Dokter spesialis paru Rumah Sakit Persahabatan Feni Fitriani Taufik mengatakan dampak buruk rokok elektronik tidak berbeda dengan rokok biasa, berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap tikus.

"Kerusakan paru pada tikus yang dipaparkan rokok elektronik, sama dengan tikus yang dipaparkan dengan rokok biasa," kata Feni dalam diskusi tentang rokok elektronik yang diadakan Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau di Jakarta, Jumat.

Feni mengatakan dampak bagi manusia lebih sulit dideteksi karena memerlukan waktu yang lama. Dampak pada penelitian terhadap binatang bisa lebih mudah diketahui karena bisa langsung diautopsi.

Baca juga: Kurangi sampah, asbak raksasa ditempatkan di Sanur Bali
Baca juga: Pengamat: pelaku pariwisata harus dukung Pemprov Bali atasi masalah lingkungan

Karena itu, Feni mempertanyakan klaim rokok elektronik lebih aman daripada rokok biasa. Padahal Singapura saja sudah menolak rokok elektronik karena belum ada bukti ilmiah bahwa rokok elektronik lebih aman.

"Apalagi di luar negeri sudah ada beberapa kasus anak dan remaja yang kejang-kejang setelah menggunakan rokok elektronik. Apakah kita mau menunggu ada kejadian serupa di Indonesia," tuturnya.

Ketua Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah Hafizh Syafa’aturrahman meminta kepada pemerintah untuk tegas mengatur rokok elektronik agar dampaknya buruknya tidak terjadi pada generasi muda.

"Kami meminta kepedulian pemerintah kepada generasi muda. Kalau memang berbahaya, tolong tegas. Lakukan yang seharusnya pemerintah lakukan," katanya.

Hafizh mengatakan Ikatan Pelajar Muhammadiyah selama ini aktif mengadvokasi pelajar di Indonesia terhadap dampak buruk rokok, termasuk saat ini rokok elektronik.

"Kami tidak bisa masuk ke legislatif dan pengambil kebijakan, tetapi bersinggungan langsung dengan pelajar, tidak hanya dari Muhammadiyah. Kalau ada pelajar yang tersakiti, Ikatan Pelajar Muhammadiyah juga merasa tersakiti," tuturnya.*
 

Pewarta: Dewanto Samodro

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019