Tim terpadu dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali dan Karangasem beserta sejumlah pihak terkait memberikan edukasi dan pembinaan kepada para petani (produsen) arak Bali dan juga pengepul di Kabupaten Karangasem.

"Edukasi dan pembinaan kepada produsen dan pengepul arak merupakan langkah untuk mengamankan implementasi Pergub No 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali," kata Kadisperindag Kabupaten Karangasem Wayan Sutrisna, di sela-sela kegiatan edukasi tersebut di Karangasem, Jumat.

Dalam kesempatan itu juga dihadiri anggota tim terpadu lainnya, yakni perwakilan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) TMP A Bea Cukai Denpasar, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali dan Kabupaten Karangasem dan unsur Satuan Polisi Pamong Praja.

"Melalui kegiatan ini, tim terpadu ingin meluruskan pemahaman masyarakat tentang legalisasi arak mengacu pada Pergub 1/2020. Di lapangan ada penafsiran bahwa segala macam jenis arak sudah legal dengan adanya pergub ini," ujarnya.

Baca juga: DPRD Bali; Perlu sosialisasi Pergub Arak

Padahal, kata Sutrisna, jika dipahami secara lebih mendalam dan seksama, Pergub 1/2020 pada prinsipnya bertujuan melindungi arak khas Bali berbahan lokal yang sudah diproduksi secara turun temurun.

Fakta di lapangan, menurut dia, belakangan jenis arak khas tradisional posisinya makin terdesak oleh arak berbahan gula yang diproduksi secara besar-besaran.

Bahkan ia menyebut, perbandingannya bisa berkisar 90 : 10 (90 arak berbahan gula, 10 persen arak tradisional yang berbahan tuak (nira) dari pohon kelapa.

"Selain merugikan petani, peredaran arak berbahan gula ini sangat berbahaya bagi konsumen bila dikonsumsi dalam jangka panjang karena kandungan gulanya yang tinggi dan juga ada unsur metanol. Dalam pembuatannya, ada campuran fermipan, proses destilasinya juga mengkhawatirkan," ucap Sutrisna.

Peredaran arak berbahan gula ini, menurutnya, tidak dilindungi Pergub 1/2020 sehingga perlu dilakukan upaya edukasi dan pembinaan secara intensif.

Jika dibiarkan, ia khawatir dapat merusak citra arak khas Bali yang telah diwariskan secara turun temurun. "Bayangkan kalau itu dikonsumsi tamu dan menimbulkan masalah," ucapnya.

Baca juga: PDIP gaungkan kopi dan arak Bali untuk pasar internasional

Terkait dengan legalitas, Sutrisna mengatakan sebuah produk disebut legal bila berpita cukai. "Kalau belum berpita cukai, ya masih ilegal," katanya.

Soal legalitas, pihaknya mendorong pembentukan koperasi yang mewadahi para produsen arak tradisional sehingga pita cukai bisa lebih mudah diurus. Selain mendorong pembentukan koperasi, pihaknya juga akan memfasilitasi kerja sama petani arak dengan tiga perusahaan pemegang izin edar di Kabupaten Karangasem.

Dalam peninjauan itu, tim terpadu menyambangi kediaman Ni Wayan Rinten, pengepul arak di Banjar (dusun) Delod Yeh Tengah, Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen.

Perempuan paruh baya itu mengaku membeli arak dari para petani yang memproduksi arak di kawasan perbukitan.

Tim menyarankan Wayan Rinten berkonsultasi mengenai kemungkinan membentuk koperasi mengingat jumlah petani yang menyuplai arak kepadanya sudah mencapai puluhan orang. Dengan membentuk koperasi, Rinten nantinya akan lebih mudah mengurus izin edar.

Masih di Banjar Delod Yeh Tengah, tim juga meninjau tempat produksi arak milik Wayan Suweden. Dengan alat destilasi sederhana, usaha keluarga ini memproduksi arak dari bahan baku tuak (nira) yang dibeli dari para petani.

Baca juga: Gubernur Koster: Arak, brem dan tuak Bali sah untuk produksi dan dikembangkan

Dari 120 liter tuak, Suweden dalam memproduksi 14 liter arak dengan keuntungan yang tidak seberapa. Dari hasil peninjauan, tim mencatat sejumlah hal yang perlu diperhatikan produsen dan pengepul arak, salah satunya soal kebersihan.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021