Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid meminta semua pihak bisa menahan diri dan menunjukkan kecintaannya kepada NKRI dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang telah disetujui DPR menjadi UU pada Senin (5/10).

Menurut dia, para pemimpin juga dituntut kenegarawan-nya, karena perbedaan pendapat dan pandangan adalah hal yang wajar dalam demokrasi, tapi jangan menghambat pembangunan dan jangan sampai jatuh korban jiwa.

"Saya berharap semua pihak bisa menahan diri. Gunakanlah cara-cara yang beretika dan sesuai budaya Indonesia," kata Jazilul Fawaid dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Hal itu dikatakan Jazilul Fawaid menanggapi demo di berbagai daerah pada Kamis (8/10) terkait dengan UU Cipta Kerja. Demo itu ada yang diikuti dengan pembakaran-pembakaran dan berujung rusuh.

Jazilul yang disapa Gus Jazil itu meminta aparat kepolisian untuk bertindak secara proporsional dalam menghadapi demo dan tidak boleh melampaui batas.



"Bertindaklah sesuai koridor hukum menghadapi aksi-aksi demo, jangan sampai bertindak di luar hukum. Tapi siapa yang melanggar harus didisiplinkan," ujarnya.

Gus Jazil juga meminta kepada pemerintah untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat, tokoh buruh, tokoh mahasiswa untuk diajak berdialog dan bukan lewat pengadilan jalanan. Langkah itu menurut dia menghadapi situasi yang memanas pasca disetujuinya RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Senin (5/10).

"Sebab, sekarang sedang pandemi. Semua orang harus menjaga kesehatan. Pasar (ekonomi) juga sedang resesi. Kalau situasinya memanas seperti ini yakinlah penderitaan rakyat semakin bertambah," tutur-nya.

Menurut Gus Jazil, setiap UU baik pada waktu pembahasan sampai pada saat pengesahan sering terjadi perselisihan dan perbedaan paham, namun itu harus produktif.

Dia tidak menginginkan terjadi tarik menarik dalam Omnibus Law sehingga terjadi perbedaan yang kuat di tengah masyarakat yang bisa menimbulkan perpecahan.

"Ini sangat tidak produktif. Kalau mau ke jalur hukum, bisa ke MK. Kalau mau berdialog, berdialog-lah dengan baik-baik. Inilah Pancasila, Permusyawaratan harus diiringi dengan hikmat kebijaksanaan, tidak ada ngotot-ngotot-an, semua bisa didialogkan. Jika ada ketidakpuasan terhadap Omnibus Law bisa didialogkan," katanya.

Dia setuju Omnibus Law ada kekurangannya tapi ketidaksempurnaan itu jangan disikapi dengan perpecahan atau permusuhan karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya.
 

Pewarta: Imam Budilaksono

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020