Presiden Joko Widodo meminta pemulihan ekonomi Indonesia dapat dilakukan dengan hati-hati, mencegah moral hazard dan melibatkan aparat penegak hukum.

"Saya ingatkan program pemulihan ekonomi harus dilakukan secara hati-hati, transparan, akuntabel, mampu mencegah terjadinya moral hazard, ini penting sekali," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Rabu.

Presiden Joko Widodo menyampaikan hal itu dalam rapat terbatas dengan tema "Penetapan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Perubahan Postur APBN Tahun 2020" yang dihadiri Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan para menteri kabinet Indonesia Maju.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 pada 9 Mei 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk untuk Penanganan Pandemi COVID-19 sebagai tindak lanjut dari amanat Perppu Nomor 1 tahun 2020 untuk menjalankan program pemulihan ekonomi nasional sebagai upaya melakukan penyelamatan ekonomi nasional.

Baca juga: Presiden : Pancasila harus hadir nyata dalam kehidupan

"Karena itu saya minta pada Jaksa Agung, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dari awal sudah melakukan pendampingan, dan jika diperlukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bisa dilibatkan untuk memperkuat sistem pencegahan," tambah Presiden.

Sedangkan terkait perubahan postur APBN 2020, Presiden menyatakan berbagai perkembangan dalam penanganan COVID-19 dan berbagai langkah strategis pemulihan ekonomi membawa konsekuensi adanya tambahan belanja yang berimplikasi pada meningkatnya defisit APBN.

"Untuk itu saya minta Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan, Kepala Bappenas, melakukan kalkulasi lebih cermat, detail, matang terhadap risiko fiskal kita ke depan. Saya ingin tekankan lagi, agar perubahan postur perubahan APBN dilakukan hati-hati, transparan, akuntabel, sehingga APBN 2020 bisa dijaga, dipercaya dan tetap kredibel," ungkap Presiden.

Presiden Jokowi mengakui tantangan terbesar pemerintah adalah menyiapkan pemulihan ekonomi yang tepat, dieksekusi dengan cepat agar laju pertumbuhan ekonomi Indonesia kita tidak terkoreksi lebih dalam lagi.

"Kita tahu kuartal pertama ekonomi kita hanya mampu tumbuh 2,97 persen. Kuartal kedua, ketiga dan keempat kita harus mampu menahan agar laju pertumbuhan ekonomi tidak merosot lebih dalam lagi, tidak sampai minus, dan bahkan kita harapkan kita pelan-pelan mulai bisa rebound," ungkap Presiden.

Presiden pun meminta agar semua skema pemulihan ekonomi yang sudah dirancang seperti subsidi bunga untuk UMKM, penempatan dana untuk bank-bank terdampak restrukturisasi, penjaminan kredit modal kerja, Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN dan investasi pemerintah untuk modal kerja dapat dipastikan segera operasional di lapangan.

"Selain itu program pemulihan ekonomi nasional memberikan manfaat nyata pada pelaku usaha, utamanya sektor industri padat karya agar mereka tetap mampu beroperasi, ini penting dan mencegah PHK yang massif, dan mampu mempertahankan daya beli para karyawannya, pekerjanya," ungkap Presiden.

Baca juga: Presiden harapkan "kurva penularan" COVID-19 akan terus menurun

Presiden mengingatkan agar sektor padat karya mendapat perhatian khusus karena sektor tersebut menampung tenaga kerja yang sangat banyak sehingga goncangan pada sektor tersebut akan berdampak pada para pekerja dan tentu bagi ekonomi keluarganya.

"Saya minta konsep berbagi beban, sekali lagi saya minta konsep berbagi beban, sharing the pain, harus menjadi acuan bersama antara pemerintah, BI, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), perbankan dan pelaku usaha harus betul-betul bersedia memikul beban, bergotong royong, bersama-sama menanggung resiko secara proporsional dan dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian," tambah Presiden.

Tujuannya adalah agar pelaku usaha, korporasi tetap mampu berjalan, PHK masif dapat dicegah, sektor keuangan stabil, pergerakan roda ekonomi terus bisa terjaga.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020