Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP PERKI) dr Isman Firdaus, Sp.JP(K) mengatakan agar orang yang mengalami nyeri dada harus segera mendapatkan pertolongan dari dokter, meski di tengah kondisi pandemi COVID-19 seperti saat ini.
"Mereka dengan penyakit jantung ataupun tidak, sebaiknya jangan menunda ke dokter atau rumah sakit jika mengalami nyeri dada (angina) yang tidak hilang dengan istirahat, sesak nafas yang makin memberat, pingsan, biru serta jantung berdebar yang menetap," kata dr Isman dalam keterangan resmi di Jakarta pada Selasa.
Di sisi lain, memeriksa kondisi jantung juga bisa menjadi cara mendeteksi dini ada tidaknya kelainan pada jantung. Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr Vito Anggarino Damay, Sp.JP(K) pernah mengatakan, pemeriksaan ini bisa dilakukan sejak seseorang berusia 20 tahun. Jika tak ada masalah, Anda disarankan kembali memeriksakan jantung lima tahun kemudian.
"Kalau usia 30 tahunan atau di atas 40 tahun sebaiknya setahun sekali. Kalau terdeteksi ada darah tinggi atau kolesterol tinggi bisa cek berkala sesuai kondisinya," kata dr Vito Anggarino Damay, Sp.JP(K).
Di antara spektrum penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner termasuk yang disebabkan gaya hidup tak sehat seperti merokok, gaya hidup yang menyebabkan hipertensi dan diabetes, kolesterol tinggi dan tidak berolahraga rutin.
Mereka yang mengalami obesitas, memiliki riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner juga berisiko terkena penyakit ini, seperti disebut layanan kesehatan nasional Inggris (National Health Service).
Oleh karena itu, para pakar kesehatan mengatakan, penerapan gaya hidup sehat menjadi kunci mencegah munculnya penyakit ini sekaligus membantu arteri tetap kuat dan bersih dari plak.
Bagaimana terjadi penyakit jantung koroner?
Secara umum, penyakit jantung koroner terjadi saat lemak menumpuk pada dinding arteri di sekitar jantung (arteri koroner), membuatnya menyempit dan membatasi aliran darah ke otot jantung sehingga disebut aterosklerosis.
Laman Mayo Clinic mencatat, pada awalnya aliran darah yang menurun mungkin tidak menimbulkan gejala apapun. Namun, karena plak terus menumpuk di arteri koroner, Anda mungkin mengalami tanda dan gejala penyakit arteri koroner seperti nyeri dada (angina).
Rasanya seperti seseorang sedang berdiri di atas dada Anda. Nyeri ini biasanya terjadi di bagian tengah atau kiri dada. Biasanya angina dipicu stres fisik atau emosional dan rasa sakit biasanya hilang dalam beberapa menit setelah menghentikan aktivitas yang membuat stres.
Pada beberapa orang, terutama wanita, nyeri mungkin singkat atau tajam dan terasa di leher, lengan, atau punggung.
Jika jantung Anda tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh Anda, Anda mungkin mengalami sesak napas atau kelelahan ekstrem saat beraktivitas.
Gejala lainnya, terjadinya serangan jantung. Arteri koroner yang tersumbat sepenuhnya akan menyebabkan serangan jantung. Tanda dan gejala klasik termasuk tekanan di dada dan nyeri di bahu atau lengan, terkadang disertai sesak napas dan berkeringat.
Wanita cenderung mengalami gejala serangan jantung yang kurang khas, seperti nyeri leher atau rahang, ketimbang para pria. Namun, terkadang serangan jantung terjadi tanpa tanda atau gejala yang jelas.
Di Indonesia, data PP PERKI mengungkapkan, penyakit jantung koroner yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4 persen. Angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan kanker (enam persen). Dengan kata lain, lebih kurang satu di antara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat penyakit jantung koroner.
Untuk mencegah penyakit kardiovaskular, Anda bisa melakukan olahraga rutin yakni minimal 30 menit dengan frekuensi tiga kali seminggu. Namun, jangan melakukan aktivitas fisik berat yang mendadak.
Selain itu, hindari merokok, sebaiknya konsumsi makanan rendah lemak, rendah garam namun tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran dan biji-bijian sebanyak lima porsi per hari; mempertahankan berat badan sehat serta mengurangi dan mengelola stres.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Mereka dengan penyakit jantung ataupun tidak, sebaiknya jangan menunda ke dokter atau rumah sakit jika mengalami nyeri dada (angina) yang tidak hilang dengan istirahat, sesak nafas yang makin memberat, pingsan, biru serta jantung berdebar yang menetap," kata dr Isman dalam keterangan resmi di Jakarta pada Selasa.
Di sisi lain, memeriksa kondisi jantung juga bisa menjadi cara mendeteksi dini ada tidaknya kelainan pada jantung. Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr Vito Anggarino Damay, Sp.JP(K) pernah mengatakan, pemeriksaan ini bisa dilakukan sejak seseorang berusia 20 tahun. Jika tak ada masalah, Anda disarankan kembali memeriksakan jantung lima tahun kemudian.
"Kalau usia 30 tahunan atau di atas 40 tahun sebaiknya setahun sekali. Kalau terdeteksi ada darah tinggi atau kolesterol tinggi bisa cek berkala sesuai kondisinya," kata dr Vito Anggarino Damay, Sp.JP(K).
Di antara spektrum penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner termasuk yang disebabkan gaya hidup tak sehat seperti merokok, gaya hidup yang menyebabkan hipertensi dan diabetes, kolesterol tinggi dan tidak berolahraga rutin.
Mereka yang mengalami obesitas, memiliki riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner juga berisiko terkena penyakit ini, seperti disebut layanan kesehatan nasional Inggris (National Health Service).
Oleh karena itu, para pakar kesehatan mengatakan, penerapan gaya hidup sehat menjadi kunci mencegah munculnya penyakit ini sekaligus membantu arteri tetap kuat dan bersih dari plak.
Bagaimana terjadi penyakit jantung koroner?
Secara umum, penyakit jantung koroner terjadi saat lemak menumpuk pada dinding arteri di sekitar jantung (arteri koroner), membuatnya menyempit dan membatasi aliran darah ke otot jantung sehingga disebut aterosklerosis.
Laman Mayo Clinic mencatat, pada awalnya aliran darah yang menurun mungkin tidak menimbulkan gejala apapun. Namun, karena plak terus menumpuk di arteri koroner, Anda mungkin mengalami tanda dan gejala penyakit arteri koroner seperti nyeri dada (angina).
Rasanya seperti seseorang sedang berdiri di atas dada Anda. Nyeri ini biasanya terjadi di bagian tengah atau kiri dada. Biasanya angina dipicu stres fisik atau emosional dan rasa sakit biasanya hilang dalam beberapa menit setelah menghentikan aktivitas yang membuat stres.
Pada beberapa orang, terutama wanita, nyeri mungkin singkat atau tajam dan terasa di leher, lengan, atau punggung.
Jika jantung Anda tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh Anda, Anda mungkin mengalami sesak napas atau kelelahan ekstrem saat beraktivitas.
Gejala lainnya, terjadinya serangan jantung. Arteri koroner yang tersumbat sepenuhnya akan menyebabkan serangan jantung. Tanda dan gejala klasik termasuk tekanan di dada dan nyeri di bahu atau lengan, terkadang disertai sesak napas dan berkeringat.
Wanita cenderung mengalami gejala serangan jantung yang kurang khas, seperti nyeri leher atau rahang, ketimbang para pria. Namun, terkadang serangan jantung terjadi tanpa tanda atau gejala yang jelas.
Di Indonesia, data PP PERKI mengungkapkan, penyakit jantung koroner yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4 persen. Angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan kanker (enam persen). Dengan kata lain, lebih kurang satu di antara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat penyakit jantung koroner.
Untuk mencegah penyakit kardiovaskular, Anda bisa melakukan olahraga rutin yakni minimal 30 menit dengan frekuensi tiga kali seminggu. Namun, jangan melakukan aktivitas fisik berat yang mendadak.
Selain itu, hindari merokok, sebaiknya konsumsi makanan rendah lemak, rendah garam namun tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran dan biji-bijian sebanyak lima porsi per hari; mempertahankan berat badan sehat serta mengurangi dan mengelola stres.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020