Selain menjadi pilihan hiburan, film sering kali mengangkat sebuah topik tertentu, termasuk isu-isu sensitif seperti politik, rasisme, hingga perbedaan-perbedaan lainnya yang mungkin dianggap tabu untuk didiskusikan secara luas.
Sineas Garin Nugroho, yang beberapa kali membuat film-film bertemakan isu "sensitif", seperti misalnya saja "Kucumbu Tubuh Indahku", membagikan kiat-kiatnya untuk terus berani mengangkat kisah yang mungkin membutuhkan banyak mata untuk disaksikan dan didalami ini.
"Pembuat film harus bisa memikirkan hal-hal ini terlebih dahulu. Mulai dari sisi kreativitas termasuk ide, proses penciptaannya, dan strategi untuk menanggapi reaksi publik (karena berani mengambil isu sensitif di film)," kata Garin di sela-sela acara virtual ACFFEST KPK 2020, Rabu.
Baca juga: Garin Nugroho pentaskan "Planet Sebuah Lament" hingga keliling dunia
Garin pun mengaku setidaknya sudah tiga kali ia mendapatkan beragam reaksi hingga ancaman karena film-film fenomenal yang ia buat. Namun, tentu tak membuat sutradara asal Yogyakarta ini berhenti berkarya.
Menurut sutradara "Daun di Atas Bantal" (1998) itu, pembuat film harus mengetahui dan memahami betul konsekuensi dari film "sensitif" yang akan ia buat.
"Semua kreator harus memahami konsekuensi dari film yang ia akan buat. Setelah itu, kreator harus memiliki strategi, misalnya bagaimana untuk menjaga keamanan kru, hingga melakukan networking dengan pihak-pihak tertentu," kata Garin.
Selain itu, strategi juga mencakup cara pandang dan cara penyampaian yang pembuat film ingin sematkan, agar bisa diterima oleh penonton.
"Strategi cara pandang juga penting, karena (topik sensitif yang dipilih pun) sangat luas. Lalu cara penyampaiannya seperti apa yang kita ingin buat, misalnya dibalut dengan komedi, humor, dan lainnya," papar Garin.
Terakhir, sineas lulusan Fakultas Sinematografi Institut Kesenian Jakarta itu mengatakan, bahwa hal terpenting yang harus dipegang oleh pembuat film, selain keberanian, adalah sikap hidupnya.
Dengan itu, pembuat film yang ingin mengangkat isu sensitif ke bentuk audio-visual bisa terus teguh untuk menggarap karyanya dengan serius.
Baca juga: Daftar film Indonesia tayang terbatas di laman Festival Film Locarno
"Dan terakhir, yang paling penting adalah sikap hidup dia sebagai kreator. Empat langkah sebelumnya itu sejalan dengan sikap hidup dia," kata Garin.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Sineas Garin Nugroho, yang beberapa kali membuat film-film bertemakan isu "sensitif", seperti misalnya saja "Kucumbu Tubuh Indahku", membagikan kiat-kiatnya untuk terus berani mengangkat kisah yang mungkin membutuhkan banyak mata untuk disaksikan dan didalami ini.
"Pembuat film harus bisa memikirkan hal-hal ini terlebih dahulu. Mulai dari sisi kreativitas termasuk ide, proses penciptaannya, dan strategi untuk menanggapi reaksi publik (karena berani mengambil isu sensitif di film)," kata Garin di sela-sela acara virtual ACFFEST KPK 2020, Rabu.
Baca juga: Garin Nugroho pentaskan "Planet Sebuah Lament" hingga keliling dunia
Garin pun mengaku setidaknya sudah tiga kali ia mendapatkan beragam reaksi hingga ancaman karena film-film fenomenal yang ia buat. Namun, tentu tak membuat sutradara asal Yogyakarta ini berhenti berkarya.
Menurut sutradara "Daun di Atas Bantal" (1998) itu, pembuat film harus mengetahui dan memahami betul konsekuensi dari film "sensitif" yang akan ia buat.
"Semua kreator harus memahami konsekuensi dari film yang ia akan buat. Setelah itu, kreator harus memiliki strategi, misalnya bagaimana untuk menjaga keamanan kru, hingga melakukan networking dengan pihak-pihak tertentu," kata Garin.
Selain itu, strategi juga mencakup cara pandang dan cara penyampaian yang pembuat film ingin sematkan, agar bisa diterima oleh penonton.
"Strategi cara pandang juga penting, karena (topik sensitif yang dipilih pun) sangat luas. Lalu cara penyampaiannya seperti apa yang kita ingin buat, misalnya dibalut dengan komedi, humor, dan lainnya," papar Garin.
Terakhir, sineas lulusan Fakultas Sinematografi Institut Kesenian Jakarta itu mengatakan, bahwa hal terpenting yang harus dipegang oleh pembuat film, selain keberanian, adalah sikap hidupnya.
Dengan itu, pembuat film yang ingin mengangkat isu sensitif ke bentuk audio-visual bisa terus teguh untuk menggarap karyanya dengan serius.
Baca juga: Daftar film Indonesia tayang terbatas di laman Festival Film Locarno
"Dan terakhir, yang paling penting adalah sikap hidup dia sebagai kreator. Empat langkah sebelumnya itu sejalan dengan sikap hidup dia," kata Garin.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020