Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mendorong pemerintah daerah untuk membangun tempat pengelolaan limbah medis atau Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

"Saat ini, ada enam jasa pengolah limbah medis di Indonesia. Tapi kebanyakan dikelola pihak swasta tetapi dari pemerintah daerah belum ada," kata Kasubdit Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Sektor Prasarana dan Jasa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Edward Nixon Pakpahan dalam Diskusi Daur Ulang Limbah Padat Medis Rumah Sakit di Surabaya, Sabtu.

Adapun enam jasa pengolah limbah medis di Indonesia meliputi PT Wastec Indonesia di Cilegon, PT Tenang Jaya Sejahtera di Kerawang, PT Arah Environmental Indonesia di Sukoharjo, PT Putra Restu Ibu Abadi (Pria) di Mojokerto, PT Pengelolaan Limbah Kutai Negara (PLKK) di Kalimantan Timur dan PT Desa Air Cargo Batam (PT DACB) di Batam.

Menurut dia, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan saat ini sedang dalam proses pengajuan izin pembangunan pengelolaan limbah B3 ke Pemerintah Pusat. "Kami berharap tahun ini proses perizinan sudah selesai," ujarnya.

Ia juga mendorong pemerintah daerah lainnya sudah mulai merencanakan pembangun tempat pengelolaan limbah sebagaimana yang sudah dimulai oleh Pemprov Sulawesi Selatan. "Infonya Jatim juga berencana mau membangun limbah B3. Apalagi informasinya ada 11 ton limbah medis rumah sakit di Jatim setiap harinya," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung mengatakan tujuan digelarnya diskusi ini agar rumah sakit di Jatim bisa mengelola limbahnya lebih baik lagi. "Harapan kita bersinergi dengan pihak rumah sakit," katanya.

Tidak hanya itu, kata dia, APSI juga berencana melakukan pertemuan dengan pihak produsen atau pabrik pembuat cairan infus dan obat-obatan dalam waktu dekat ini. "Mereka menghasilkan sampah medis sehingga kita ajak kolaborasi," katanya.

Menurutnya, persoalan sampah bukan hanya tanggung jawab penghasil sampah seperti rumah sakit, hotel, rumah makan dan lainnya, melainkan juga tanggung jawab semua, termasuk produsen yang diharapkan bisa mendaur ulang kembali hasil produksinya.

"Produsen tidak memikirkan produksi tapi harus memikirkan keberlanjutan. Ketika jadi sampah harus jadi terolah kalau bisa didaur ulang. Kita diskusi soal desain dalam produk farmasi atau alat kesehatan," katanya.
 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019