Denpasar (Antara Bali) - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali Komang Suarsana meminta sinetron "Sembilan Wali" yang ditayangkan di salah satu televisi swasta setiap pukul 20.00 Wita dihentikan.
"Teguran pertama tidak ditanggapi. Kami mengeluarkan teguran kedua sekaligus minta tayangan 'Sembilan Wali' dihentikan," katanya di Denpasar, Rabu, seraya menyebutkan sinetron tersebut termasuk kategori fiksi sejarah atau legenda yang di dalamnya mengandung pro-kontra dan konflik antara Hindu dan Islam.
"Sebagai fiksi sejarah, seharusnya ada peran pakar sejarah dari kedua paham yang dipertentangkan yang menjadi konsultan atau advisor, agar terjadi keseimbangan dan otorisasi kebenaran informasi dalam setiap alur cerita yang disiarkan, yang ditampilkan dalam prolog cerita maupun ending title (akhir judulnya)," ujarnya.
Berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) pasal 6 dan pasal 7, sinetron "Sembilan Wali" dinilai melakukan sejumlah pelanggaran.
Pertama, kata dia, sinetron "Sembilan Wali" bertendensi melanggar pemanfaatan program untuk kepentingan publik karena hanya menguntungkan kelompok tertentu. Sinetron tersebut juga tidak mencerminkan penghormatan terhadap SARA (suku, agama, ras dan antargolongan).
"Yang jelas-jelas, sinetron 'Sembilan Wali' terindikasi mengandung pelecehan, dalam hal ini terhadap umat Hindu," kata Suarsana yang mengaku menerima pengaduan dari sejumlah LSM, termasuk dari Ketua PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Provinsi Bali terkait tayangan sinetron tersebut.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Teguran pertama tidak ditanggapi. Kami mengeluarkan teguran kedua sekaligus minta tayangan 'Sembilan Wali' dihentikan," katanya di Denpasar, Rabu, seraya menyebutkan sinetron tersebut termasuk kategori fiksi sejarah atau legenda yang di dalamnya mengandung pro-kontra dan konflik antara Hindu dan Islam.
"Sebagai fiksi sejarah, seharusnya ada peran pakar sejarah dari kedua paham yang dipertentangkan yang menjadi konsultan atau advisor, agar terjadi keseimbangan dan otorisasi kebenaran informasi dalam setiap alur cerita yang disiarkan, yang ditampilkan dalam prolog cerita maupun ending title (akhir judulnya)," ujarnya.
Berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) pasal 6 dan pasal 7, sinetron "Sembilan Wali" dinilai melakukan sejumlah pelanggaran.
Pertama, kata dia, sinetron "Sembilan Wali" bertendensi melanggar pemanfaatan program untuk kepentingan publik karena hanya menguntungkan kelompok tertentu. Sinetron tersebut juga tidak mencerminkan penghormatan terhadap SARA (suku, agama, ras dan antargolongan).
"Yang jelas-jelas, sinetron 'Sembilan Wali' terindikasi mengandung pelecehan, dalam hal ini terhadap umat Hindu," kata Suarsana yang mengaku menerima pengaduan dari sejumlah LSM, termasuk dari Ketua PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Provinsi Bali terkait tayangan sinetron tersebut.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012