Gianyar (Antara Bali) - Peperangan para pria bersenjata janur (Siat Sampian) di Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Kabupaten Gianyar, Rabu, menyita perhatian ratusan umat Hindu dan wisatawan asing.

"Pertempuran dalam ritual "Siat Sampian" itu hanya ada di Pura Samuan Tiga dan Pura Penataran Sasih, Desa Bedulu, Gianyar, Bali. Perang ini merupakan sejenis tari sakral yang digelar setiap tiga hari setelah Purnama Kedasa (bulan purnama kesepuluh berdasarkan penanggalan masyarakat adat setempat)," kata Gusti Mangku Ageng selaku pemuka agama di Pura Samuan Tiga.

Ada sekitar 350 pria yang disebut sebagai "parekan" turut berlaga dalam peperangan tersebut. Mereka mengabdi di Pura Samuan Tiga untuk membantu kelancaran kegiatan keagamaan.

"Parekan tidak ditunjuk, tetapi berdasarkan keyakinan mereka sendiri untuk mengabdi. Ada juga yang menjadi parekan karena sebelumnya pernah menderita sakit yang tidak bisa diobati, dan akhirnya sembuh setelah kaul di Pura Samuan Tiga," katanya.

Siat Sampian dimulai berbagai ritual. Para pemangku atau penanggung jawab pura berkeliling tiga kali dengan membunyikan genta dan memercikkan air suci ke areal pura serta diikuti sekitar 50 orang perempuan yang sudah "menopause" atau dikenal dengan sebutan "permas" menari mengelilingi pura.

Pada saat siat sampian, para parekan saling pukul menggunakan sampian dengan diiringi suara riuh rendah layaknya berperang.

"Ritual ini bukan mencari yang menang dan kalah, melainkan sebagai simbol peringatan kepada umat Hindu agar senantiasa bertindak di jalan kesucian dan kebenaran. Bentuk sampian yang berupa bundaran melambangkan cakra sebagai senjata Dewa Wisnu dan untaian di bawahnya menyerupai gada," ujarnya.(LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012