Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam puncak acara Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas), menyatakan peringkat dari perkembangan teknologi di Indonesia dalam Global Innovation Index harus meningkat, dan tidak lagi berada di peringkat 85 dari 120 Negara.
"Kita semua juga memahami bahwa kita mempunyai ketertinggalan dibanding banyak negara, karena di antara 120 negara yang diberikan indeks oleh Global Innovation index itu, kita ada di nomor 89, Singapura ada di nomer 5 dan Malaysia di nomer 30, posisi kita di sini hanya mengalahkan Kamboja," kata Jusuf Kalla, di Denpasar, Rabu.
Baca juga: Wapres: inovasi bermakna jika bisa komersial
Jusuf Kalla menegaskan, saat ini Indonesia perlu bekerja keras, dan dapat belajar dengan mengadopsi tahapan yang dilakukan negara-negara maju lainnya. Salah satunya seperti Cina yang memiliki kemajuan teknologi yang sangat cepat.
"Kita perlu bekerja keras, Cina punya kemajuan teknologi yang sangat cepat, pertama meniru, memperbaiki, meningkatkan dan inovasi. Itulah langkah-langkah yang bisa kita adopsi dari Cina dan Jepang, memang tidak ada negara yang maju karena langsung berinovasi. Teknologi itu sesuatu yang berkembang dan harus melewati proses," katanya dalam sambutan acara Harteknas.
Ia mengatakan, Cina hanya memiliki 2.500 universitas dibandingkan dengan Indonesia, sebanyak 4.500, artinya jumlah universitas tidak relevan dengan teknologi yang dihasilkan.
Baca juga: Di Bali, Menristekdikti lepas peserta jalan sehat Hakteknas ke-24
Jusuf Kalla menegaskan bahwa yang terpenting ialah intensitasnya, ketulusannya, fokusnya dan risetnya.
Dalam membangun sebuah kemajuan, setiap inovasi yang dapat meningkatkan nilai tambah ialah disertai dengan usaha, ilmu pengetahuan, kebersamaan dan riset. Selain itu dapat memberikan nilai, efisiensi, biaya yang lebih murah, dan waktu yang lebih baik daripada sebelumnya.
"Dapat memberikan waktu yang lebih cepat daripada sebelumnya atau yang lebih besar produktivitasnya daripada sebelumnya, tentu mengarah pada semua yang lebih baik, semua yang lebih efisien dan tentu juga yang memenangkan persaingan antara bangsa-bangsa di dunia ini khususnya bangsa-bangsa di Asia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kita semua juga memahami bahwa kita mempunyai ketertinggalan dibanding banyak negara, karena di antara 120 negara yang diberikan indeks oleh Global Innovation index itu, kita ada di nomor 89, Singapura ada di nomer 5 dan Malaysia di nomer 30, posisi kita di sini hanya mengalahkan Kamboja," kata Jusuf Kalla, di Denpasar, Rabu.
Baca juga: Wapres: inovasi bermakna jika bisa komersial
Jusuf Kalla menegaskan, saat ini Indonesia perlu bekerja keras, dan dapat belajar dengan mengadopsi tahapan yang dilakukan negara-negara maju lainnya. Salah satunya seperti Cina yang memiliki kemajuan teknologi yang sangat cepat.
"Kita perlu bekerja keras, Cina punya kemajuan teknologi yang sangat cepat, pertama meniru, memperbaiki, meningkatkan dan inovasi. Itulah langkah-langkah yang bisa kita adopsi dari Cina dan Jepang, memang tidak ada negara yang maju karena langsung berinovasi. Teknologi itu sesuatu yang berkembang dan harus melewati proses," katanya dalam sambutan acara Harteknas.
Ia mengatakan, Cina hanya memiliki 2.500 universitas dibandingkan dengan Indonesia, sebanyak 4.500, artinya jumlah universitas tidak relevan dengan teknologi yang dihasilkan.
Baca juga: Di Bali, Menristekdikti lepas peserta jalan sehat Hakteknas ke-24
Jusuf Kalla menegaskan bahwa yang terpenting ialah intensitasnya, ketulusannya, fokusnya dan risetnya.
Dalam membangun sebuah kemajuan, setiap inovasi yang dapat meningkatkan nilai tambah ialah disertai dengan usaha, ilmu pengetahuan, kebersamaan dan riset. Selain itu dapat memberikan nilai, efisiensi, biaya yang lebih murah, dan waktu yang lebih baik daripada sebelumnya.
"Dapat memberikan waktu yang lebih cepat daripada sebelumnya atau yang lebih besar produktivitasnya daripada sebelumnya, tentu mengarah pada semua yang lebih baik, semua yang lebih efisien dan tentu juga yang memenangkan persaingan antara bangsa-bangsa di dunia ini khususnya bangsa-bangsa di Asia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019