Dokter spesialis bedah tumor mengatakan tidak semua benjolan pada payudara itu adalah tumor ganas atau kanker, dan bisa jadi benjolan tersebut muncul karena sebab lain sehingga masyarakat jangan takut dulu saat menemukan benjolan ketika melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
"85 persen benjolan di payudara itu jinak, jadi jangan takut dulu. Jadi diperiksa saja dulu. Hanya 15 persen yang ternyata tumor ganas atau kanker," kata dokter spesialis bedah onkologi RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo, Sonar Soni Panigoro, dalam webinar Bulan Kesadaran Kanker Payudara 2020, Sabtu.
Sonar mengatakan, salah satu cara untuk memastikan melalui biopsi yakni pengambilan jaringan dari benjolan dan di sinilah baru bisa dipastikan benjolan itu kanker atau bukan.
Dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Raditya Wratasangka, pernah mengatakan bahwa benjolan pada pria lebih mudah terasa ketimbang wanita karena jaringannya tidak terlalu tebal. Dia menyarankan, kaum hawa bisa melakukan SADARI pada hari ke-7 hingga 10 menstruasi (dihitung dari hari pertama menstruasi) setiap bulan, sementara untuk pria bisa kapan saja.
Selain SADARI, dokter juga merekomendasikan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) setidaknya setiap 6 bulan, USG payudara setiap tahun hingga MRI payudara.
Benjolan yang ternyata bukan kanker biasanya disebabkan berbagai hal, salah satunya kista payudara. Laman Medical News Today mencatat, kondisi ini ditandai adanya kantung berisi cairan jinak atau non-kanker di payudara. Biasanya ada sesuatu yang terasa halus dan kenyal di bawah kulit.
Beberapa kista ini mungkin tidak menimbulkan rasa sakit, sementara yang lain bisa cukup menyakitkan bagi penderitanya. Penyebab munculnya kista belum diketahui secara pasti tetapi bisa karena respons terhadap hormon yang berhubungan dengan menstruasi.
Penyebab lainnya benjolan ialah abses di payudara yang disebabkan bakteri. Penderita bisa saja mengalami sakit pada payudaranya, menemukan warna kulit di dekat payudara menjadi merah, dan merasakan payudaranya panas atau padat. Wanita yang sedang menyusui lebih mungkin mengalami abses payudara.
Selain abses, adenoma atau pertumbuhan abnormal dari jaringan kelenjar di payudara dan papiloma intraduktal yakni pertumbuhan seperti kutil yang berkembang di saluran payudara juga bisa menjadi penyebab.
Di sisi lain, jika hasil biopsi menyatakan benjolan ternyata kanker, dokter akan membantu menentukan pengobatan yang tepat. Sonar mengatakan, pengobatan utama yang umumnya diaplikasikan khusus untuk kanker payudara berupa pembedahan.
"Karena kanker payudara kanker padat utamanya adalah pembedahan, baru setelahnya terapi tambahan bisa dengan penyinaran atau yang sifatnya sistemik seperti kemoterapi, hormonal atau terapi target," jelas Sonar.
Sifat terapi pembedahan sendiri bisa bersifat kuratif dan paliatif. Pada terapi kuratif, tujuannya benar-benar untuk penyembuhan jika kanker bisa terdeteksi dini misalnya stadium satu.
Bila kanker sudah memasuki stadium lanjut yang ditandai misalnya adanya pendarahan hebat di payudara atau penyebaran kanker ke organ lain, maka terapi yang paliatif akan diberikan. Tujuannya, untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"85 persen benjolan di payudara itu jinak, jadi jangan takut dulu. Jadi diperiksa saja dulu. Hanya 15 persen yang ternyata tumor ganas atau kanker," kata dokter spesialis bedah onkologi RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo, Sonar Soni Panigoro, dalam webinar Bulan Kesadaran Kanker Payudara 2020, Sabtu.
Sonar mengatakan, salah satu cara untuk memastikan melalui biopsi yakni pengambilan jaringan dari benjolan dan di sinilah baru bisa dipastikan benjolan itu kanker atau bukan.
Dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Raditya Wratasangka, pernah mengatakan bahwa benjolan pada pria lebih mudah terasa ketimbang wanita karena jaringannya tidak terlalu tebal. Dia menyarankan, kaum hawa bisa melakukan SADARI pada hari ke-7 hingga 10 menstruasi (dihitung dari hari pertama menstruasi) setiap bulan, sementara untuk pria bisa kapan saja.
Selain SADARI, dokter juga merekomendasikan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) setidaknya setiap 6 bulan, USG payudara setiap tahun hingga MRI payudara.
Benjolan yang ternyata bukan kanker biasanya disebabkan berbagai hal, salah satunya kista payudara. Laman Medical News Today mencatat, kondisi ini ditandai adanya kantung berisi cairan jinak atau non-kanker di payudara. Biasanya ada sesuatu yang terasa halus dan kenyal di bawah kulit.
Beberapa kista ini mungkin tidak menimbulkan rasa sakit, sementara yang lain bisa cukup menyakitkan bagi penderitanya. Penyebab munculnya kista belum diketahui secara pasti tetapi bisa karena respons terhadap hormon yang berhubungan dengan menstruasi.
Penyebab lainnya benjolan ialah abses di payudara yang disebabkan bakteri. Penderita bisa saja mengalami sakit pada payudaranya, menemukan warna kulit di dekat payudara menjadi merah, dan merasakan payudaranya panas atau padat. Wanita yang sedang menyusui lebih mungkin mengalami abses payudara.
Selain abses, adenoma atau pertumbuhan abnormal dari jaringan kelenjar di payudara dan papiloma intraduktal yakni pertumbuhan seperti kutil yang berkembang di saluran payudara juga bisa menjadi penyebab.
Di sisi lain, jika hasil biopsi menyatakan benjolan ternyata kanker, dokter akan membantu menentukan pengobatan yang tepat. Sonar mengatakan, pengobatan utama yang umumnya diaplikasikan khusus untuk kanker payudara berupa pembedahan.
"Karena kanker payudara kanker padat utamanya adalah pembedahan, baru setelahnya terapi tambahan bisa dengan penyinaran atau yang sifatnya sistemik seperti kemoterapi, hormonal atau terapi target," jelas Sonar.
Sifat terapi pembedahan sendiri bisa bersifat kuratif dan paliatif. Pada terapi kuratif, tujuannya benar-benar untuk penyembuhan jika kanker bisa terdeteksi dini misalnya stadium satu.
Bila kanker sudah memasuki stadium lanjut yang ditandai misalnya adanya pendarahan hebat di payudara atau penyebaran kanker ke organ lain, maka terapi yang paliatif akan diberikan. Tujuannya, untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020