Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo memaparkan dalam Dana Desa sebesar Rp72 triliun pada tahun 2020 akan difokuskan untuk pengembangan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan pariwisata daerah.
Seperti diketahui, dalam Penyampaian RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2020 beserta Nota Keuangan, Presiden Joko Widodo menyebutkan penggunaan dana desa tersebut akan lebih ditingkatkan untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa, sehingga dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa.
"Kalau selama ini penggunaannya lebih banyak ke infrastruktur, mulai tahun ini dan tahun depan lebih banyak kepada pemberdayaan SDM dan ekonomi desa. Jadi Bumdes dan desa-desa wisata akan kita push," kata Menteri Eko usai menghadiri Penyampaian Nota Keuangan di Kompleks DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Jumat.
Eko menjelaskan bahwa pariwisata menjadi sektor paling pesat yang mampu meningkatkan ekonomi pedesaan. Selain itu, BUMDes yang dikelola masyarakat juga banyak bergerak di sektor pariwisata sehingga mampu menyumbang pendapatan lebih besar dari dana desa yang diterima Kementerian.
Hadirnya desa wisata juga menurut Eko telah menciptakan lapangan kerja dan dapat mengantisipasi pengurangan tenaga kerja di sektor pertanian akibat modernisasi atau mekanisasi alat pertanian.
Sesuai dengan tema kebijakan fiskal tahun 2020, fokus RAPBN diarahkan pada lima hal utama. Pertama, penguatan kualitas SDM untuk mewujudkan SDM yang sehat, cerdas, terampil, dan sejahtera. Kedua, akselerasi pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi.
Ketiga, penguatan program perlindungan sosial untuk menjawab tantangan demografi dan antisipasi aging population. Keempat, penguatan kualitas desentralisasi fiskal untuk mendorong kemandirian daerah. Kelima, antisipasi ketidakpastian global.
Pada tahun 2020, Pemerintah akan mengalokasikan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp858,8 triliun. Jumlah tersebut sudah meningkat 5,4 persen dari perkiraan realisasi di tahun 2019, atau meningkat 37,8 persen dari realisasinya di tahun 2015 yang sebesar Rp623,1 triliun. Peningkatan alokasi tersebut akan diiringi dengan peningkatan kualitas implementasinya, agar belanja pemerintah daerah dapat meningkatkan layanan dasar publik, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta mengurangi kesenjangan dan kemiskinan.
Sejalan dengan itu, kapasitas Pemerintah Daerah untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan daerah, dengan tetap menjaga iklim investasi dan usaha di daerah perlu ditingkatkan.
Dalam lima tahun terakhir, hasil dari dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa sudah dirasakan oleh sebagian besar masyarakat melalui peningkatan kinerja pelayanan dasar publik, seperti akses rumah tangga terhadap sanitasi dan air minum layak, persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan, serta angka partisipasi murni (APM) dari PAUD sampai dengan SMA sederajat.
Tingkat kesenjangan di perdesaan juga menurun, yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya Rasio Gini dari 0,334 pada tahun 2015, menjadi 0,317 pada tahun 2019. Demikian juga dengan kesenjangan fiskal antardaerah, di mana Indeks Williamson turun dari 0,726 pada tahun 2015, menjadi 0,597 pada tahun 2018.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Seperti diketahui, dalam Penyampaian RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2020 beserta Nota Keuangan, Presiden Joko Widodo menyebutkan penggunaan dana desa tersebut akan lebih ditingkatkan untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa, sehingga dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa.
"Kalau selama ini penggunaannya lebih banyak ke infrastruktur, mulai tahun ini dan tahun depan lebih banyak kepada pemberdayaan SDM dan ekonomi desa. Jadi Bumdes dan desa-desa wisata akan kita push," kata Menteri Eko usai menghadiri Penyampaian Nota Keuangan di Kompleks DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Jumat.
Eko menjelaskan bahwa pariwisata menjadi sektor paling pesat yang mampu meningkatkan ekonomi pedesaan. Selain itu, BUMDes yang dikelola masyarakat juga banyak bergerak di sektor pariwisata sehingga mampu menyumbang pendapatan lebih besar dari dana desa yang diterima Kementerian.
Hadirnya desa wisata juga menurut Eko telah menciptakan lapangan kerja dan dapat mengantisipasi pengurangan tenaga kerja di sektor pertanian akibat modernisasi atau mekanisasi alat pertanian.
Sesuai dengan tema kebijakan fiskal tahun 2020, fokus RAPBN diarahkan pada lima hal utama. Pertama, penguatan kualitas SDM untuk mewujudkan SDM yang sehat, cerdas, terampil, dan sejahtera. Kedua, akselerasi pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi.
Ketiga, penguatan program perlindungan sosial untuk menjawab tantangan demografi dan antisipasi aging population. Keempat, penguatan kualitas desentralisasi fiskal untuk mendorong kemandirian daerah. Kelima, antisipasi ketidakpastian global.
Pada tahun 2020, Pemerintah akan mengalokasikan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp858,8 triliun. Jumlah tersebut sudah meningkat 5,4 persen dari perkiraan realisasi di tahun 2019, atau meningkat 37,8 persen dari realisasinya di tahun 2015 yang sebesar Rp623,1 triliun. Peningkatan alokasi tersebut akan diiringi dengan peningkatan kualitas implementasinya, agar belanja pemerintah daerah dapat meningkatkan layanan dasar publik, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta mengurangi kesenjangan dan kemiskinan.
Sejalan dengan itu, kapasitas Pemerintah Daerah untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan daerah, dengan tetap menjaga iklim investasi dan usaha di daerah perlu ditingkatkan.
Dalam lima tahun terakhir, hasil dari dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa sudah dirasakan oleh sebagian besar masyarakat melalui peningkatan kinerja pelayanan dasar publik, seperti akses rumah tangga terhadap sanitasi dan air minum layak, persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan, serta angka partisipasi murni (APM) dari PAUD sampai dengan SMA sederajat.
Tingkat kesenjangan di perdesaan juga menurun, yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya Rasio Gini dari 0,334 pada tahun 2015, menjadi 0,317 pada tahun 2019. Demikian juga dengan kesenjangan fiskal antardaerah, di mana Indeks Williamson turun dari 0,726 pada tahun 2015, menjadi 0,597 pada tahun 2018.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019