Denpasar (Antara Bali) - Ketua Majelis Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Bali Drs Supriyadi MS menilai, tidak sedikit stasiun televisi di Tanah Air yang menampilkan berbagai dialog dengan dipenuhi semangat antagonistik.
"Seringkali di televisi dapat dijumpai dialog yang pesertanya saling mengancam, adu kekuatan, dan bahkan dalam tayangan tertentu pernah terjadi hampir adu fisik. Celakanya lagi ditampilkan dalam siaran langsung," kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, stasiun televisi sebagai salah satu media informasi bagi masyarakat, mestinya dikelola dengan benar. "Namun sekarang malah mengarah pada dialog antagonistik seperti dialognya kaum preman. Antagonistik itu ditandai dengan kedengkian, saling menjatuhkan dan merasa benar sendiri," ujarnya.
Untuk kondisi di Indonesia yang sedang mengarah pada bentuk polarisasi masyarakat, maka dengan semangat antagonis dalam berbagai dialog akibatnya akan memperuncing fanatisme antarkelompok yang sedang berselisih," ucapnya.
Jika terus ditampilkan diskusi atau dialog semacam itu, maka polarisasi semakin tinggi dan akan terjadi imitasi agresi. Artinya pola-pola yang ada dan dilihat melalui tayangan televisi, bisa dicontoh dan diterapkan di daerah oleh pemirsanya.
Semestinya di era yang semakin maju ini, kata Supriyadi, dialog tetap dikemas dengan sopan, lembut, penuh pertimbangan, dan yang perlu saja yang dibahas.
Supriyadi mengatakan, jika diskusi sudah didasarkan pada semangat persembahan sesuai dengan model dialog Socratik, maka kemungkinan perubahan persepsi dari pandangan yang berbeda, bukan disebabkan karena paksaan, namun berdasarkan kesadaran diri.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Seringkali di televisi dapat dijumpai dialog yang pesertanya saling mengancam, adu kekuatan, dan bahkan dalam tayangan tertentu pernah terjadi hampir adu fisik. Celakanya lagi ditampilkan dalam siaran langsung," kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, stasiun televisi sebagai salah satu media informasi bagi masyarakat, mestinya dikelola dengan benar. "Namun sekarang malah mengarah pada dialog antagonistik seperti dialognya kaum preman. Antagonistik itu ditandai dengan kedengkian, saling menjatuhkan dan merasa benar sendiri," ujarnya.
Untuk kondisi di Indonesia yang sedang mengarah pada bentuk polarisasi masyarakat, maka dengan semangat antagonis dalam berbagai dialog akibatnya akan memperuncing fanatisme antarkelompok yang sedang berselisih," ucapnya.
Jika terus ditampilkan diskusi atau dialog semacam itu, maka polarisasi semakin tinggi dan akan terjadi imitasi agresi. Artinya pola-pola yang ada dan dilihat melalui tayangan televisi, bisa dicontoh dan diterapkan di daerah oleh pemirsanya.
Semestinya di era yang semakin maju ini, kata Supriyadi, dialog tetap dikemas dengan sopan, lembut, penuh pertimbangan, dan yang perlu saja yang dibahas.
Supriyadi mengatakan, jika diskusi sudah didasarkan pada semangat persembahan sesuai dengan model dialog Socratik, maka kemungkinan perubahan persepsi dari pandangan yang berbeda, bukan disebabkan karena paksaan, namun berdasarkan kesadaran diri.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012