Tepat 15 Desember 2020, pelaku pariwisata di Bali menjadi seakan galau tingkat dewa, akankah bisa menerima luberan kunjungan wisatawan domestik saat libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021?
Akhir tahun yang begitu dinanti karena sekitar sembilan bulan ini, mayoritas industri pariwisata di Bali telah lumpuh terkena hantaman pandemi COVID-19. Tak ada lagi wisatawan mancanegara yang datang ke Bali.
Pelaku pariwisata di Pulau Dewata menjadi resah karena 15 Desember 2020, Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan kepada awak media dan publik terkait dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Nomor 2021 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun 2021 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.
Yang paling memicu kegalauan pelaku pariwisata hingga maskapai penerbangan adalah klausul dalam Surat Edaran 2021 bagi pelaku perjalanan yang melakukan perjalanan dengan transportasi udara ke Bali wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji usap (swab) berbasis PCR paling lama 2 x 24 jam sebelum keberangkatan, dan mengisi e-HAC Indonesia.
Kemudian klausul itu direvisi menjadi wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR paling lama 7 x 24 jam sebelum keberangkatan dan mengisi e-HAC Indonesia.
Sedangkan bagi yang melakukan perjalanan memakai kendaraan pribadi melalui transportasi darat dan laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji rapid test atau tes cepat antigen paling lama 3 x 24 jam sebelum keberangkatan.
Baca juga: Gubernur Bali: SE 2021 tak ada niat sengsarakan masyarakat
Ketentuan tersebut dikecualikan bagi anak berumur di bawah 12 tahun. Ketentuan uji swab berbasis PCR juga tidak berlaku bagi pelaku perjalanan dari daerah yang tidak memiliki fasilitas uji swab, namun wajib mengikuti tes cepat antigen di tempat kedatangan.
SE tersebut semula diberlakukan mulai 18 Desember 2020 hingga 4 Januari 2021. Kemudian SE 2021 itu sejumlah klausulnya direvisi dan pemberlakuannya juga diundur sehari menjadi 19 Desember 2020.
Akibat dikeluarkannya SE Gubernur Bali tersebut, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani dalam video konferensi pada 16 Desember lalu mengatakan kewajiban tes PCR ini disambut negatif oleh para wisatawan yang sudah merencanakan untuk pergi ke Bali.
Bahkan tak sedikit yang meminta pengembalian tiket atau refund akibat imbauan tersebut. Dalam catatannya, refund ini meningkat 10 kali lipat dibandingkan permintaan refund pada situasi normal.
Sementara kerugian dari pengembalian tersebut mencapai Rp 317 miliar dan imbasnya ke perekonomian Bali secara keseluruhan mencapai Rp967 miliar.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati saat menyampaikan sambutan dalam Musda PHRI Bali di Ubud, Kabupaten Gianyar, pada 18 Desember lalu juga tidak menampik telah menerima keluhan dari para pelaku pariwisata terkait SE tersebut.
"Kita semua yang sedang berusaha untuk menginjak gas di tengah pandemi ini tiba-tiba dikagetkan dengan rem mendadak (SE 2021)," ujar pria yang akrab dipanggil Cok Ace.
Cok Ace yang juga Ketua Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Pariwisata dari Dampak COVID-19 di Bali itu mengatakan selama ini dirinya beserta sejumlah pihak terkait bertugas untuk menginjak gas agar ekonomi Bali dapat segera pulih dari keterpurukannya.
Akibat terpuruknya sektor pariwisata karena dampak pandemi, Bali yang 54 persen PDRB-nya disumbang dari sektor pariwisata tercatat hingga kuartal III-2020, pertumbuhan ekonominya minus hingga 12,28 persen.
Baca juga: Gubernur: Natal-Tahun Baru, Bali tetap buka objek wisata (video)
Bali pun kehilangan devisa pariwisata yang dihasilkan rata-rata mencapai Rp9,7 triliun per bulan sebelum pandemi. Untuk 2019 dengan kunjungan wisman ke Bali yang lebih dari 6,2 juta jiwa telah menyumbang sekitar 28,9 persen dari total devisa nasional yang sebesar Rp270 triliun.
"Di satu sisi industri pariwisata saat ini sangat membutuhkan kehadiran tamu domestik. Namun SE ini kontraproduktif dengan kebangkitan pariwisata. Tetapi tentu ada hal-hal yang harus dijaga yakni dari sisi kesehatan," kata Ketua PHRI Kota Denpasar Ida Bagus Gede Sidharta Putra.
Pria yang disapa Gusde ini sebelumnya berharap dengan libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, setidaknya rata-rata okupansi hotel bisa mencapai kisaran 15-20 persen, dari kondisi sebelumnya yang hanya terisi satu digit.
Kesehatan prioritas
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan kewajiban pelaku perjalanan yang memasuki Pulau Dewata dalam libur Natal dan Tahun Baru dengan transportasi udara harus menunjukkan hasil negatif uji usap diambil dengan mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat sebagai prioritas utama.
"Arahan pemerintah pusat, tes swab (untuk masuk Bali) dan tidak bisa ditawar. Tidak ada argumentasi, tentu kita harus ikut (arahan pemerintah pusat)," ujarnya.
Selain itu pesan dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa Bali harus memproteksi diri jangan sampai terjadi kenaikan infeksi akibat lonjakan orang yang datang ke Bali.
Sampai saat ini pencapaian penanganan COVID-19 di Bali telah berhasil dengan baik, yang ditandai dengan terkendalinya kasus positif baru, tingkat kesembuhan mencapai 91,62 persen dan angka kematian terkendali di bawah lima orang per hari.
Diharapkan Bali akan menjadi provinsi pertama dalam mencapai tiga sasaran utama yakni terbebas COVID-19, pariwisata pulih, dan ekonomi kembali normal. Pariwisata Indonesia akan pulih bilamana pariwisata Bali terlebih dahulu pulih, mengingat Bali merupakan lokomotif pariwisata Indonesia.
Baca juga: Syarat kunjungan ke Bali tak pengaruhi pemesanan hotel di RedDoorz
Gubernur Bali dalam beberapa kali kesempatan menyatakan bahwa pencapaian yang baik dalam penanganan COVID-19 harus dipertahankan secara bersama-sama oleh semua pihak, agar Bali semakin mendapat kepercayaan masyarakat luar (nasional dan internasional).
Sampai saat ini, tidak ada yang dapat memastikan kapan pandemi COVID-19 ini akan berakhir, sehingga upaya pengendalian munculnya kasus positif baru COVID-19 tetap harus dilakukan secara konsisten, disiplin, dan penuh tanggung jawab.
Terkait dengan SE 2021 Tahun 2020 yang telah dikeluarkan, Gubernur Bali mengemukakan hal itu bertujuan untuk memastikan seluruh Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) ke Bali, baik melalui udara maupun darat dan laut bebas COVID-19, tidak menjadi sumber penularan COVID-19.
Kemudian memastikan aktivitas liburan selama Natal dan Tahun Baru 2021 dapat berjalan dengan sehat, nyaman, dan aman baik bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali maupun bagi masyarakat lokal Bali.
"Ini untuk meyakinkan masyarakat luar bahwa Bali sangat serius, sungguh-sungguh, dan dengan ketat menerapkan protokol kesehatan dalam menangani pandemi COVID-19, sehingga semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat luar terhadap Bali," ucapnya.
Baca juga: Menparekraf tinjau penerapan protokol kesehatan libur Natal-Tahun Baru di Bali (video)
Koster menegaskan kepercayaan ini merupakan posisi yang sangat penting sebagai tahapan persiapan dimulainya pembukaan wisatawan mancanegara yang direncanakan pada tahun 2021.
Bilamana Bali berhasil menangani COVID-19 pada libur Hari Natal dan Tahun Baru 2021, tidak terjadi peningkatan kasus positif COVID-19 yang signifikan, maka Pemerintah Provinsi Bali dapat meyakinkan pemerintah agar wisatawan mancanegara bisa dibuka mulai tahun 2021, sebagaimana harapan para pelaku usaha jasa pariwisata.
Sebaliknya, bilamana Bali mengalami kegagalan, maka jangan berharap masyarakat luar akan percaya dan mau berkunjung ke Bali, pemerintah pusat tidak akan mengizinkan pembukaan wisatawan mancanegara ke Bali.
"Jadi, sama sekali tidak ada niat sedikit pun untuk menghambat pulihnya pariwisata Bali, apalagi dikatakan menyengsarakan masyarakat Bali, seperti yang dituduhkan sejumlah oknum melalui media sosial," ucap Koster yang juga mantan anggota DPR tiga periode itu.
Terkait "rem" di sektor pariwisata di Bali di tengah pandemi, sebenarnya tak saja melalui SE Gubernur Bali Nomor 2021 Tahun 2020 ini.
Sebelumnya juga sudah direncanakan membuka wisatawan mancanegara pada tanggal 11 September 2020, namun belum memungkinkan karena pandemi COVID-19 di Bali dan di luar Bali masih sangat dinamis.
Baca juga: Menparekraf utamakan aspek kesehatan jika wisata Bali dibuka penuh
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno disela-sela kunjungan kerjanya di Bali pada Minggu (27/12) juga menyatakan akan memprioritaskan aspek kesehatan jika kegiatan pariwisata di Pulau Bali kembali dibuka penuh, termasuk bagi wisatawan mancanegara.
"Aspek keselamatan dari seluruh pemangku kepentingan menjadi hal utama untuk dijalankan. Kita harus pastikan bahwa kepentingan bangsa dan negara yang kita utamakan," ujar Sandiaga Uno.
Kunjungan kerja ke Pulau Dewata tersebut dilakukan untuk memastikan penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE atau Cleanliness (kebersihan), Health (kesehatan), Safety (keamanan) dan Environmental sustainability (kelestarian lingkungan) di sektor pariwisata.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Akhir tahun yang begitu dinanti karena sekitar sembilan bulan ini, mayoritas industri pariwisata di Bali telah lumpuh terkena hantaman pandemi COVID-19. Tak ada lagi wisatawan mancanegara yang datang ke Bali.
Pelaku pariwisata di Pulau Dewata menjadi resah karena 15 Desember 2020, Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan kepada awak media dan publik terkait dikeluarkannya Surat Edaran (SE) Nomor 2021 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun 2021 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.
Yang paling memicu kegalauan pelaku pariwisata hingga maskapai penerbangan adalah klausul dalam Surat Edaran 2021 bagi pelaku perjalanan yang melakukan perjalanan dengan transportasi udara ke Bali wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji usap (swab) berbasis PCR paling lama 2 x 24 jam sebelum keberangkatan, dan mengisi e-HAC Indonesia.
Kemudian klausul itu direvisi menjadi wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR paling lama 7 x 24 jam sebelum keberangkatan dan mengisi e-HAC Indonesia.
Sedangkan bagi yang melakukan perjalanan memakai kendaraan pribadi melalui transportasi darat dan laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji rapid test atau tes cepat antigen paling lama 3 x 24 jam sebelum keberangkatan.
Baca juga: Gubernur Bali: SE 2021 tak ada niat sengsarakan masyarakat
Ketentuan tersebut dikecualikan bagi anak berumur di bawah 12 tahun. Ketentuan uji swab berbasis PCR juga tidak berlaku bagi pelaku perjalanan dari daerah yang tidak memiliki fasilitas uji swab, namun wajib mengikuti tes cepat antigen di tempat kedatangan.
SE tersebut semula diberlakukan mulai 18 Desember 2020 hingga 4 Januari 2021. Kemudian SE 2021 itu sejumlah klausulnya direvisi dan pemberlakuannya juga diundur sehari menjadi 19 Desember 2020.
Akibat dikeluarkannya SE Gubernur Bali tersebut, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani dalam video konferensi pada 16 Desember lalu mengatakan kewajiban tes PCR ini disambut negatif oleh para wisatawan yang sudah merencanakan untuk pergi ke Bali.
Bahkan tak sedikit yang meminta pengembalian tiket atau refund akibat imbauan tersebut. Dalam catatannya, refund ini meningkat 10 kali lipat dibandingkan permintaan refund pada situasi normal.
Sementara kerugian dari pengembalian tersebut mencapai Rp 317 miliar dan imbasnya ke perekonomian Bali secara keseluruhan mencapai Rp967 miliar.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati saat menyampaikan sambutan dalam Musda PHRI Bali di Ubud, Kabupaten Gianyar, pada 18 Desember lalu juga tidak menampik telah menerima keluhan dari para pelaku pariwisata terkait SE tersebut.
"Kita semua yang sedang berusaha untuk menginjak gas di tengah pandemi ini tiba-tiba dikagetkan dengan rem mendadak (SE 2021)," ujar pria yang akrab dipanggil Cok Ace.
Cok Ace yang juga Ketua Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Pariwisata dari Dampak COVID-19 di Bali itu mengatakan selama ini dirinya beserta sejumlah pihak terkait bertugas untuk menginjak gas agar ekonomi Bali dapat segera pulih dari keterpurukannya.
Akibat terpuruknya sektor pariwisata karena dampak pandemi, Bali yang 54 persen PDRB-nya disumbang dari sektor pariwisata tercatat hingga kuartal III-2020, pertumbuhan ekonominya minus hingga 12,28 persen.
Baca juga: Gubernur: Natal-Tahun Baru, Bali tetap buka objek wisata (video)
Bali pun kehilangan devisa pariwisata yang dihasilkan rata-rata mencapai Rp9,7 triliun per bulan sebelum pandemi. Untuk 2019 dengan kunjungan wisman ke Bali yang lebih dari 6,2 juta jiwa telah menyumbang sekitar 28,9 persen dari total devisa nasional yang sebesar Rp270 triliun.
"Di satu sisi industri pariwisata saat ini sangat membutuhkan kehadiran tamu domestik. Namun SE ini kontraproduktif dengan kebangkitan pariwisata. Tetapi tentu ada hal-hal yang harus dijaga yakni dari sisi kesehatan," kata Ketua PHRI Kota Denpasar Ida Bagus Gede Sidharta Putra.
Pria yang disapa Gusde ini sebelumnya berharap dengan libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, setidaknya rata-rata okupansi hotel bisa mencapai kisaran 15-20 persen, dari kondisi sebelumnya yang hanya terisi satu digit.
Kesehatan prioritas
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan kewajiban pelaku perjalanan yang memasuki Pulau Dewata dalam libur Natal dan Tahun Baru dengan transportasi udara harus menunjukkan hasil negatif uji usap diambil dengan mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat sebagai prioritas utama.
"Arahan pemerintah pusat, tes swab (untuk masuk Bali) dan tidak bisa ditawar. Tidak ada argumentasi, tentu kita harus ikut (arahan pemerintah pusat)," ujarnya.
Selain itu pesan dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa Bali harus memproteksi diri jangan sampai terjadi kenaikan infeksi akibat lonjakan orang yang datang ke Bali.
Sampai saat ini pencapaian penanganan COVID-19 di Bali telah berhasil dengan baik, yang ditandai dengan terkendalinya kasus positif baru, tingkat kesembuhan mencapai 91,62 persen dan angka kematian terkendali di bawah lima orang per hari.
Diharapkan Bali akan menjadi provinsi pertama dalam mencapai tiga sasaran utama yakni terbebas COVID-19, pariwisata pulih, dan ekonomi kembali normal. Pariwisata Indonesia akan pulih bilamana pariwisata Bali terlebih dahulu pulih, mengingat Bali merupakan lokomotif pariwisata Indonesia.
Baca juga: Syarat kunjungan ke Bali tak pengaruhi pemesanan hotel di RedDoorz
Gubernur Bali dalam beberapa kali kesempatan menyatakan bahwa pencapaian yang baik dalam penanganan COVID-19 harus dipertahankan secara bersama-sama oleh semua pihak, agar Bali semakin mendapat kepercayaan masyarakat luar (nasional dan internasional).
Sampai saat ini, tidak ada yang dapat memastikan kapan pandemi COVID-19 ini akan berakhir, sehingga upaya pengendalian munculnya kasus positif baru COVID-19 tetap harus dilakukan secara konsisten, disiplin, dan penuh tanggung jawab.
Terkait dengan SE 2021 Tahun 2020 yang telah dikeluarkan, Gubernur Bali mengemukakan hal itu bertujuan untuk memastikan seluruh Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) ke Bali, baik melalui udara maupun darat dan laut bebas COVID-19, tidak menjadi sumber penularan COVID-19.
Kemudian memastikan aktivitas liburan selama Natal dan Tahun Baru 2021 dapat berjalan dengan sehat, nyaman, dan aman baik bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali maupun bagi masyarakat lokal Bali.
"Ini untuk meyakinkan masyarakat luar bahwa Bali sangat serius, sungguh-sungguh, dan dengan ketat menerapkan protokol kesehatan dalam menangani pandemi COVID-19, sehingga semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat luar terhadap Bali," ucapnya.
Baca juga: Menparekraf tinjau penerapan protokol kesehatan libur Natal-Tahun Baru di Bali (video)
Koster menegaskan kepercayaan ini merupakan posisi yang sangat penting sebagai tahapan persiapan dimulainya pembukaan wisatawan mancanegara yang direncanakan pada tahun 2021.
Bilamana Bali berhasil menangani COVID-19 pada libur Hari Natal dan Tahun Baru 2021, tidak terjadi peningkatan kasus positif COVID-19 yang signifikan, maka Pemerintah Provinsi Bali dapat meyakinkan pemerintah agar wisatawan mancanegara bisa dibuka mulai tahun 2021, sebagaimana harapan para pelaku usaha jasa pariwisata.
Sebaliknya, bilamana Bali mengalami kegagalan, maka jangan berharap masyarakat luar akan percaya dan mau berkunjung ke Bali, pemerintah pusat tidak akan mengizinkan pembukaan wisatawan mancanegara ke Bali.
"Jadi, sama sekali tidak ada niat sedikit pun untuk menghambat pulihnya pariwisata Bali, apalagi dikatakan menyengsarakan masyarakat Bali, seperti yang dituduhkan sejumlah oknum melalui media sosial," ucap Koster yang juga mantan anggota DPR tiga periode itu.
Terkait "rem" di sektor pariwisata di Bali di tengah pandemi, sebenarnya tak saja melalui SE Gubernur Bali Nomor 2021 Tahun 2020 ini.
Sebelumnya juga sudah direncanakan membuka wisatawan mancanegara pada tanggal 11 September 2020, namun belum memungkinkan karena pandemi COVID-19 di Bali dan di luar Bali masih sangat dinamis.
Baca juga: Menparekraf utamakan aspek kesehatan jika wisata Bali dibuka penuh
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno disela-sela kunjungan kerjanya di Bali pada Minggu (27/12) juga menyatakan akan memprioritaskan aspek kesehatan jika kegiatan pariwisata di Pulau Bali kembali dibuka penuh, termasuk bagi wisatawan mancanegara.
"Aspek keselamatan dari seluruh pemangku kepentingan menjadi hal utama untuk dijalankan. Kita harus pastikan bahwa kepentingan bangsa dan negara yang kita utamakan," ujar Sandiaga Uno.
Kunjungan kerja ke Pulau Dewata tersebut dilakukan untuk memastikan penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE atau Cleanliness (kebersihan), Health (kesehatan), Safety (keamanan) dan Environmental sustainability (kelestarian lingkungan) di sektor pariwisata.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020