Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengatakan lapisan inversi menyebabkan terjadinya suara dentuman di beberapa daerah di Indonesia belakangan ini.
Beberapa pekan terakhir masyarakat melaporkan adanya suara dentuman yang muncul di sejumlah daerah di antaranya di Buleleng, Lampung, dan Malang.
"Selain karena adanya benda ilmiah yang masuk atmosfer, fenomena dentuman ini bisa juga muncul akibat adanya lapisan inversi di atmosfer," kata peneliti Sains Atmosfer di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lapan Dr. Erma Yulihastin dalam keterangan pers yang diterima ANTARA, Jakarta, Ahad.
Dia menuturkan lapisan inversi adalah lapisan atmosfer yang hangat berada di atas lapisan atmosfer yang dingin. Pada kondisi normal, suhu atmosfer turun bersama ketinggian, sehingga lapisan atmosfer yang dingin berada di atas lapisan atmosfer yang hangat.
Baca juga: Lapan: Dentuman di langit Buleleng-Bali dari meteor jatuh
Namun, pada lapisan inversi terjadi sebaliknya, di mana lapisan atmosfer yang hangat berada di atas lapisan atmosfer yang dingin, karena itu disebut inversi (terbalik).
Lebih lanjut Tim Reaksi Analisis Kebencanaan (TREAK) Lapan mengatakan lapisan inversi biasa terjadi pada malam dan dini hari, karena udara di dekat permukaan mendingin (pendinginan radiatif), sementara udara di atasnya tetap hangat.
Lapisan inversi juga dapat terjadi karena aliran udara hangat/dingin (adveksi) dan bertemunya udara hangat/dingin (front). Lapisan inversi merupakan sesuatu yang biasa dan normal terjadi dalam dinamika atmosfer.
Inversi dapat terjadi di dekat permukaan hingga lapisan batas sampai dengan 5 kilometer (km), bahkan terjadi pada ketinggian sekitar 17 km (tropopause), dan luasnya bervariasi dari skala lokal hingga regional.
Lapisan inversi menahan pengangkatan udara ke atas (konveksi) sehingga dapat mengakibatkan terkumpulnya energi di dekat permukaan dan dilepaskan dalam bentuk thunderstorm yang kuat.
Baca juga: Lapan: saksikan hujan meteor dini hari di Indonesia
Lapisan inversi juga dapat menyebabkan cuaca yang berkabut dan menahan polutan berada di dekat permukaan. Lapisan inversi dapat menyebabkan suara dipantulkan atau di belokan sampai ke tempat yang lebih jauh.
Hingga saat ini, tidak ada bukti jika suara yang dipantulkan lapisan inversi dapat memecahkan kaca.
Keberadaan lapisan inversi juga perlu dibuktikan dengan data, misalnya dari pengukuran radiosonde (alat pengukur profil vertikal atmosfer yang diterbangkan balon) atau alat lainnya.
Energi suara yang merambat akan mengalami pelemahan yang cepat bersama jarak, apalagi jika mengalami pemantulan, di mana sebagian besar energi akan diserap atau diteruskan.
Untuk memecahkan kaca diperlukan energi suara yang cukup kuat, shock, blast, atau proses resonansi dengan frekuensi yang tepat.
Tim Reaksi Analisis Kebencanaan (TREAK) dibentuk pada 9 Januari 2020 oleh Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lapan yang beranggotakan pejabat struktural dan peneliti di bidang atmosfir PSTA Lapan.
Aktivitas TREAK melakukan sejumlah kegiatan antara lain pemantauan (monitoring) dan diskusi analisis terkait kondisi cuaca dan atmosfer yang termasuk di dalamnya analisis, observasi, prediksi untuk mencari perbandingan untuk informasi yang akan dipublikasikan.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
Beberapa pekan terakhir masyarakat melaporkan adanya suara dentuman yang muncul di sejumlah daerah di antaranya di Buleleng, Lampung, dan Malang.
"Selain karena adanya benda ilmiah yang masuk atmosfer, fenomena dentuman ini bisa juga muncul akibat adanya lapisan inversi di atmosfer," kata peneliti Sains Atmosfer di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lapan Dr. Erma Yulihastin dalam keterangan pers yang diterima ANTARA, Jakarta, Ahad.
Dia menuturkan lapisan inversi adalah lapisan atmosfer yang hangat berada di atas lapisan atmosfer yang dingin. Pada kondisi normal, suhu atmosfer turun bersama ketinggian, sehingga lapisan atmosfer yang dingin berada di atas lapisan atmosfer yang hangat.
Baca juga: Lapan: Dentuman di langit Buleleng-Bali dari meteor jatuh
Namun, pada lapisan inversi terjadi sebaliknya, di mana lapisan atmosfer yang hangat berada di atas lapisan atmosfer yang dingin, karena itu disebut inversi (terbalik).
Lebih lanjut Tim Reaksi Analisis Kebencanaan (TREAK) Lapan mengatakan lapisan inversi biasa terjadi pada malam dan dini hari, karena udara di dekat permukaan mendingin (pendinginan radiatif), sementara udara di atasnya tetap hangat.
Lapisan inversi juga dapat terjadi karena aliran udara hangat/dingin (adveksi) dan bertemunya udara hangat/dingin (front). Lapisan inversi merupakan sesuatu yang biasa dan normal terjadi dalam dinamika atmosfer.
Inversi dapat terjadi di dekat permukaan hingga lapisan batas sampai dengan 5 kilometer (km), bahkan terjadi pada ketinggian sekitar 17 km (tropopause), dan luasnya bervariasi dari skala lokal hingga regional.
Lapisan inversi menahan pengangkatan udara ke atas (konveksi) sehingga dapat mengakibatkan terkumpulnya energi di dekat permukaan dan dilepaskan dalam bentuk thunderstorm yang kuat.
Baca juga: Lapan: saksikan hujan meteor dini hari di Indonesia
Lapisan inversi juga dapat menyebabkan cuaca yang berkabut dan menahan polutan berada di dekat permukaan. Lapisan inversi dapat menyebabkan suara dipantulkan atau di belokan sampai ke tempat yang lebih jauh.
Hingga saat ini, tidak ada bukti jika suara yang dipantulkan lapisan inversi dapat memecahkan kaca.
Keberadaan lapisan inversi juga perlu dibuktikan dengan data, misalnya dari pengukuran radiosonde (alat pengukur profil vertikal atmosfer yang diterbangkan balon) atau alat lainnya.
Energi suara yang merambat akan mengalami pelemahan yang cepat bersama jarak, apalagi jika mengalami pemantulan, di mana sebagian besar energi akan diserap atau diteruskan.
Untuk memecahkan kaca diperlukan energi suara yang cukup kuat, shock, blast, atau proses resonansi dengan frekuensi yang tepat.
Tim Reaksi Analisis Kebencanaan (TREAK) dibentuk pada 9 Januari 2020 oleh Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lapan yang beranggotakan pejabat struktural dan peneliti di bidang atmosfir PSTA Lapan.
Aktivitas TREAK melakukan sejumlah kegiatan antara lain pemantauan (monitoring) dan diskusi analisis terkait kondisi cuaca dan atmosfer yang termasuk di dalamnya analisis, observasi, prediksi untuk mencari perbandingan untuk informasi yang akan dipublikasikan.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021