Oleh I Ketut Sutika

Denpasar (Antara Bali) - Belasan keris pusaka yang dipercaya mempunyai kekuatan supra natural di arak keliling lapangan Puputan Badung, jantung Kota Denpasar, serangkaian memeriahkan pameran keris Nusantara.

Kirab belasan keris dari berbagai daerah di Indonesia itu dikemas dalam atraksi budaya, karena melibatkan seniman tabuh dengan alunan musik khas Bali, mengiring peserta berbusana khas daerah Nusantara yang masing-masing memegang sebilah keris dengan ukuran panjang.

Keris yang lebih menonjolkan segi estetika, baik bentuk keris maupun saungnya dengan hiasan ukiran mampu menarik perhatian penonton yang memadati sepanjang jalan di depan museum Bali, tempat pameran keris nusantara berlangsung.

"Pameran keris pusaka yang kali ini merupakan yang kedua dalam kaitan menyambut peringatan (petenget) Tumpek Landep, persembahan suci yang khusus ditujukan untuk keris pusaka, semua jenis benda yang terbuat dari bahan baku besi, perak, tembaga dan jenis logam lainnya," tutur Ketua Panitia kegiatan tersebut, Anak Agung Putu Oka Suwetja.

Upaya menonjolkan kearifan lokal itu tidak semata-mata untuk menambah atraksi wisata, namun pada sisi lain secara tidak langsung mendukung sektor pariwisata, karena mampu menyuguhkan atraksi yang tidak kalah menariknya.

Pameran yang mengusung tema "Keris pusaka budaya dari Bali menuju Nusantara" dikemas dengan melibatkan keris milik,  para kolektor dan pencinta keris dari berbagai daerah di Indonesia.

Kegiatan pameran itu juga dikemas dalam usaha ekonomi kreatif, karena melibatkan para perajin keris maupun perajin lain yang menggunakan bahan besi, logam dan emas sebagai bahan bakunya untuk menggelar pameran bersama sekaligus menjual hasil produksinya.

Kegiatan yang digagas Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar yang telah berlangsung selama dua kali dinilai cukup sukses dan dapat lebih ditingkatkan pelaksanaan di masa mendatang.

Oleh sebab itu Pemerintah Kota Denpasar, Bali perlu melakukan terobosan untuk meningkatkan kirab keris pusaka itu dengan melibatkan keris pusaka  warisan puri, bekas kerajaan zaman dulu,  harap Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Udayana Prof I Nyoman Weda Kusuma.

Bernilai estetika

Keris-keris pusaka warisan puri zaman kerajaan itu lebih menonjolkan nilai estetika sebagai salah satu potensi warisan budaya yang selama ini terpendam memiliki manfaat yang  tidak ternilai harganya.

Masyarakat termasuk wisatawan yang berkunjung ke Bali tentu ingin mengenal warisan budaya berupa keris pusaka, warisan zaman kerajaan di wilayah Kota Denpasar maupun kabupaten lainnya di Bali.

Nyoman Weda Kusuma yakin Pemkot Denpasar mampu merangkul tokoh puri, jika melakukan dengan baik, karena pihak puri tentu tidak keberatan untuk meminjamkan sementara keris-keris pusaka bekas kerajaan untuk diperkenalkan kepada masyarakat luas.

Hal itu akan memberikan keuntungan kepada banyak pihak, baik kalangan puri, masyarakat dan wisatawan, sekaligus mengandung unsur pendidikan, sekaligus cermin peradaban bangsa Indonesia.

Sejumlah daerah di Indonesia yang pernah mendapat pengaruh dari kerajaan Majapahit, mewarisi berbagai ragam bentuk keris dengan kekhasan masing-masing yang awalnya berfungsi sebagai senjata tikam dalam berperang.

Kekhasan keris pusaka dari masing-masing daerah itu menyangkut penampilan, fungsi, teknik garapan dan peristilahan, masih tersebar di masyarakat hingga sekarang.

Masyarakat yang masih menggunakan keris di daerah bekas pengaruh kerajaan Majapahit antara lain Jawa, Madura, Nusa Tenggara, Sumatera, pesisir Kalimantan, sebagian Sulawesi, semenanjung Thailand selatan dan Filipina selatan.

Namun kekayaan dan keragaman keris Nusantara belum diketahui secara pasti, karena tidak ada sumber-sumber tertulis yang deskriptif dari masa sebelum abad ke-15.

Meskipun penyebutan istilah keris telah tercantum dalam prasasti abad ke sembilan masehi, namun kajian ilmiah perkembangan bentuk keris kebanyakan didasarkan atas analisis figur di relief candi.

Keris awalnya berfungsi sebagai senjata tikam golongan belati, yakni berujung runcing dan tajam kedua sisinya kini mempunyai banyak fungsi budaya di kawasan Indonesia bagian barat dan tengah.

Dari segi bentuk mempunyai kekhasan yang mudah dibedakan dengan senjata tajam lainnya, karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar. Bahkan sering kali bilahnya berliku-liku.

Keris memiliki pamor yakni guratan-guratan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata tikam itu mirip dengan keris adalah badik, pada masa lalu berfungsi untuk berperang, sekaligus benda pelengkap upacara.

Namun sekrang penggunaan keris lebih menekankan pada benda aksesori dalam berbusana, simbul buaya atau benda koleksi karena nilai esterikanya, tutur  Prof Weda Kusuma.

Lari ke luar negeri

Humas Sekretariat Nasional Keris Indonesia (SNKI) J. Andri mensinyalir keris-keris pusaka warisan zaman kejayaan di Indonesia banyak yang "lari" ke luar negeri, akibat pemiliknya tergoda dengan harga tawaran tinggi.

Padahal  masih banyak keris-keris pusaka peninggalan kerajaan dan sekarang menjadi buruan para kolektor yang nantinya kembali dijual ke luar negeri. Di berbagai daerah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera masih banyak memiliki warisan keris pusaka zaman kerajaan.

Jika keris-keris pusaka warisan zaman kerajaan di Tanah Air itu sampai habis dijual ke luar negeri, maka generasi mendatang tidak akan mengetahui betapa Indonesia pernah kaya dengan  beraneka ragam keris yang pernah dimiliki.

"Keris Indonesia, khususnya dari kerajaan-kerajaan di Kalimantan dan Sumatera kini menjadi koleksi museum di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam," tutur J. Andri yang mengaku punya koleksi 400 keris.

Oleh sebab itu perlu kesadaran dari para pewaris keris pusaka bekas kerajaan di Tanah Air untuk tetap melestarikan. Selain itu pemerintah kabupaten/Kota, khususnya museum untuk mengoleksinya, jangan sampai warisan yang bernilai sejarah itu "lari" ke luar negeri.

Hal itu penting karena keris pusaka merupakan salah satu warisan seni budaya yang diharapkan tetap eksis di tengah kemajuan dan perkembangan sebagai cermin peradaban bangsa Indonesia.(IGT/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012