Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan pemerintah akan menggenjot program vokasi tahun 2020 sebagai salah satu upaya untuk memenuhi daya saing tenaga kerja Indonesia.

"Masalah terbesar adalah adanya mismatch (ketidakcocokan) antara pekerjaan dan latar belakang pendidikan," kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Arif Baharudin di sela-sela Forum Internasional Tahunan Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Publik (AIFED) ke-9 di Nusa Dua, Bali, Jumat.

Dalam sesi seminar bertajuk mendorong produktivitas dan meningkatkan daya saing AIFED, Arif menambahkan vokasi diperlukan untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri.

Ia menyebutkan daya saing tenaga kerja masih rendah karena sekitar 60 persen pekerja memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Baca juga: Wamenkeu: produktivitas dan daya saing adalah kunci pertumbuhan ekonomi RI

Untuk itu, keahlian perlu ditingkatkan agar daya saing tenaga kerja Indonesia optimal.

Pemerintah, lanjut dia, mengalokasikan 20 persen atau sebesar Rp505,8 triliun dari total belanja negara dalam APBN 2020 sebesar Rp2.540,4 triliun untuk kebutuhan pendidikan atau sumber daya manusia.

Untuk mendorong program vokasi, lanjut dia, diperlukan juga koordinasi yang matang antara instansi dan kementerian/lembaga untuk mengeksekusi program tersebut.

Baca juga: Kemenkeu dorong alokasi dana desa untuk pembangunan kreatif

Kementerian Keuangan mengutip data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia diproyeksikan menjadi lima besar ekonomi dunia pada 2045.

Total populasi tahun itu diperkirakan mencapai 319 juta jiwa dan dari total tersebut, 70 persen memiliki penghasilan menengah dan 47 persennya merupakan usia produktif.

Baca juga: Kemenkeu: 2036, RI keluar dari negara berpenghasilan menengah



 

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019