Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menjelaskan alasan lembaganya menahan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi (IMR).
Untuk diketahui, KPK pada Jumat menahan Imam selama 20 hari pertama di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta, setelah diperiksa sebagai tersangka kasus suap terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018.
"Tersangka ini kan sebenarnya sudah pernah dipanggil sebelumnya di tahap penyelidikan. Kalau penyelidikan kan tiga kali (dipanggil) dan kami tidak melihat ada itikad baik untuk datang pada tahap penyelidikan meskipun tidak ada upaya paksa di tahap penyelidikan tersebut," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Imam Nahrawi - Menpora minta maaf kepada Presiden dan masyarakat
Sebelumnya, Imam tiga kali tidak menghadiri panggilan KPK dalam proses penyelidikan, yaitu pada 31 Juli 2019, 2 Agustus 2019, dan 21 Agustus 2019.
"Sekarang proses pemeriksaan sudah dilakukan dalam kapasitas sebagai tersangka. Satu orang tersangka lain juga sudah kami tahan untuk efektivitas penanganan perkara ini maka dua orang tersangka dalam satu pokok perkara yang sama ini tentu harus berjalan secara beriringan," ungkap Febri.
Selain itu, kata dia, alasan hukum terkait penahanan Imam juga telah memenuhi alasan objektif dan subjektif sebagaimana diatur di Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Jadi, dengan pertimbangan itulah penahanan dilakukan selama 20 hari pertama. Nanti kalau memang pihak tersangka baik langsung ataupun melalui kuasa hukum memiliki informasi-informasi atau bantahan-bantahan terkait dengan substansi silakan saja yang disampaikan dalam pemeriksaan di penyidik," ujar Febri.
Baca juga: Imam Nahrawi - Menpora: saya akan patuhi proses hukum
Diketahui, KPK pada Rabu (18/9) mengumumkan Imam dan asisten pribadinya Miftahul Ulum (MIU) sebagai tersangka. Imam diduga menerima uang dengan total Rp26,5 miliar.
Uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait.
Adapun rinciannya, dalam rentang 2014-2018, Menpora melalui Ulum diduga telah menerima uang sejumlah Rp14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11,8 miliar.
Baca juga: Imam Nahrawi - Catatan peristiwa dan prestasi olahraga semasa Menpora Imam Nahrawi
Imam dan Ulum disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk tersangka Ulum, KPK telah menahan yang bersangkutan sejak 11 September 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Untuk diketahui, KPK pada Jumat menahan Imam selama 20 hari pertama di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta, setelah diperiksa sebagai tersangka kasus suap terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018.
"Tersangka ini kan sebenarnya sudah pernah dipanggil sebelumnya di tahap penyelidikan. Kalau penyelidikan kan tiga kali (dipanggil) dan kami tidak melihat ada itikad baik untuk datang pada tahap penyelidikan meskipun tidak ada upaya paksa di tahap penyelidikan tersebut," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Imam Nahrawi - Menpora minta maaf kepada Presiden dan masyarakat
Sebelumnya, Imam tiga kali tidak menghadiri panggilan KPK dalam proses penyelidikan, yaitu pada 31 Juli 2019, 2 Agustus 2019, dan 21 Agustus 2019.
"Sekarang proses pemeriksaan sudah dilakukan dalam kapasitas sebagai tersangka. Satu orang tersangka lain juga sudah kami tahan untuk efektivitas penanganan perkara ini maka dua orang tersangka dalam satu pokok perkara yang sama ini tentu harus berjalan secara beriringan," ungkap Febri.
Selain itu, kata dia, alasan hukum terkait penahanan Imam juga telah memenuhi alasan objektif dan subjektif sebagaimana diatur di Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Jadi, dengan pertimbangan itulah penahanan dilakukan selama 20 hari pertama. Nanti kalau memang pihak tersangka baik langsung ataupun melalui kuasa hukum memiliki informasi-informasi atau bantahan-bantahan terkait dengan substansi silakan saja yang disampaikan dalam pemeriksaan di penyidik," ujar Febri.
Baca juga: Imam Nahrawi - Menpora: saya akan patuhi proses hukum
Diketahui, KPK pada Rabu (18/9) mengumumkan Imam dan asisten pribadinya Miftahul Ulum (MIU) sebagai tersangka. Imam diduga menerima uang dengan total Rp26,5 miliar.
Uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait.
Adapun rinciannya, dalam rentang 2014-2018, Menpora melalui Ulum diduga telah menerima uang sejumlah Rp14,7 miliar. Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, Imam diduga juga meminta uang sejumlah total Rp11,8 miliar.
Baca juga: Imam Nahrawi - Catatan peristiwa dan prestasi olahraga semasa Menpora Imam Nahrawi
Imam dan Ulum disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk tersangka Ulum, KPK telah menahan yang bersangkutan sejak 11 September 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019