Pemerintah Provinsi Bali mewaspadai masuknya hewan dan produk-produk yang berpotensi membawa risiko virus flu babi dengan memantapkan koordinasi bersama pihak karantina dan sejumlah pihak terkait.
"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir terkait flu babi ini. Pemerintah akan terus memantau dan berupaya agar penyakit ini jangan sampai terjadi di Bali," kata di Denpasar, Sabtu.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, lanjut dia, juga terus melakukan koordinasi dengan Balai Besar Veteriner (BBVET) Denpasar dalam kegiatan surveillance (pengawasan), untuk deteksi dini penyakit tersebut.
Baca juga: Kemenkes tegaskan flu Afrika itu beda dengan flu babi
"Pengawasan sistematis terhadap virus flu babi adalah kunci sebagai peringatan kemungkinan munculnya pandemi influenza berikutnya. Kita akan siapkan rencana kontingensinya," ujar Nata Kesuma.
Populasi babi di Bali saat ini mencapai lebih dari 689 ribu ekor. Jumlah populasi ini masih lebih rendah dibandingkan populasi pada 2016 yang mencapai 800 ribu ekor lebih, yang merupakan terbanyak dalam empat tahun yakni dari 2015- 2019.
Selain antisipasi dan kewaspadaan tersebut, Nata Kesuma menjelaskan perbedaan antara African Swine Fever (ASF) dengan flu babi di Tiongkok yang dipicu virus H1N1 tersebut. Keduanya, menurut Nata Kesuma, merupakan penyakit yang berbeda.
Nata Kesuma mengemukakan, penyakit flu yang dilaporkan oleh ilmuwan Tiongkok adalah penyakit yang disebabkan oleh virus infulenza H1N1 galur baru dan berpotensi menular dari hewan ke manusia (zoonosis), sedangkan kasus penyakit pada babi yang ada di Bali adalah penyakit suspect ASF yang diduga disebabkan oleh Virus ASF yang tidak dapat menular ke manusia.
Baca juga: Flu babi, Kementan imbau peternak babi terapkan "higienitas"
"Kasus penyakit pada babi yang ada di Bali pada saat ini adalah suspect ASF dan bukan flu babi," katanya menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir terkait flu babi ini. Pemerintah akan terus memantau dan berupaya agar penyakit ini jangan sampai terjadi di Bali," kata di Denpasar, Sabtu.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, lanjut dia, juga terus melakukan koordinasi dengan Balai Besar Veteriner (BBVET) Denpasar dalam kegiatan surveillance (pengawasan), untuk deteksi dini penyakit tersebut.
Baca juga: Kemenkes tegaskan flu Afrika itu beda dengan flu babi
"Pengawasan sistematis terhadap virus flu babi adalah kunci sebagai peringatan kemungkinan munculnya pandemi influenza berikutnya. Kita akan siapkan rencana kontingensinya," ujar Nata Kesuma.
Populasi babi di Bali saat ini mencapai lebih dari 689 ribu ekor. Jumlah populasi ini masih lebih rendah dibandingkan populasi pada 2016 yang mencapai 800 ribu ekor lebih, yang merupakan terbanyak dalam empat tahun yakni dari 2015- 2019.
Selain antisipasi dan kewaspadaan tersebut, Nata Kesuma menjelaskan perbedaan antara African Swine Fever (ASF) dengan flu babi di Tiongkok yang dipicu virus H1N1 tersebut. Keduanya, menurut Nata Kesuma, merupakan penyakit yang berbeda.
Nata Kesuma mengemukakan, penyakit flu yang dilaporkan oleh ilmuwan Tiongkok adalah penyakit yang disebabkan oleh virus infulenza H1N1 galur baru dan berpotensi menular dari hewan ke manusia (zoonosis), sedangkan kasus penyakit pada babi yang ada di Bali adalah penyakit suspect ASF yang diduga disebabkan oleh Virus ASF yang tidak dapat menular ke manusia.
Baca juga: Flu babi, Kementan imbau peternak babi terapkan "higienitas"
"Kasus penyakit pada babi yang ada di Bali pada saat ini adalah suspect ASF dan bukan flu babi," katanya menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020