Bandung (Antara Bali) - Bendahara pengeluaran Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Bandung, Rochman, mengaku hanya melanjutkan "kebiasaan lama" untuk mencairkan dana bantuan sosial dengan mengatasnamakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Bandung.

Ketika diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus korupsi dana bantuan sosial Pemkot Bandung dengan kerugian negara Rp66,558 miliar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Jumat, Rochman mengatakan sebelum dirinya diangkat menjadi bendahara pengeluaran pada Januari 2009 melalui Surat Keputusan Walikota Bandung sudah ada pencairan dana bantuan sosial dengan mengatasnamakan PNS di lingkungan Pemkot Bandung.

"Saya pernah mendapat penjelasan kalau itu kebiasaan dari yang lama," ujar Rochman seraya menjelaskan, pada awal masa jabatannya Januari 2009, ia dipanggil oleh Asisten III Bidang Administrasi Umum, Tjutju Nurdin, yang menjelaskan bahwa Pemkot Bandung membutuhkan dana untuk kegiatan masyarakat.

Setelah itu, mulai dibuat Surat Perintah Pembayaran (SPP) pada Februari 2009 yang mengatasnamakan enam PNS  di lingkungan Pemkot Bandung. Rochman mengaku tidak mengetahui dasar penunjukan enam PNS yang digunakan namanya pada 2009.

Namun, pada 2010, ia mengatakan terbit surat perintah dari Asisten Daerah III untuk menggunakan nama 16 PNS guna mencairkan dana bantuan sosial Pemkot Bandung tahun anggaran 2010.

Pada 2009 terjadi pencairan 144 SPP yang mengatasnamakan enam PNS Pemkot Bandung senilai Rp25 miliar. Sedangkan pada 2010 terjadi pencairan 864 SPP yang mengatasnamakan 16 PNS Pemkot Bandung senilai Rp40,882 miliar.

Rochman mengakui pencairan dana bantuan sosial dilakukan bukan berdasarkan peraturan yang berlaku, melainkan atas perintah atasan. Pencairan dana mengatasnamakan PNS itu tidak disertai dokumen pelengkap seperti proposal permohonan dan rekomendasi dari lurah serta camat.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012