Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) periode 2016-2017 Taufik Hidayat melaporkan ke KPK jika memang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) banyak koruptor.
"Jadi begini, KPK dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi tentu tidak lepas dari peran serta masyarakat," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu.
Karena itu, kata dia, jika Taufik mengetahui ada dugaan tindak pidana korupsi silakan melaporkan kepada KPK dengan data yang dimiliki baik melalui bagian pengaduan masyarakat maupun "call center" 198.
"Selanjutnya, KPK akan melakukan telaah dan verifikasi lebih lanjut terhadap data tersebut," ujar Ali.
Sedangkan terkait keterangan Taufik sebagai saksi di persidangan, ia menyatakan fakta-fakta yang disampaikannya telah dicatat oleh jaksa penuntut umum (JPU).
"Tentu karena perkara ini masih berjalan di persidangan dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya, maka kita ikuti prosesnya lebih dahulu sampai putusan majelis hakim," ujarnya pula.
Baca juga: Taufik Hidayat: Pemerintah Harus Berikan Atlet Dana Pensiun
KPK, kata Ali, tentu akan mengembangkan lebih lanjut terkait perkara tersebut sepanjang berdasarkan seluruh fakta-fakta hukum di persidangan dan juga setelah dilakukan analisis ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan pihak lain sebagai tersangka.
Sebelumnya, Taufik saat diwawancara melalui akun Youtube Deddy Corbuzier yang disiarkan, Senin (11/5), mengungkapkan penyesalannya karena telah masuk di pemerintahan.
"Asli gue kapok, maksudnya yang tadinya cuma memang ingin belajar gitu karena mertua yang di pemerintahan terus kadang pikiran mereka siapa lagi sih yang nerusin. Akhirnya coba yang tadinya di organisasi olahraga yang di bulu tangkis, akhirnya masuk ke pemerintah," ujar Taufik.
Kemudian, ia pun juga mengungkapkan bahwa di Kemenpora banyak "tikus" atau koruptor.
"Ternyata waduh enggak sejalan nih, kiamat lah. Kalau bisa dibilang kasarnya tuh sekarang gue cuma berpikir siapa pun menterinya akan sama aja. Itu harus setengah gedung dibongkar, "tikus"-nya banyak, banyak banget," kata Taufik.
Ia pun juga mengklarifikasi perihal dirinya yang menjadi kurir penerima uang untuk mantan Menpora Imam Nahrawi.
"Jadi gini lho kaya kemarin gue (saksi) ada di sidang juga cuma kan kaya "online". Jadi dari satu, dua, tiga, gue cuma ini lho pak. Gue enggak tahu (uang itu buat apa). Gue akui gue salah cuma gue kan enggak berpikir panjang," ujar Taufik.
Sebelumnya saat di persidangan, Taufik mengakui menjadi kurir penerima uang untuk Imam Nahrawi.
"Saya hanya diminta tolong seperti itu ditelepon, dan ya saya sebagai kerabat di situ ya saya membantu, tapi saya tidak konfirmasi ke Pak Imam kalau uang sudah dititipkan ke Ulum," kata Taufik, di Jakarta, Rabu (6/5).
Baca juga: Taufik Hidayat Resmi Gantung Raket
Taufik menjadi saksi untuk terdakwa Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Sidang dilakukan melalui sarana "video conference", Taufik berada di kediamannya, sedangkan Imam Nahrawi berada di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam dakwaan disebutkan pada Januari 2018, Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima Tommy Suhartanto menyampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak Prima 2016-2017 Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok bahwa ada permintaan uang dari Imam kepada Tommy. Tommy lalu meminta Ucok menyiapkan Rp1 miliar untuk diserahkan ke Imam melalui Staf Khusus Imam Nahrawi yaitu Miftahul Ulum.
Ucok lalu mengambil uang Rp1 miliar yang berasal dari anggaran Program Satlak Prima. Asisten Direktur Keuangan Satlak Prima Reiki Mamesah lalu mengambil uang itu dan menyerahkan uang tersebut kepada Taufik Hidayat di rumah Taufik di Jalan Wijaya Kebayoran baru.
Kemudian uang Rp1 miliar tersebut diberikan Taufik kepada Imam melalui Miftahul Ulum di rumah Taufik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Jadi begini, KPK dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi tentu tidak lepas dari peran serta masyarakat," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu.
Karena itu, kata dia, jika Taufik mengetahui ada dugaan tindak pidana korupsi silakan melaporkan kepada KPK dengan data yang dimiliki baik melalui bagian pengaduan masyarakat maupun "call center" 198.
"Selanjutnya, KPK akan melakukan telaah dan verifikasi lebih lanjut terhadap data tersebut," ujar Ali.
Sedangkan terkait keterangan Taufik sebagai saksi di persidangan, ia menyatakan fakta-fakta yang disampaikannya telah dicatat oleh jaksa penuntut umum (JPU).
"Tentu karena perkara ini masih berjalan di persidangan dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya, maka kita ikuti prosesnya lebih dahulu sampai putusan majelis hakim," ujarnya pula.
Baca juga: Taufik Hidayat: Pemerintah Harus Berikan Atlet Dana Pensiun
KPK, kata Ali, tentu akan mengembangkan lebih lanjut terkait perkara tersebut sepanjang berdasarkan seluruh fakta-fakta hukum di persidangan dan juga setelah dilakukan analisis ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan pihak lain sebagai tersangka.
Sebelumnya, Taufik saat diwawancara melalui akun Youtube Deddy Corbuzier yang disiarkan, Senin (11/5), mengungkapkan penyesalannya karena telah masuk di pemerintahan.
"Asli gue kapok, maksudnya yang tadinya cuma memang ingin belajar gitu karena mertua yang di pemerintahan terus kadang pikiran mereka siapa lagi sih yang nerusin. Akhirnya coba yang tadinya di organisasi olahraga yang di bulu tangkis, akhirnya masuk ke pemerintah," ujar Taufik.
Kemudian, ia pun juga mengungkapkan bahwa di Kemenpora banyak "tikus" atau koruptor.
"Ternyata waduh enggak sejalan nih, kiamat lah. Kalau bisa dibilang kasarnya tuh sekarang gue cuma berpikir siapa pun menterinya akan sama aja. Itu harus setengah gedung dibongkar, "tikus"-nya banyak, banyak banget," kata Taufik.
Ia pun juga mengklarifikasi perihal dirinya yang menjadi kurir penerima uang untuk mantan Menpora Imam Nahrawi.
"Jadi gini lho kaya kemarin gue (saksi) ada di sidang juga cuma kan kaya "online". Jadi dari satu, dua, tiga, gue cuma ini lho pak. Gue enggak tahu (uang itu buat apa). Gue akui gue salah cuma gue kan enggak berpikir panjang," ujar Taufik.
Sebelumnya saat di persidangan, Taufik mengakui menjadi kurir penerima uang untuk Imam Nahrawi.
"Saya hanya diminta tolong seperti itu ditelepon, dan ya saya sebagai kerabat di situ ya saya membantu, tapi saya tidak konfirmasi ke Pak Imam kalau uang sudah dititipkan ke Ulum," kata Taufik, di Jakarta, Rabu (6/5).
Baca juga: Taufik Hidayat Resmi Gantung Raket
Taufik menjadi saksi untuk terdakwa Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Sidang dilakukan melalui sarana "video conference", Taufik berada di kediamannya, sedangkan Imam Nahrawi berada di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam dakwaan disebutkan pada Januari 2018, Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima Tommy Suhartanto menyampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak Prima 2016-2017 Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok bahwa ada permintaan uang dari Imam kepada Tommy. Tommy lalu meminta Ucok menyiapkan Rp1 miliar untuk diserahkan ke Imam melalui Staf Khusus Imam Nahrawi yaitu Miftahul Ulum.
Ucok lalu mengambil uang Rp1 miliar yang berasal dari anggaran Program Satlak Prima. Asisten Direktur Keuangan Satlak Prima Reiki Mamesah lalu mengambil uang itu dan menyerahkan uang tersebut kepada Taufik Hidayat di rumah Taufik di Jalan Wijaya Kebayoran baru.
Kemudian uang Rp1 miliar tersebut diberikan Taufik kepada Imam melalui Miftahul Ulum di rumah Taufik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020