Kepala Dinas Pertanian, dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ir. Ida Bagus Wisnuardhana menjelaskan bahwa sebanyak 808 ekor babi mati dinyatakan terkena Flu Babi Afrika atau African Swine Flu (ASF).

"Jadi telah terjadi kasus kematian babi massal yang pertamanya terjadi di Pesanggaran kemudian ada di Denpasar, Badung, kira - kira itu pertengahan Desember. Jadi segera diambil sampelnya karena sebelumnya itu masih ragu penyebabnya apa. Selain itu, memang penyakit babi mati rata - rata sama gejalanya,"kata Ir. Ida Bagus Wisnuardhana, usai dikonfirmasi di Denpasar, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa pengambilan sampel ini diambil dari jumlah babi yang mati sekitar 5-10 persen. Sampelnya berupa darah, daging dan feses yang diambil oleh Balai Besar Veteriner Denpasar.


"Karena peralatannya terbatas dikirimlah ke Balai Veteriner Medan, kemudian dikirim lagi ke Jakarta sehingga agak lama, dan seminggu lalu sudah menerima informasi dari BBVet bahwa kematian babi di Bali ini memang disebabkan oleh ASF atau demam babi afrika, kenapa terjadi ya karena populasi babi di Bali ini banyak sekali," jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa populasi babi di Bali itu tinggi, sampai sekarang tercatat ada 690 ribu ekor, dan pihaknya akan terus mendata dengan Dinas Peternakan yang ada di masing - masing kabupaten.

"Yang saat ini mati tercatat ada 808 ekor tapi enam hari terakhir kematian babi tidak ada lagi, jadi saya harapkan para peternak, masyarakat tidak perlu resah dengan adanya demam babi ini, karena demam babi tidak menular kepada manusia, tinggal ikuti rekomendasi petunjuk dari petugas di lapangan," kata Kadistan Bali.



Pihaknya juga menyarankan bahwa dalam rangka pemberian pakan, makanannya harus sehat, jika memberikan makanan dari limbah hotel, restoran dan limbah rumah tangga supaya dimasak dengan baik, karena penularannya bisa melalui makanan dan kontak langsung kemudian tetap menjaga kebersihan kandangnya.

Ia mengatakan bahwa sudah menerima bantuan disinfektan dari Dirjen Peternakan dan sudah disebarkan kepada para petani. "Diberikan alat semprot supaya kandangnya disemprot dengan disinfektan biar virusnya bisa dihilangkan jadi itu upaya - upaya dan cara kita mengedukasi para peternak," ucapnya.

Pihaknya menuturkan bahwa masyarakat khususnya peternak di Bali juga turut dibantu oleh Pengusaha Babi se-Bali dan membantu sosialisasi supaya jika ada ternak mati agar melapor dan menjaga kebersihan kandang. Selain itu apabila ada babi yang mati agar segera dikubur jangan dijual, jangan juga dibuang ke sungai.

"Kita menduga pertama terjangkitnya babi itu pada peternakan - peternakan yang memberikan babinya makanan sisa, kemungkinan dari sampah restoran yang belum dimasak dengan baik," katanya.



Ia mengatakan bahwa penyebaran atau penularan penyakit African swine fever (ASF) bisa terjadi dengan dua cara yaitu penularan secara langsung dan secara tidak langsung.

Penularan secara langsung terjadi melalui kontak fisik antara babi terinfeksi ASF dengan babi sehat, sedangkan penularan tidak langsung terjadi melalui saluran pencernaan.

Ia menambahkan seekor babi dapat terinfeksi virus ASF karena menelan sampah sisa makanan yang mengandung partikel virus ASF.

Selanjutnya bisa juga melalui kontak dengan benda mati seperti pakaian, sepatu, dan kendaraannya yang tercemar partikel virus ASF.

"Awal penularannya di Pesanggaran ya karena sisa - sisa makanan yang belum dimasak dengan baik, sekarang sudah ada empat tempat yang kita identifikasi yaitu, Denpasar, Badung, Tabanan dan Gianyar, sekarang di Klungkung juga ada ternak mati. Tim kita tetap turun untuk sosialisasi ke tempat - tempat yang ada babi mati maupun tidak ada agar tidak ada lagi yang tertular," jelasnya.

 

Pewarta: Ayu Khania Pranishita

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020