Badung (Antaranews Bali) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berupaya mengembangkan sistem peringatan dini banjir pesisir atau banjir rob yang dikenal dengan Coastal Inundation Forcasting Demonstration Project Indonesia (CIFDP-I).
"Kami harap sistem peringatan dini banjir pesisir ini dapat mengurangi dampak dan risiko yang diakibatkan oleh banjir pesisir rob," ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono Rahadi Prabowo, saat pembukaan Workshop CIFDP-I Final Meeting 2019, di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin.
Ia mengatakan workshop yang diselenggarakan BMKG bekerja sama dengan Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) tersebut merupakan pertemuan akhir sebagai tindak lanjut dari pembahasan Workshop CIFDP-I tahun 2017.
"Karena ini pertemuan terakhir dan sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2013, kami harap setelah ini sistem peringatan dini banjir pesisir di Indonesia dapat segera dioperasionalkan," katanya.
Sebelumnya, sistem tersebut sudah pernah diuji coba di wilayah Jakarta dan Semarang, sebagai daerah "pilot project", karena kedua daerah itu memiliki potensi dan dampak yang begitu besar akibat adanya banjir pesisir.
Sistem peringatan dini banjir rob (Coastal Inundation) tersebut melibatkan lima Kementerian atau Lembaga, yaitu Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika Badan Informasi Geospasial, dan Direktorat Kesiapsiagaan BNPB.
Dalam sistem itu, masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban dalam pelaksanaan kegiatan ini demi tercapainya tujuan pembangunan sistem peringatan dini banjir pesisir yang diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap masyarakat pesisir.
"Secara teknis BMKG akan memberikan informasi cuaca baik di darat maupun di laut. Kemudian informasi cuaca tersebut akan dikombinasikan dengan berbagai data lain seperti pasang surut laut dan sensitifitas daerah terhadap banjir kiriman," ujar Mulyono Prabowo.
Ia menjelaskan data-data lain yang akan dianalisa adalah data pemetaan daerah, fasilitas irigasi dan drainase serta potensi banjir di daerah pantai yang didapatkan dari lembaga lain yang terlibat dalam proyek sistem tersebut.
"Nantinya informasi itu akan disebarkan khususnya melalui BPBD setempat kepada masyarakat di daerah pesisir agar dapat melakukan langkah antisipasi sebelum banjir rob terjadi," katanya.
Ia mengatakan informasi peringatan dini itu diharapkan dapat dirilis tiga jam sebelum kejadian. Namun, dalam jangka panjang, apalagi jika pihaknya sudah memiliki data pasang surut air, maka informasi dapat dirilis seminggu sebelum terjadi pasang gelombang laut yang akan diperbarui secara berkala.
"Manfaatnya informasi ini paling tidak dapat meminimalisir kerugian banjir rob karena masyarakat bisa melakukan langkah evakuasi meskipun pada akhirnya faktor alam juga tidak dapat dihindari," katanya.
Mulyono Prabowo berharap kedepannya sistem itu dapat terus dikembangkan untuk dapat memberikan informasi peringatan dini banjir rob di wilayah lain di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kami harap sistem peringatan dini banjir pesisir ini dapat mengurangi dampak dan risiko yang diakibatkan oleh banjir pesisir rob," ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono Rahadi Prabowo, saat pembukaan Workshop CIFDP-I Final Meeting 2019, di Nusa Dua, Badung, Bali, Senin.
Ia mengatakan workshop yang diselenggarakan BMKG bekerja sama dengan Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) tersebut merupakan pertemuan akhir sebagai tindak lanjut dari pembahasan Workshop CIFDP-I tahun 2017.
"Karena ini pertemuan terakhir dan sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2013, kami harap setelah ini sistem peringatan dini banjir pesisir di Indonesia dapat segera dioperasionalkan," katanya.
Sebelumnya, sistem tersebut sudah pernah diuji coba di wilayah Jakarta dan Semarang, sebagai daerah "pilot project", karena kedua daerah itu memiliki potensi dan dampak yang begitu besar akibat adanya banjir pesisir.
Sistem peringatan dini banjir rob (Coastal Inundation) tersebut melibatkan lima Kementerian atau Lembaga, yaitu Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika Badan Informasi Geospasial, dan Direktorat Kesiapsiagaan BNPB.
Dalam sistem itu, masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban dalam pelaksanaan kegiatan ini demi tercapainya tujuan pembangunan sistem peringatan dini banjir pesisir yang diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap masyarakat pesisir.
"Secara teknis BMKG akan memberikan informasi cuaca baik di darat maupun di laut. Kemudian informasi cuaca tersebut akan dikombinasikan dengan berbagai data lain seperti pasang surut laut dan sensitifitas daerah terhadap banjir kiriman," ujar Mulyono Prabowo.
Ia menjelaskan data-data lain yang akan dianalisa adalah data pemetaan daerah, fasilitas irigasi dan drainase serta potensi banjir di daerah pantai yang didapatkan dari lembaga lain yang terlibat dalam proyek sistem tersebut.
"Nantinya informasi itu akan disebarkan khususnya melalui BPBD setempat kepada masyarakat di daerah pesisir agar dapat melakukan langkah antisipasi sebelum banjir rob terjadi," katanya.
Ia mengatakan informasi peringatan dini itu diharapkan dapat dirilis tiga jam sebelum kejadian. Namun, dalam jangka panjang, apalagi jika pihaknya sudah memiliki data pasang surut air, maka informasi dapat dirilis seminggu sebelum terjadi pasang gelombang laut yang akan diperbarui secara berkala.
"Manfaatnya informasi ini paling tidak dapat meminimalisir kerugian banjir rob karena masyarakat bisa melakukan langkah evakuasi meskipun pada akhirnya faktor alam juga tidak dapat dihindari," katanya.
Mulyono Prabowo berharap kedepannya sistem itu dapat terus dikembangkan untuk dapat memberikan informasi peringatan dini banjir rob di wilayah lain di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019