Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengutuk keras penahanan Aung San Suu Kyi serta sejumlah pemimpin politik Myanmar lainnya, dan "mendesak pihak militer untuk menghormati kehendak rakyat Myanmar", demikian dinyatakan juru bicara.

"Perkembangan ini menunjukkan serangan yang serius terhadap reformasi demokratis," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric, Minggu (31/1) waktu New York, AS, atau Senin waktu Myanmar.

"Semua pemimpin harus bersikap untuk kepentingan terbesar dalam reformasi demokrasi Myanmar, dengan melakukan dialog yang bermakna, menahan diri dari kekerasan, dan menghormati hak asasi manusia serta kebebasan fundamental."



Pihak militer Myanmar mengumumkan status kedaruratan pada Senin usai mereka melakukan penahanan terhadap para pemimpin senior di pemerintahan, sebagai aksi yang mereka sebut untuk merespons kecurangan pemilu tahun lalu.

Dalam sebuah video yang disiarkan di saluran televisi milik militer, disebutkan bahwa kekuasaan telah diserahkan kepada pimpinan pasukan bersenjata, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.

Sementara itu, Singapura menanggapi kejadian ini dengan menyatakan kepedulian besar dan meminta semua pihak menahan diri serta mengambil jalan yang menghasilkan perdamaian.

"Singapura menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi terkini di Myanmar. Kami mengamati situasi ini secara lekat dan berharap semua pihak yang terlibat akan menahan diri, mengutamakan dialog, dan bekerja untuk hasil positif dan damai," kata Kementerian Luar Negeri Singapura dalam pernyataan lewat surel.

Sumber: Reuters
 

Pewarta: Suwanti

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021