Oleh I Ketut Sutika

Denpasar (Antara Bali) - Jalan beraspal itu tidak begitu mulus, lebarnya sempit, hanya pas untuk satu kendaraan roda empat. Sepanjang tepi jalan mengikuti selokan tertata apik, meskipun tidak sebaik proyek trotoar di perkotaan.

Air irigasi pertanian tradisional (subak) itu tampak jernih, mengalir lancar menyebar menggenangi sawah dan kolam ikan yang terbentang di hilir Banjar Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, 25 km barat laut Denpasar.

Jaringan jalan sempit yang membelah subak Mole dan subak Sengawang itu  memiliki hamparan sawah sekitar 50 hektare sepanjang hampir dua kilometer hasil pelebaran jalan setapak yang dilakukan secara gotong royong oleh anggota subak setempat.

Hasil pelebaran itu mampu memberikan kemudahan bagi petani setempat dalam mengangkut gabah, maupun  hasil sayur mayur dan jenis palawija lainnya.

Kedua subak tersebut merupakan bagian dari ratusan subak yang mengalami panen raya dalam bulan Maret-April 2012,  tutur Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Produksi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Likadnyana.

Sawah di Kabupaten Tabanan, daerah gudang beras di Bali mengalami panen raya sekitar 3.400 hektare, disamping subak-subak pada tujuh kabupaten dan satu kota lainnya di daerah ini, dengan produksi kisaran rata-rata enam ton per hektare,

Panen raya itu mampu memproduksi sekitar 20.000 ton gabah kering giling selama  Maret- April 2012. Namun sudah menjadi kebiasaan setiap panen raya, harga gabah selalu merosot. Bahkan di Kabupaten Tabanan dari Rp4.200 gabah kering panen menjadi rata-rata Rp3.800 per kilogram.

Namun harga gabah itu masih berada di atas harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp3.300 per kilogram, sehingga petani lainnya di daerah Bali dapat menikmati harga gabah yang wajar di atas HPP.

"Keberhasilan meningkatkan kesejahteraan petani, dengan mempertahankan harga yang wajar, berkat pemerintah Provinsi Bali sejak 2003 membentuk lembaga usaha ekonomi pedesaan (LUEP) yang bertugas sebagai pelaksana pembelian hasil pertanian tanaman pangan dan hortikultura," ujar  Likadnyana.

Keberadaan LUEP dibentuk dengan surat keputusan Gubernur Bali, jika terbukti melakukan pembelian gabah murah di bawah HPP izinnya bisa dibekukan, sekaligus tidak lagi mendapat penguatan modal.    

Hal itu pernah dilakukan tiga LUEP di Kabupaten Tabanan yang terbukti melakukan pembelian gabah petani dengan harga murah sehingga izinkan dibekukan. Dengan demikian di daerah gudang beras Bali itu kini hanya ada 56 unit LUEP dari sebelumnya 59 unit.

Di Bali secara keseluruhan telah terbentuk 113 unit LUEP mendapat kucuran dana bergulir bunga murah yakni dua persen per tahun dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali, sebagai upaya menjaga kestabilan harga gabah.

Taati aturan

Likadnyana maupun  Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Made Putra Suryawan  menjelaskan, LUEP yang tersebar di delapan kabupaten dan satu kota di Bali dalam aktivitas keseharian umumnya mentaati aturan yang telah disepakati bersama.

Dengan demikian petani dapat menikmati harga gabah yang wajar, terutama saat-saat mengalami panen raya seperti sekarang ini, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Pemerintah Provinsi Bali, melalui BPD setempat menyediakan dana bergulir sebesar  Rp29,22 miliar untuk penguatan modal bagi LUEP dalam melakukan pembelian gabah petani.

Dana pemberdayaan petani itu dikucurkan secara bertahap sejak 2003 hingga sekarang, yang selama ini pengembaliannya cukup hancar dan hampir tidak ada kredit macet.

Awalnya tahun 2003 hanya dikucurkan sebesar Rp675 juta setiap tahunnya terus meningkat hingga sekarang mencapai Rp29,22 miliar.

LUEP terbanyak terdapat di Kabupaten Tabanan yakni 56 unit dengan kucuran dana bergulir sebesar Rp11,35 miliar, menyusul  Badung 18 unit dengan pinjaman Rp4,60 miliar dan Gianyar 16 unit dengan dana Rp3,75 miliar.

Selain itu di Kabupaten Buleleng 16 unit dengan kucuran dana Rp4,27 miliar, Klungkung tiga unit memperoleh pinjaman Rp850 juta dan Karangasem dua unit memperoleh Rp572 juta.

Petani Bali menghasilkan beras jenis  inpari 8, inpari 10, inpari 13, IR 64 dan ciherang. Petani umumnya menanam padi jenis varietas yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Panen raya perdana pada bulan Maret-April 2012 menambah keyakinan Bali untuk mampu mencapai sasaran memproduksi sebanyak 148.000 ton gabah kering giling pada 2012.

Keyakinan itu diperkuat lagi dengan semakin berkurangnya  serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan penggunaan sistem "spot stop" yakni setiap ada serangan hama segera diambil langkah penyetopan agar tidak berkembang ke wilayah lahan pertanian lainnya.

"Memang beberapa waktu lalu sempat ada angin kencang dan sedikit banjir, namun itu tidak sampai menyebabkan kerugian besar pada petani di daerah kita," tutur Putra Suryawan,

Bali hingga kini masih memiliki sawah berair irigasi secara teratur dengan menggunakan sistem subak seluas  82.664 hektare tersebar di delapan kabupaten dan satu kota di Bali.

Luas tersebut berkurang 5.186 hektare dibanding sawah tahun 2005 yang tercatat87.850 hektare, akibat alih fungsi lahan untuk kepentingan berbagai pembangunan.

Petani dalam mengolah lahan pertanian itu menerapkan sistem subak, yang hingga kini dinilai terbaik di antara sistem pertanian yang ada di Indonesia maupun di berbagai negara belahan dunia dalam mengintensifkan pembangunan sektor pertanian.(IGT)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012