Komunitas kreatif yang peduli lingkungan di Bali, CushCush Gallery (CCG), mengadakan lokakarya bertajuk Charcoal for Children 2019: Hands On! (CFC) desain dan arsitek untuk anak-anak yang mengasah kreativitas anak-anak dan mengapresiasi lingkungan melalui pemahaman akan sumber daya lokal dan pengolahannya.
"Lokakarya tahunan di Gang Rajawali, Jalan Teuku Umar, Denpasar, Bali pada Februari-April 2019 itu menindaklanjuti lokakarya edisi sebelumnya yang bertajuk Drawing Future (2017) dan PlayPlay (2018) dengan pengolahan potongan kayu menjadi arang untuk menggambar," kata pendiri Galeri CushCush (CCG) Bali, Jindee Chua, di Denpasar, Selasa.
Untuk lokakarya bertema Hands On! (2019) hingga akhir April itu, CCG mengundang empat narasumber dari arsitek dan desainer yakni Venty Vergianty, Maria Yohana Raharjo, Benson Saw and Design Stream, dan Budiman Ong.
"Mereka berkolaborasi dengan puluhan anak yang melibatkan diri dalam partisipasi langsung, jadi CFC memfasilitasi aktivitas serta pendidikan kreatif sejak dini, yang dikemas dalam bentuk permainan dan suasana yang menyenangkan, dan diakhiri dengan sebuah pameran yang dapat dinikmati bersama," katanya.
Setiap sesi lokakarya bersifat gratis, terbatas untuk 30 anak berusia 8-16 tahun. Pada setiap sesi, anak-anak akan bekerja sendiri atau berkelompok untuk merespons benda-benda yang ada di sekitarnya serta berkolaborasi dengan keempat arsitek dan desainer yang terlibat.
"Masing-masing sesi yang berlangsung menggunakan metode kreativitas yang berbeda dan unik terhadap kolaborasinya dengan masing-masing arsitek dan desainer," kata arsitek dari Denpasar itu.
Venty Vegianti merupakan seorang arsitek dan pematung yang tinggal dan bekerja di Bali. Ia mengenyam pendidikan S-1 Arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan S-2 Design for Interaction di TU Delft, Belanda. Kini, ia bekerja sebagai arsitek sembari mengekspresikan keseniannya melalui tanah liat, di bawah bimbingan seniman keramik tersohor Keng Sien Liem.
Sementara itu, Maria Yohana Raharjo merupakan arsitek yang tinggal dan bekerja di Bali dan Yogyakarta. Ia mengenyam pendidikan S-1 dan S-2 Arsitektur di University of New South Wales (UNSW), dan bekerja di Australia selama beberapa tahun, sebelum kembali ke Indonesia untuk mengembangkan hunian yang lebih baik melalui pengolahan sumber daya dan bahan-bahan lokal.
"Venty Vergianti dan Maria Yohana Raharjo telah bermain dan bekerja dengan anak-anak untuk mengolah potongan-potongan kayu serta sumpit bambu yang sudah tidak terpakai, dan membuat beragam bentuk struktur maupun instalasi yang menawan pada sesi pertama lokakarya CFC 2019: Hands On!," katanya.
Sesi selanjutnya, tim kreatif "DesignStream" yang didirikan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada tahun 2004 oleh Benson Saw, akan yang mengajarkan solusi desain yang anggun, tanggap, dan relevan terhadap tantangan ruang yang ada. Tim ini telah melakukan pembangunan beragam rumah, restoran, dan hotel di Asia dan Eropa.
"Untuk membuka pengalaman baru bagi anak-anak di Bali. Benson dan timnya akan menjelajahi beragam teknik kreatif membuat bangunan modular menggunakan blok-blok yang dibentuk dari potongan-potongan kayu," katanya.
Lain halnya dengan Budiman Ong yang merupakan pendiri dari Ong Cen Kuang, sebuah perusahaan desain pencahayaan. Setelah menuntaskan pendidikannya di Gray's School of Art dan Robert Gordon University di Skotlandia, Budiman kembali ke Indonesia untuk mendesain perhiasan, sebelum mendirikan perusahaannya di Bali.
Perusahaannya yang menyajikan lighting design dan furnitur senantiasa dikukuhkan dengan prinsip berlandas material, dan bekerja sama dengan para pengerajin lokal, sehingga menghasilkan produk-produk yang orisinil dengan khas buatan tangan.
"Pada sesi terakhir lokakarya bersama Budiman Ong, anak-anak tidak lagi akan belajar untuk membangun sebuah konstruksi, namun melatih keterampilan tangan mereka untuk membuat anyaman-anyaman yang dapat digabungkan hingga membentuk sebuah pola," katanya.
Walaupun tergolong acara yang masih baru, keberhasilan rangkaian CFC telah terwujud melalui edisi-edisi sebelumnya dengan keterlibatan 10 seniman, 63 relawan, 195 anak-anak dalam enam lokakarya, dan 735 penonton pertunjukan dan pengunjung pameran.
Tahun ini, CFC diadakan dalam lima sesi dari bulan Februari hingga Mei mendatang. Sesi 1 (23/2) bersama Venty Vergianty dan Maria Yohana Raharjo, Sesi 2 (30/3) bersama Benson Saw dan Design Stream, Sesi 3 (31/3) bersama Benson Saw dan Design Stream, Sesi 4 (20/4) bersama Budiman Ong, dan Sesi 5 (21/4) bersama Budiman Ong.
"Hasil kreativitas selama lokakarya akan disajikan dalam Pameran CFC2019 : HANDS ON! yang dibuka pada 31 Mei 2019, dan berlangsung selama dua bulan," katanya, didampingi desainer Suriawati Qiu.
Selain program CFC, CCG juga akan bekerja sama dengan para seniman dan desainer lokal serta internasional, baik yang baru maupun yang tersohor, untuk menyajikan program-program yang kontemporer dan berkualitas, untuk memperkaya pengalaman di Bali melalui pertukaran antara komunitas kreatif di Bali dan internasional.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Lokakarya tahunan di Gang Rajawali, Jalan Teuku Umar, Denpasar, Bali pada Februari-April 2019 itu menindaklanjuti lokakarya edisi sebelumnya yang bertajuk Drawing Future (2017) dan PlayPlay (2018) dengan pengolahan potongan kayu menjadi arang untuk menggambar," kata pendiri Galeri CushCush (CCG) Bali, Jindee Chua, di Denpasar, Selasa.
Untuk lokakarya bertema Hands On! (2019) hingga akhir April itu, CCG mengundang empat narasumber dari arsitek dan desainer yakni Venty Vergianty, Maria Yohana Raharjo, Benson Saw and Design Stream, dan Budiman Ong.
"Mereka berkolaborasi dengan puluhan anak yang melibatkan diri dalam partisipasi langsung, jadi CFC memfasilitasi aktivitas serta pendidikan kreatif sejak dini, yang dikemas dalam bentuk permainan dan suasana yang menyenangkan, dan diakhiri dengan sebuah pameran yang dapat dinikmati bersama," katanya.
Setiap sesi lokakarya bersifat gratis, terbatas untuk 30 anak berusia 8-16 tahun. Pada setiap sesi, anak-anak akan bekerja sendiri atau berkelompok untuk merespons benda-benda yang ada di sekitarnya serta berkolaborasi dengan keempat arsitek dan desainer yang terlibat.
"Masing-masing sesi yang berlangsung menggunakan metode kreativitas yang berbeda dan unik terhadap kolaborasinya dengan masing-masing arsitek dan desainer," kata arsitek dari Denpasar itu.
Venty Vegianti merupakan seorang arsitek dan pematung yang tinggal dan bekerja di Bali. Ia mengenyam pendidikan S-1 Arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan S-2 Design for Interaction di TU Delft, Belanda. Kini, ia bekerja sebagai arsitek sembari mengekspresikan keseniannya melalui tanah liat, di bawah bimbingan seniman keramik tersohor Keng Sien Liem.
Sementara itu, Maria Yohana Raharjo merupakan arsitek yang tinggal dan bekerja di Bali dan Yogyakarta. Ia mengenyam pendidikan S-1 dan S-2 Arsitektur di University of New South Wales (UNSW), dan bekerja di Australia selama beberapa tahun, sebelum kembali ke Indonesia untuk mengembangkan hunian yang lebih baik melalui pengolahan sumber daya dan bahan-bahan lokal.
"Venty Vergianti dan Maria Yohana Raharjo telah bermain dan bekerja dengan anak-anak untuk mengolah potongan-potongan kayu serta sumpit bambu yang sudah tidak terpakai, dan membuat beragam bentuk struktur maupun instalasi yang menawan pada sesi pertama lokakarya CFC 2019: Hands On!," katanya.
Sesi selanjutnya, tim kreatif "DesignStream" yang didirikan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada tahun 2004 oleh Benson Saw, akan yang mengajarkan solusi desain yang anggun, tanggap, dan relevan terhadap tantangan ruang yang ada. Tim ini telah melakukan pembangunan beragam rumah, restoran, dan hotel di Asia dan Eropa.
"Untuk membuka pengalaman baru bagi anak-anak di Bali. Benson dan timnya akan menjelajahi beragam teknik kreatif membuat bangunan modular menggunakan blok-blok yang dibentuk dari potongan-potongan kayu," katanya.
Lain halnya dengan Budiman Ong yang merupakan pendiri dari Ong Cen Kuang, sebuah perusahaan desain pencahayaan. Setelah menuntaskan pendidikannya di Gray's School of Art dan Robert Gordon University di Skotlandia, Budiman kembali ke Indonesia untuk mendesain perhiasan, sebelum mendirikan perusahaannya di Bali.
Perusahaannya yang menyajikan lighting design dan furnitur senantiasa dikukuhkan dengan prinsip berlandas material, dan bekerja sama dengan para pengerajin lokal, sehingga menghasilkan produk-produk yang orisinil dengan khas buatan tangan.
"Pada sesi terakhir lokakarya bersama Budiman Ong, anak-anak tidak lagi akan belajar untuk membangun sebuah konstruksi, namun melatih keterampilan tangan mereka untuk membuat anyaman-anyaman yang dapat digabungkan hingga membentuk sebuah pola," katanya.
Walaupun tergolong acara yang masih baru, keberhasilan rangkaian CFC telah terwujud melalui edisi-edisi sebelumnya dengan keterlibatan 10 seniman, 63 relawan, 195 anak-anak dalam enam lokakarya, dan 735 penonton pertunjukan dan pengunjung pameran.
Tahun ini, CFC diadakan dalam lima sesi dari bulan Februari hingga Mei mendatang. Sesi 1 (23/2) bersama Venty Vergianty dan Maria Yohana Raharjo, Sesi 2 (30/3) bersama Benson Saw dan Design Stream, Sesi 3 (31/3) bersama Benson Saw dan Design Stream, Sesi 4 (20/4) bersama Budiman Ong, dan Sesi 5 (21/4) bersama Budiman Ong.
"Hasil kreativitas selama lokakarya akan disajikan dalam Pameran CFC2019 : HANDS ON! yang dibuka pada 31 Mei 2019, dan berlangsung selama dua bulan," katanya, didampingi desainer Suriawati Qiu.
Selain program CFC, CCG juga akan bekerja sama dengan para seniman dan desainer lokal serta internasional, baik yang baru maupun yang tersohor, untuk menyajikan program-program yang kontemporer dan berkualitas, untuk memperkaya pengalaman di Bali melalui pertukaran antara komunitas kreatif di Bali dan internasional.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019