Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan gempa bumi yang dangkal hingga efek tanah yang lunak akibat endapan lahar menjadi penyebab kerusakan parah di dua kabupaten di Bali.

“Ini karena kedalamannya sangat dangkal, kemudian bangunan yang ada di sekitar pusat gempa itu tidak standar ditambah efek tanah lunak karena endapan lahar di daerah gunung,” kata Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam Konferensi Pers Update Situasi dan Penanganan Gempa Karangasem Provinsi Bali yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan tiga hal tersebut mampu mengamplifikasi guncangan pada gempa ditambah efek topografi labil sehingga dapat menyebabkan banyak rumah warga yang mengalami kerusakan, bahkan retak.

Gempa bumi itu, kata dia, tidak hanya berdampak pada kerusakan bangunan seperti rumah warga, tetapi juga memicu terjadinya collateral hazard (dampak ikutan), seperti longsor dan runtuhan batu.

Dia menuturkan kondisi lereng di daerah perbukitan pascagempa, patut diwaspadai karena menyebabkan kondisi tanah menjadi tidak stabil, khususnya saat terjadinya hujan deras.

Baca juga: BPBD: Gempa magnitudo 4,8 di Karangasem-Bali sebabkan kerugian Rp66,9 miliar

Dia menyarankan masyarakat tidak menempati kembali rumah yang miring atau rusak di area itu karena terdapat kemungkinan adanya gempa susulan sewaktu-waktu.

“Sebaiknya rumah-rumah yang sudah rusak, sudah miring, itu tidak ditempati dulu sampai dilakukan penguatan baru bisa ditempati. Ini berbahaya,” kata dia.

Dia menegaskan bahwa tanah lunak menjadi salah satu penyebab yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya guncangan besar pada tanah.

Menurut Daryono, guncangan besar itu dapat terjadi apabila ada daerah cekungan yang terisi dengan tanah lepas atau tidak kompak kemudian tertimbun oleh material lahar, sehingga memicu terjadinya resonansi yang menyebabkan batu-batu di lereng meluncur ke bawah.

Baca juga: Menko PMK: Bali masih berstatus darurat bencana

Dengan kondisi topografi yang tinggi disertai dengan bukit dan lereng yang semakin curam, katanya, ketidakstabilan pada tanah akan semakin tinggi dan menyebabkan dorongan terjadi ke arah atas secara cepat dan besar.

Hal itulah yang kemudian menyebabkan selain kerusakan juga timbul korban jiwa.

“Ini yang menjadikan berbagai kasus kematian berbagai tempat di perbukitan, selain itu terjadi collateral hazard seperti longsoran dan runtuhan batu,” ucap dia.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021