Pegiat literasi yang jyfa Wakil Ketua Tim Penggerak PKK Aceh Dyah Erti Idawati mengatakan budaya literasi penting untuk membedakan mana informasi yang benar dan mana yang salah atau hoaks.
“Penyebaran informasi bohong atau hoaks kerap terjadi di era teknologi informasi dan penyebarannya menyasar berbagai kalangan masyarakat,” kata Dyah di sela-sela menjadi salah satu pemateri dalam webinar bertema "Beduk Literasi dari Aceh" yang digelar Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) dan dipantau di Aceh Besar, akhir pekan lalu (22/8).
Ia menjelaskan pengembangan literasi menjadi kunci untuk menangkal penyebaran hoaks dalam masyarakat.
Baca juga: Duta Baca: hoaks mewabah karena budaya baca lemah
Menurut dia jika seseorang memiliki minat literasi yang tinggi, maka ia akan cenderung melakukan verifikasi kembali terhadap informasi yang diterima.
“Artinya, mereka yang selalu melakukan verifikasi dan mengecek kembali terhadap informasi yang berkembang, maka potensi mengonsumsi berita hoaks akan lebih minim,” katanya.
Menurut dia, salah satu efek buruk dari terpaparnya hoaks adalah dapat memicu ujaran kebencian dengan mudah, sehingga menyebabkan kegaduhan dan konflik dalam masyarakat.
"Kalau masyarakat yang melek literasi, maka mereka bisa melakukan perbandingan informasi, sehingga tidak mudah termakan hoaks, " kata Dyah.
Baca juga: Pemprov Bali dukung deklarasi "Membangun Budaya Membaca untuk Indonesia Cerdas dan Indonesia Maju"
Berdasarkan survey Dinas Arsip dan Perpustakaan Aceh, katanya, hanya 11 persen masyarakat Aceh yang memiliki minat tinggi terhadap literasi.
Dyah mengajak semua pihak, mulai dari tenaga pendidikan, orang tua, pemuka agama dan berbagai elemen lainnya untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Aceh meningkatkan budaya literasi masyarakat.
"Mimpi mewujudkan Aceh carong sulit dicapai, jika minat literasi masih rendah. Ini menjadi PR bagi kita semua untuk menyadarkan pentingnya pengembangan literasi bagi semua orang," kata Dyah.
Webinar tersebut juga diisi oleh Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Bachtiar Aly dan sejumlah pegiat literasi di Aceh.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
“Penyebaran informasi bohong atau hoaks kerap terjadi di era teknologi informasi dan penyebarannya menyasar berbagai kalangan masyarakat,” kata Dyah di sela-sela menjadi salah satu pemateri dalam webinar bertema "Beduk Literasi dari Aceh" yang digelar Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) dan dipantau di Aceh Besar, akhir pekan lalu (22/8).
Ia menjelaskan pengembangan literasi menjadi kunci untuk menangkal penyebaran hoaks dalam masyarakat.
Baca juga: Duta Baca: hoaks mewabah karena budaya baca lemah
Menurut dia jika seseorang memiliki minat literasi yang tinggi, maka ia akan cenderung melakukan verifikasi kembali terhadap informasi yang diterima.
“Artinya, mereka yang selalu melakukan verifikasi dan mengecek kembali terhadap informasi yang berkembang, maka potensi mengonsumsi berita hoaks akan lebih minim,” katanya.
Menurut dia, salah satu efek buruk dari terpaparnya hoaks adalah dapat memicu ujaran kebencian dengan mudah, sehingga menyebabkan kegaduhan dan konflik dalam masyarakat.
"Kalau masyarakat yang melek literasi, maka mereka bisa melakukan perbandingan informasi, sehingga tidak mudah termakan hoaks, " kata Dyah.
Baca juga: Pemprov Bali dukung deklarasi "Membangun Budaya Membaca untuk Indonesia Cerdas dan Indonesia Maju"
Berdasarkan survey Dinas Arsip dan Perpustakaan Aceh, katanya, hanya 11 persen masyarakat Aceh yang memiliki minat tinggi terhadap literasi.
Dyah mengajak semua pihak, mulai dari tenaga pendidikan, orang tua, pemuka agama dan berbagai elemen lainnya untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Aceh meningkatkan budaya literasi masyarakat.
"Mimpi mewujudkan Aceh carong sulit dicapai, jika minat literasi masih rendah. Ini menjadi PR bagi kita semua untuk menyadarkan pentingnya pengembangan literasi bagi semua orang," kata Dyah.
Webinar tersebut juga diisi oleh Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Bachtiar Aly dan sejumlah pegiat literasi di Aceh.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020