Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai wacana untuk menambah jumlah pimpinan MPR menjadi 10 orang merupakan pemborosan, membuang-buang waktu, tenaga dan biaya sehingga kinerja Majelis tersebut menjadi tidak optimal.

"Kalau MPR ada 10 pimpinannya, bayangkan kalau mau rapat pimpinannya 10, lama, kita harus efisien. Dan bukan cuma efisiensi, bagaimana pengambilan keputusannya, pembagian tugasnya kalau 10 orang," kata Wapres JK kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa.


JK pun menilai rencana penambahan pimpinan MPR itu hanya untuk mengakomodir setiap partai politik untuk memiliki satu pimpinan di Majelis tersebut.

"Berarti semua partai ingin ada ketuanya. Dulu cuma tiga, sekarang lima, masa mau menjadi 10. Apalagi MPR kan tidak selalu bersidang. Ya MPR begitulah, kan tugasnya tidak banyak. Jadi berlebihan menurut saya," tegasnya.

Usulan untuk menambah jumlah kursi pimpinan MPR tersebut muncul dari sejumlah anggota MPR dengan merevisi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN, Saleh Partaoanan Daulay, mengusulkan agar kursi Pimpinan MPR RI berjumlah 10, terdiri dari sembilan berasal dari fraksi dan satu orang mewakili kelompok DPD RI.

"MPR harus dijadikan sebagai lembaga politik kebangsaan dimana semua fraksi dan kelompok menyatu. Di MPR mestinya tidak ada koalisi dan oposisi, tetapi justru yang perlu ditekankan adalah NKRI," kata Saleh di Jakarta, Senin (12/8).

Saat ini, MPR memiliki satu ketua dan empat wakil yang terdiri atas unsur fraksi partai politik dan perwakilan DPD. Usulan penambahan jumlah kursi pimpinan itu diharapkan dapat mewujudkan rekonsiliasi kebangsaan.

Pewarta: Fransiska Ninditya

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019