jadi hanya warna saja. Tapi memang ada beberapa yang lebih rentan dengan sinar matahari dan cepat merasa silau. Rata-rata memang begitu, ada juga yang bawaan, tidak ada masalah bisa beraktivitas biasa dan mungkin sudah terbiasa," ujar Dr. Novita kepada media.
Untuk kondisi serupa Dr. Novita mengaku baru pertama kali mendapati ini di Bali. Sebelumnya, temuan iris mata biru yang murni disebut pernah ada di Bandung, Jawa Barat.
Selain itu, di Minangkabau Sumatera Barat juga pernah ditemukan kondisi mata biru, namun disebabkan oleh Sindrom Waardenburg.
Baca juga: RSUD Bali Mandara Denpasar siapkan 10 ruang rawat inap VVIP untuk delegasi G20
"Sindrom Waardenburg itu ada gangguan lain. Sindrom itu adalah kumpulan, makanya harus dicek lagi. Tapi kalau seandainya sindrom itu ada, selain matanya dia harus dicek yang lain. Biasanya ada gangguan pendengaran atau kadang tipe yang berat itu motoriknya ada yang bermasalah," ujarnya.
Namun dari yang ia ketahui, dalam kasus mata biru yang dimiliki bocah asal Banjar Dinas Delod Peken, Desa Adat Buleleng, Kabupaten Buleleng, itu, tidak ada masalah, karena kehidupan sehari-harinya berlangsung normal.
"Mungkin orang ini memang ada pembawa dari gen. Dia tetap akan begitu, kehidupannya seperti biasa," kata Dr. Novita menerangkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022