Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengusulkan pembentukan Badan Sosialisasi Pancasila yang menyosialisasi dan memasyarakatkan Pancasila kepada masyarakat luas.
Yanuar Prihatin memandang perlu institusi, lembaga, atau badan tertentu yang lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator untuk membangun jaringan sosialisasi Pancasila secara nasional maupun lokal, bahkan internasional.
"Memberi nama pada institusi atau lembaga ini juga harus hati-hati agar terhindar dari atribusi yang bersifat ideologis-politis. Badan Sosialisasi Pancasila (BSP) lebih netral namanya dibanding menggunakan istilah pembinaan ideologi," kata Yanuar Prihatin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Baca juga: MPR: Pancasila sudah final
Menurut dia, pemerintah dan DPR semestinya bertanggung jawab penuh untuk menempuh dan mendorong agar masyarakat dan semua pihak lebih antusias, senang, dan partisipatif dalam sosialisasi Pancasila.
Lembaga tersebut, menurut dia, harus bersifat nasional, mandiri, dan bebas dari campur tangan sepihak penguasa atau partai politik tertentu saja
Lembaga baru ini seyogianya bisa diawasi dan dikontrol oleh publik dan mendapat jaminan fasilitasi oleh Negara. Oleh karena itu, lembaga ini dibentuk oleh Presiden dan DPR, beranggotakan individu-idividu yang mewakili keragaman aspirasi, golongan, dan kelompok di tengah masyarakat.
Individu itu, menurut dia, berasal dari kalangan akademisi, organisasi keagamaan, organisasi profesi, dan kewanitaan yang direkrut secara terbuka agar semua orang mempunyai kesempatan sama untuk mengaksesnya.
Dalam konteks itu, diperlukan undang-undang bukan untuk menafsirkan Pancasila secara sepihak, melainkan untuk kerja besar bersama sosialisasi dan pemasyarakatan Pancasila sehingga masyarakat dapat memahami dan menerimanya.
"DPR wajib membuka diri untuk menampung, menyerap, dan memperhatikan sungguh-sungguh aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat seluas mungkin," katanya.
Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah tolak Pancasila diperas jadi Trisila
Yanuar menilai tidak perlu terburu-buru membicarakan hal yang sensitif seperti itu, jangan gegabah untuk jalan sendiri membahas Pancasila.
Indonesia sudah punya lembaga khusus yang mandiri untuk menangani korupsi, hak asasi manusia, pemilu, anak-anak, dan perempuan. Namun, kata dia, kenapa hingga saat ini tidak punya lembaga khusus yang mengoordinasikan dan menggerakkan kekuatan nasional untuk sosialisasi Pancasila sekaligus standardisasi metodologinya.
Ia menilai BPIP yang ada saat ini tidak tergolong lembaga yang semacam itu karena dibentuk oleh Presiden dan Sosialiasai 4 Pilar yang dillakukan para anggota MPR selama ini juga tidak mencerminkan gerakan nasional sosialisasi Pancasila.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Yanuar Prihatin memandang perlu institusi, lembaga, atau badan tertentu yang lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator untuk membangun jaringan sosialisasi Pancasila secara nasional maupun lokal, bahkan internasional.
"Memberi nama pada institusi atau lembaga ini juga harus hati-hati agar terhindar dari atribusi yang bersifat ideologis-politis. Badan Sosialisasi Pancasila (BSP) lebih netral namanya dibanding menggunakan istilah pembinaan ideologi," kata Yanuar Prihatin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Baca juga: MPR: Pancasila sudah final
Menurut dia, pemerintah dan DPR semestinya bertanggung jawab penuh untuk menempuh dan mendorong agar masyarakat dan semua pihak lebih antusias, senang, dan partisipatif dalam sosialisasi Pancasila.
Lembaga tersebut, menurut dia, harus bersifat nasional, mandiri, dan bebas dari campur tangan sepihak penguasa atau partai politik tertentu saja
Lembaga baru ini seyogianya bisa diawasi dan dikontrol oleh publik dan mendapat jaminan fasilitasi oleh Negara. Oleh karena itu, lembaga ini dibentuk oleh Presiden dan DPR, beranggotakan individu-idividu yang mewakili keragaman aspirasi, golongan, dan kelompok di tengah masyarakat.
Individu itu, menurut dia, berasal dari kalangan akademisi, organisasi keagamaan, organisasi profesi, dan kewanitaan yang direkrut secara terbuka agar semua orang mempunyai kesempatan sama untuk mengaksesnya.
Dalam konteks itu, diperlukan undang-undang bukan untuk menafsirkan Pancasila secara sepihak, melainkan untuk kerja besar bersama sosialisasi dan pemasyarakatan Pancasila sehingga masyarakat dapat memahami dan menerimanya.
"DPR wajib membuka diri untuk menampung, menyerap, dan memperhatikan sungguh-sungguh aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat seluas mungkin," katanya.
Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah tolak Pancasila diperas jadi Trisila
Yanuar menilai tidak perlu terburu-buru membicarakan hal yang sensitif seperti itu, jangan gegabah untuk jalan sendiri membahas Pancasila.
Indonesia sudah punya lembaga khusus yang mandiri untuk menangani korupsi, hak asasi manusia, pemilu, anak-anak, dan perempuan. Namun, kata dia, kenapa hingga saat ini tidak punya lembaga khusus yang mengoordinasikan dan menggerakkan kekuatan nasional untuk sosialisasi Pancasila sekaligus standardisasi metodologinya.
Ia menilai BPIP yang ada saat ini tidak tergolong lembaga yang semacam itu karena dibentuk oleh Presiden dan Sosialiasai 4 Pilar yang dillakukan para anggota MPR selama ini juga tidak mencerminkan gerakan nasional sosialisasi Pancasila.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020